Aura menghela nafas setelah membersihkan apartemen itu. Sudah sebulan ia tinggal sendiri di tempat ini.
Evan memang mengizinkannya untuk keluar, tapi tidak untuk bekerja. Pria itu juga mentransfer sejumlah uang di rekeningnya, untuk kebutuhannya selama ini. Sampai Evan mengatakan soal perceraian pada kedua orang tuanya.
Aura membuka lemari es, melihat bahan masakan yang tersedia. Ia akan memasak, untuk berhemat. Uang yang diberikan Evan akan disimpannya sebagian. Jadi saat perceraian, ia punya uang selama mencari pekerjaan.
"Goreng telur sajalah." Ucap Aura mengambil telur. Ia akan makan telur goreng dengan saus.
Aura telah selesai makan, ia menghabiskan makanannya.
Ting... Tong...
Mendengar bel dengan cepat Aura meletakkan piring bekas makannya ke wastafel. Lalu berlari untuk membuka pintu. Mungkin Evan yang datang.
"Aura... Putriku sayang!" Ucap Mama Ros yang langsung memeluknya.
"Mama datang sama siapa?" tanya Aura disela pelukannya.
"Sendiri. Papa kerja, Mama kesepian jadi kemarilah." Ucap Mama Ros memberi alasan. "Kamu sudah makan? Mama masak banyak buat kamu!"
Aura terpaksa tersenyum, ia benar-benar merasa tidak enak hati dengan wanita paruh baya tersebut.
Mama membawakannya banyak masakan. Aura pun menyimpannya di lemari makan. Lalu ia membawa minuman dan cemilan ke ruang tamu.
"Aura, bilang sama Evan. Kalian pindah saja ke rumah Mama ya!" Bujuk Mama pada sang menantu. Evan menolak untuk pindah, pasti istrinya bisa membujuk putranya itu. Hubungan mereka sedang dekat, pasti Aura bisa membujuknya.
"Aura ikut Mas evan saja, Ma." Ucap Aura pelan dan menundukkan kepala. Seolah mengatakan ia adalah istri, jadi akan mengikuti ke mana suaminya tinggal.
Mama jadi kesal. Aura sangat patuh pada Evan.
"Satu bulan saja. Kalian tinggal bersama Mama." Harap Mama kembali. Tetap membujuk.
Aura menunjukkan wajah bingung. Dan membuat mama jadi gemas.
Aura terpaksa bersikap seakan serba salah. Ingin menuruti mama, tapi takut pada suaminya. Menuruti suaminya, jadi tidak enak hati pada mama.
"Kapan Evan pulang?" tanya Mama kemudian. Ia akan membujuk kembali putranya itu.
"So-sore, Ma." Jawab Aura jadi gugup. Ia tidak tahu kapan Evan akan pulang, karena selama ini pria itu datang sesuka hatinya.
Aura ingat saat masih tinggal di rumah mama. Evan pulang dari kantor sore hari. Maka ia menjawab begitu.
"Nanti sore Mama akan bicara sama kalian berdua!" jelas Mama kembali.
Sore itu, Aura melihat mama yang tidur di kamarnya. Dari tadi mama terus mengobrol dengannya, hingga ia tidak bisa mengambil ponsel di kamar untuk menghubungi Evan.
Kini ponsel berada di tangan Aura. Ia pun menghubungi pria itu.
'Ke mana sih dia?' batin Aura sambil melihat jam dinding. Sudah pukul 4 lewat. Jika mama bangun dan tidak melihat Evan, akan jadi pertanyaan. Apalagi jika pria itu tidak pulang.
Kembali Aura menghubungi pria itu kembali.
"Halo, Mas." Ucapnya begitu panggilan tersambung.
...
"Mas, Mama ada di sini."
...
"Mama ingin bertemu kamu."
...
"Ok." Aura pun mengakhiri panggilannya.
Aura ke dapur, ia akan membuatkan teh. Mertuanya sedang di sini, jadi harus bersikap layaknya pasangan suami istri pada umumnya.
Teh hangat Aura buatkan untuk Evan. Ia sering melihat bundanya melakukan itu tiap ayahnya pulang bekerja. Mungkin begitu caranya menyambut suami pulang bekerja.
Bukan cuma teh untuk Evan saja. Aura juga membuatkan untuk mertuanya. Karena akan terasa aneh jika hanya menyajikan Evan, tapi mertuanya tidak.
"Evan belum pulang?" tanya Mama yang tiba-tiba sudah berada di dapur saja.
"Be-belum, Ma. Mungkin macet di jalan." Jawab Aura beralasan. "Ini, Ma."
Mama tersenyum Aura menyajikan teh hangat untuknya. Ia juga melihat teh di cangkir lain. Pasti untuk Evan. Aura benar-benar istri yang perhatian.
Tak lama Evan pun pulang. Ia menyalami sang mama. "Mama sudah lama sampai?" tanyanya.
"Dari siang." Jawab Mama.
Setelah Evan menyalami mamanya. Aura pun mendekat dan mengulurkan tangannya. Hal tersebut membuat pria itu sedikit bingung. Aura mau apa?
Melihat kebingungan Evan, Aura meraih saja tangan pria itu dan mencium punggung tangannya.
Mama jadi senyum melihat interaksi mereka. Pasangan yang sangat bahagia.
Evan merasa aneh saat tangannya dikecup wanita itu. Mana ia merasakan sesuatu yang kenyal menyentuh punggung tangannya.
"Ini tehnya, Mas." Setelah menyalami suaminya, Aura pun menyajikan teh hangat.
Kini Evan merasa canggung, tapi ia mencoba bersikap tenang. Aura melakukan itu karena ada mamanya.
Evan duduk di kursi meja makan, lalu meminum tehnya. Rasa hangat dan manis menjalar di tenggorokannya. Ia juga melirik ke arah Aura yang tersenyum padanya.
"Evan, Mama mau kamu dan Aura tinggal di rumah saja." Ucap Mama memulai obrolan.
Evan dengan cepat menggeleng. Tinggal di rumah itu tidak mungkin.
"Kalau kamu ke kantor, kasihan Aura kesepian tinggal di sini. Kalau di rumah, ia bisa dengan mama." Kini Mama mulai memberi alasan. Evan pasti akan luluh dan tidak tega jika istrinya sendirian di tempat ini.
"Maaf, Ma. Kami ingin mandiri. Jadi biarkan kami tinggal di sini saja. Mama jangan khawatir, aku akan menjaga Aura. Ia tidak akan kesepian, aku akan mengizinkannya untuk ikut les atau senam mungkin." Evan kembali beralasan agar mama tidak terus memaksa agar mereka tinggal di rumahnya.
Mama pun cemberut. Putranya tidak bisa diajak kompromi.
Hari sudah malam, Mama pun ingin pulang. Evan akan mengantarnya.
"Kamu di rumah saja." Ucap Evan. Aura ingin mengantar sampai rumah mama.
Terpaksalah Aura mengangguk untuk menurut.
"Biar saja Aura ikut!"Ucap Mama.
"Tidak usah, Ma. Biar saja Aura di rumah. Aku tidak mau dia kelelahan." Alasan Evan seakan perhatian.
Aura terpaksa tersenyum. Alasan pria itu terlalu ambigu.
"Ya, udahlah." Mama jadi tersenyum, seakan paham maksud putranya. "Mama pulang ya."
Mama memeluk Aura sejenak. Lalu ia berjalan keluar lebih dahulu.
"Kunci pintu. Aku tidak akan pulang kemari!" Bisik Evan memberitahu.
Aura menjawab dengan anggukan. Ia juga tidak ada niat untuk menunggu pria itu pulang.
"Hati-hati, Ma." Aura mengantar sampai depan pintu, sambil melambaikan tangan.
Mama pun melambaikan tangan dan pergi bersama Evan.
Setelah keduanya tidak terlihat, Aura masuk dan mengunci pintu. Ia langsung masuk ke kamar dan berbaring diri di tempat tidur.
"Cepatlah waktu berlalu..." ucapnya. Ia tidak ingin terus berada dalam kebohongan ini.
Rasanya tadi sudah ingin saja mengatakan pada mama, jika Evan sudah mengucapkan kata cerai. Tapi, ia terpaksa akan menunggu pria itu saja. Biarkan saja Evan yang menjelaskan semuanya.
Aura mengusap wajahnya, memikirkan satu hal tentang statusnya. Statusnya yang sekarang seorang janda.
Status janda itu akan ada pada dirinya. Umurnya masih 20 tahun. Tapi ia sudah menjadi janda. Apa nanti ada pria yang akan menerimanya dengan status tersebut.
Janda?
'Tapikan aku janda kembang...'
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Dwi Setyaningrum
janda kembang mekar hehehe
2024-07-13
0
Siti Naimah
lhoh aura apa tidak kuliah ya?umur masih 20tahun kok sudah mau nyari kerja?paling engga kerja sama kuliah
2024-06-26
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑨𝒖𝒓𝒂 𝒃𝒊𝒂𝒓 𝒋𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒕𝒑 𝒎𝒔𝒉 𝒕𝒊𝒏𝒈"🤭🤭🤭
2024-03-19
1