Chapter X: The Last Stage (Part 2)

Brak!

Pintu besi menuju rooftop yang tidak dikunci dibuka dengan brutal oleh Han.

“Akhirnya sampai, silakan,” manusia setengah serigala itu menunjukkan sikap sok ramah pada pria itu. Dengan cepat, tetapi tetap hati-hati, ia melangkah lurus menuju Yuna yang hanya bisa mematung. Ia cemas kalau Werewolf akan menyerangnya di tengah penyelamatan. Namun, sekarang Yuna lebih penting. Pria itu menarik kursi kayu yang di duduki wanita itu ke selatan dan segera memutar kunci gemboknya.

“ Nol, satu, satu, satu, lima, nol, nol, sembilan, tujuh, delapan,” gumamnya. Gembok rantai itu terbuka, Yuna akhirnya terbebas.

“Pergilah sekarang,” Han memberikan pelukan sejenak, membisikkan suatu kata, dan memberikan lentera pada tunangannya itu, “tetaplah aman. Percaya padaku, selamatkan dirimu.” Tanpa banyak pertanyaan, perempuan itu pergi. Ia percaya pada tunangannya. Ia percaya kasus ini akan selesai hari ini juga dan pelukan tadi bukanlah salam perpisahan.

“Pelukan perpisahan? Kau sangat manis, Han Solo,” The Watcher mengejek Han, mencoba memanasinya agar marah. Jelas itu usaha yang sia-sia, pria itu seorang penata emosi.

“Enkripsi yang mudah, masih terlalu mudah sesungguhnya. Ah, mungkin aku harus menaikkan level jika bermain-main denganmu lain kali,” makhluk itu berujar lagi.

“Apa sebenarnya semua permainan ini? Apa tujuanmu?” Han langsung menyambar dengan pertanyaan.

“Sabar, aku membuat pertandingan akhir dan peraturan lain untukmu. Satu pukulanmu padaku, satu pertanyaan terjawab. Mengerti?” seulas senyum terulas di moncongnya. Pria itu hanya mengangkat alisnya, tanda mengerti. Werewolf itu menggeram, memanjangkan kuku-kukunya, dan melompat ke arah detektif itu. Han menghindar dengan cepat, kemudian melancarkan serangan dengan tangan kosong. Satu serangan berhasil mengenai moncongnya.

“Apa tujuanmu membuat permainan ini?” tanya Han.

“Menghilangkan saksi di kasusku, mengaburkan jejak, membuat diriku menjadi pahlawan karena menemukan cara mengubah monster kembali ke manusia, mengalahkan kompetitorku yang lain, kau tahu? Kota ini tidak cukup besar untuk tiga otak besar. Lalu, membantumu dengan menemukan dirimu dengan penjahat masa lalu dan aku tahu kalian mengejar pelaku ‘Werewolf Case’. Aku adalah saksi di kasusmu, Han. Tetapi semua itu tujuan sampingan. Pertanyaan pertama sudah terjawab. Cari kesempatan lain,” Werewolf menjawab, kemudian balik menyerang Han. Ia menahan bahu pria itu di beton rooftoop.

Cakar-cakar panjangnya siap mencabik, tapi Han kembali mempertahankan diri dengan menendang perut si Werewolf, “Apa tujuan utamamu?”

“Kau tahu lukisan mahakarya adikmu? ' Anagapura Dusana ' ? Itu tujuan utamaku. Beberapa kasusnya menjadi kenyataan sejak pencurian Naga Emas Putih. Harganya jadi meningkat setiap satu kasus menjadi kenyataan. Adikmu itu memang istimewa dan yang aku lakukan hanyalah mempercepat takdir terjadi … lagipula uang untuk uang. Aku tidak akan merugi,” makhluk itu tersenyum lagi, “kau tahu bagaimana pikiran seorang pedagang. Lagipula kau dan adikkmu juga akan dapat bagian dari ini.”

“Keparat kau,” rutuk Han.

“Mau tahu lebih banyak? Ayo serang aku lagi,” geraman mengikuti kalimat itu. Kali ini cakar itu berhasil melukai bahu kiri Han.

 

“Aku mengapresiasi kegigihanmu, Han.” Mengabaikan luka di bahu, detektif muda itu menusuk leher Werewolf dengan ujung runcing tabung kaca yang berlabel Satria *Corp* dan secara perlahan sosok berambut itu hilang. Kini hanya sesosok manusia berkulit putih pucat dan berambut cokelat kehitaman yang tidak mengenakan sehelaipun benang sebagai pakaiannya di bagian atas yang ada di hadapan Han.

 

Kelengahan lawannya itu ia gunakan untuk melancarkan serangan sebanyak tiga kali, “Benarkah kau yang membunuh Toni Sutawijaya? Benarkah kau yang mengatur semua permainan ini di atas Moderator? Dan … benarkah kau saksi pembunuhan kedua orang tuaku yang memutuskan diam?”

“Ya. Semuanya benar. Bagian terakhir, aku diancam oleh si Haryo itu. Jadi aku diam, puas?” pria lawan Han itu sudah lumayan babak belur. Tetapi, Han menggeleng. Tidak, ia belum puas hanya dengan lima jawaban. Pria itu melolong dan kembali menjadi Werewolf yang sehat, tanpa sedikitpun luka.

 

“Ah, salahku tidak bilang kalau kau harus melawan dengan tangan kosong di babak pertama, tetapi tak apa lah. Sekarang, babak kedua. Pakai senjatamu seperti aku memakai cakarku,” tantangan kedua datang, bahkan saat Han belum berhasil mengurus lukanya.

 

“Baiklah, urus lukamu sebentar, Hunter,” putus Werewolf terakhir itu,” Aku beri waktu lima menit.”

Keributan kecil terjadi di sebuah kantor media online. Mereka sedang membicarakan bukti mengejutkan yang diterima oleh salah satu rekannya lewat email. Apakah bukti itu nyata? Atau hanya hoax semata? Nama yang terlibat di dalamnya sungguh besar bagi warga Anagapura, bahkan Indonesia.

Memang benar ada dua orang yang berperan sebagai Moderator dan Eksekutor dalam permainan gila itu, polisi sudah mengumumkannya. Tetapi, apakah benar dua orang itu Dean Pratama dan Mario Irawan seperti yang ada di bukti itu? Apakah benar masih ada The Watcher, seorang dalang di atas dalang?

“Bagaimana kau mengkonfirmasi data-data ini, Eddy?” tanya pimpinan editor pada seorang pria yang pertama kali menerima email.

“Aku sudah mengirin pertanyaan konfirmasi pada pengirim, belum ada-“

Tring!

Satu email dari akun yang sama menjawab balasan yang dikirimkan Eddy.

Tentu saja itu asli, Eddy. Aku adalah seorang yang kau kenal. Oh, ya, sebarkan ini pada teman-temanmu yang bisa kau percaya. Terima kasih.

“Seseorang yang kukenal … si pengirim adalah seseorang yang kukenal …,” pria itu mengetukkan kaki statis pada lantai. Ia mulai menggali ingatannya. Siapa orang yang kukenal bisa melakukan ini? Itulah isi pikiran Eddy. Tiba-tiba ia berhenti mengetukkan kaki dan melebarkan matanya. Eddy sudah teringat rupanya.

“Oh, orang itu rupanya. Dia bisa dipercaya,” pria itu tersenyum, “Aku akan menulis artikelnya sementara menunggu konfirmasi kepolisian.”

Sementara itu, sedikit ketegangan terjadi di ruang interogasi. Dion berhadapan dengan Mario yang berada di kanannya dan Dean di kiri, berusaha menggali fakta.

“Kita dibawah ancaman seseorang yang lebih tinggi. Itu yang terjadi. Aku hanya ingin keluarga dan usahaku tidak terbunuh, terutama keluargaku …,” Dean menyampaikan fakta sesuai pengalamannya.

“Jadi kalian diancam. Begitu?” Dion mengambil kesimpulan.

“Ya, begitu. Aku diancam Mario, Mario pun diancam oleh seseorang yang menyebut dirinya The Watcher,” lagi-lagi pria di kiri Dion itu memberi keterangan.

“The Watcher? Dia dalang sebenarnya? Ini benar-benar menarik,” si interogator membulatkan matanya, tertarik dengan fakta baru ini.

Kriet ….

Pintu ruang interogasi terbuka perlahan, menampakkan sesosok pria muda dengan tab di tangan, “Permisi, senior.”

“Ya, masuk saja,” Dion menyambut dengan ramah, “Kabar apa yang kau bawa?” Dengan cepat, pria itu menunjukkan sejumlah file yang tersimpan dalam tab hitam yang dibawanya.

 

“Bagaimana kau mendapatkannya? Tim cyber yang menemukan atau seseorang mengirimkan itu?“ tanya pria penyidik itu cepat.

 

“Tim cyber tidak mendapatkan apapun. Komputer mereka bersih, seperti kena instal ulang. Seseorang mengirimkan email kepada kami dan tempatnya tidak terlacak. Kemungkinan dia orang Anagapura,” jelas pria lain yang lebih muda.

“Aku akan melakukan verifikasi, berikan padaku,” tab hitam itu kini berada di tangan Dion.

Ia menunjukkannya pada duo moderator eksekutor di hadapannya, “Apakah benar ini data yang tadinya di komputer kalian?”

 

Mario mengangguk dengan mantap, “Benar, tanpa kebohongan.”

 

“Lalu rekaman suara ini,” Dion memutar sebuah rekaman yang dikirim bersama file-file itu, “Apakah ini benar suara Anda dan The Watcher? Lalu, The Watcher itu adalah seorang yang berperan sebagai Werewolf juga?”

“Ya, itu benar. Semua yang ada di email itu benar.”

Angin kembali berhembus membelai rambut gondrong Han dan rambut salju si Werewolf. Bahu Han tampak sudah di balut dengan robekkan dari lengan kiri bajunya. Jaket putih yang sudah terkoyak ia taruh begitu saja di lantai rooftoop. Beberapa luka memar dan sayat kecil sudah menghias wajahnya. Kali ini ia kalah dalam senjata, Han benar-benar menggunakan tanah kosong kecuali satu lagi cairan penawar Werewolf yang akan ia keluarkan di saat yang tepat.

“Kau melemah Han, belum ada satupun serangan berhasil,” The Watcher yang kini dalam bentuk werewolf mencoba memanasi Han sekali lagi. Tetapi itu sekali lagi sia-sia. Han tidak bertarung dengan emosi. The Watcher berlari ke arah Han dengan membabi buta. Namun, ia tidak berhasil menyerang Han. Pria itu menghindar, mengeluarkan tabung kaca berlabel Hartono Industries, dan menusuk leher makhluk itu sekali lagi. Kemudian dengan cepat ia melancarkan 2 serangan pada saat lawannya lengah.

“Mengapa kau menjadikan aku dan adikku pusat? Sejak kapan kau merencanakan ini semua?” Han kemudian menjauh dan mengatur napas, juga memberi waktu lawannya untuk menjawab. Manusia itu mencoba melolong, tetapi tetap menjadi manusia. Tidak ada perubahan.

“Jawab dahulu pertanyaanku, itu perjanjiannnya,” tegas Han.

“Persetan dengan perjanjian tadi. Ini permainanku!” pria lawan Han itu mengeluarkan pistol dan mengarahkannya pada Han.

Dor!

“Aku hanya ingin kau, penghalang terbesarku, mati.”

Yuna memenuhi permintaan Han untuk menunggu di lantai keempat. Segala suara-suara aneh yang mungkin dapat menjadi indikasi adanya pertumpahan darah bisa terdengar dari sana. Ia memantau tanpa diketahui. Tugasnya untuk mengirim bantuan kemari cukup penting. Jadi, perempuan itu duduk di lantai dan diam mendengarkan segala suara sambil berharap cemas.

Dor!

Suara tembakan yang cukup keras mengejutkannya. Yuna ingin kembali ke atas. Namun, di dalam permintaan Han ada larangan. Apapun yang terjadi, Yuna harus tetap berada di sana dan melakukan tugasnya.

Dor! Dor!

Runtutan tembakan terdengar lagi. Ia langsung mengambil ponsel yang ada di saku dress-nya dengan gemetaran dan menekan 112, nomor untuk memanggil ambulans.

“Halo …. a-ada korban tertembak di sini … tolong ….”

Tiga tembakan tadi belum bisa mencabut nyawa sang detektif swasta. Pelurunya hanya menggores lengan kanan Han, tidak merusak lebih.

“Ah, lihat, satu pelurunya melukaimu,” pria itu tertawa kecil, “akan aku jawab alasannya. Kau adalah detektif swasta dengan tingkat kesuksesan besar itu berpotensi menghalangi usaha-usahaku untuk menjadi satu-satunya peneliti serta orang terkaya di kota ini dan masa lalu kelammu yang aku saksikan bisa menjadi senjata. Lalu, adikmu, itu hanya karena dia adikmu yang punya bakat bagus. Kalian sudah sepaket. Aku memang tertarik bermain dengan kalian.”

“Kau mengganti peraturan?” Han memegangi lengan kanannya yang terluka, ia benar-benar dijebak. Pria gila dihadapannya hanya menginginkan kematiannya.

“This is my game, Han. Not yours,” dia tersenyum dan mengacungkan pistolnya sekali lagi. Tembakan dilepaskan berkali-kali mengikuti pergerakan Han. Tidak ada satupun yang dapat merobohkannya, bahkan sampai amunisinya habis. Kesempatan itu tidak di sia-siakan Han.

Saat lawannya sedang lengah, mengisi amunisi, ia merengkuh leher lawannya dengan tangan kiri dan tangan kanannya menyuntikkan suatu cairan bening yang ia ambil dari laci markas Moderator, “Senjatamu memakanmu, Tuan Hartono.”

 

Sayangnya, sebelum kesadaran pria berambut cokelat itu hilang sepenuhnya, ia berhasil menarik pelatuk pistol yang secara tak sengaja mengarah ke tubuh detektif itu, “Last answer is, from your first case.”

 

Angin berhembus kencang di rooftop laboratorium itu. Seorang penerus industri dari keluarga Hartono sudah tertidur dengan tenang sekarang. Sementara Han masih mencoba menyelamatkan nyawanya sampai suara sirine itu mengabur dari pendengarannya bersamaan dengan gelap pandangannya.

Cassie masih mencengkram tangannya erat dan gemetaran. Kei bisa merasakan kekhawatiran dan ketakutan yang besar di dalam pikiran perempuan itu. Satu hari ini sudah benar-benar mengguncang jiwanya dengan semua keterlibatan relasinya dalam permainan gila ini. Bahkan masih ada satu, si Dalang utama, yang mungkin saja bisa membahayakan kakaknya.

“Tidak apa-apa, Cas. Ia akan baik-baik saja,” Kei mencoba menenangkannya berkali-kali, sejak sahabatnya itu tiba-tiba meraih lengannya dengan tangannya yang bebas.

“Tidak,” lirih Cassie. Di dalam ketakutannya perasaan kuat tentang sesuatu yang buruk kembali dirasakannya di dada.

 

Ia mencengkeram tangan sahabatnya lebih erat, air mata mulai turun dari matanya, “I’ve got a bad … really bad feeling about this, Kei.” Pria itu membulatkan mata, tidak pernah ia melihat Cassie setakut ini dengan firasatnya. Ketika ia akan menenangkan sahabatnya, HT yang headsetnya masih terpasang di telinganya kembali bersuara.

 

“Ini Y-yuna, K-kei, k … k … kau bisa mendengar k … ku?” suara perempuan yang gemetaran berusaha menahan tangis memasuki telinganya. Kei menatap Cassie dengan penuh arti, dua perempuan yang dekat dengan Han menangis. Sial! Firasat sahabatnya tidak salah lagi. Begitu rutuk Kei dalam hati.

Satu tangannya yang bebas dari cengkraman Cassie memencet satu tombol untuk membalas pesan, “Di sini Kei, kak. Aku bisa mendengarnya. Apakah kau terluka?”

“Breaking News kini datang dari sebuah kota di Jawa Tengah. Kota Anagapura,” pembukaan dari pembawa berita pria yang disiarkan di televisi menarik perhatian para pasien dan keluarganya di ruangan itu, tak terkecuali Kei dan Cassie, “Ya, Sherly, bisa dilaporkan apa yang terjadi di sana?”

“Sekarang saya berdiri di depan gedung laboratorium baru yang sudah diketahui milik pengusaha yang cukup berpengaruh di Anagapura dan Indonesia bernama Reevan Hartono,” Seorang reporter wanita berdiri dengan latar belakang beberapa warga dan mobil polisi yang mengerumuni gedung laboratorium baru.

“R… Reevan? Gedungnya Reevan?” gumam Cassie bingung.

“Sebentar lagi kami sampai di rumah sakit tempatmu sekarang. Aku baik-baik saja, tapi Han tidak…,” balasan dari kak Yuna tiba-tiba masuk bagai petir di tengah badai. Kei menggertakkan gigi, tidak mau membayangkan seburuk apa keadaan ketua tim yang sudah ia anggap sebagai kakaknya. Mungkin hanya beberapa luka sedang, itu sudah masuk kategori tidak baik-baik saja, pikirnya, mencoba menepis pikiran yang lebih buruk.

“Sebelumnya beberapa kali letusan pistol terdengar oleh warga sekitar yang ternyata asalnya dari rooftop gedung ini. Akhirnya polisi dan ambulans datang ke TKP,” jelas reporter itu.

“Apakah ada korban di sana, Sherly?” tanya si pembawa berita mencoba menggali lebih jauh.

“Dua orang ditemukan tak sadarkan diri di rooftop. Reevan Hartono diduga menjadi pelaku karena ia sedang memegang pistol saat ditemukan, tetapi juga ditemukan lebam di wajah dan tubuhnya. Korbannya seorang detektif swasta setempat yang diketahui sedang melakukan penyelidikan dan orang yang pertama kali menemukan pelaku sebenarnya dari kasus Werewolf Game di Anagapura, Callahan Evano Nandana. Ia mengalami luka tembak dan beberapa luka sayat dan lebam dan sekarang kondisinya kritis.”

“I told you so, Kei ….”

“Aku tahu. Aku tidak ingin mempercayainya,” Kei menunduk dan mengepalkan tangan satunya. Ini mungkin bisa dihindari kalau ia juga berada di sana.

“Aku juga tidak pernah ingin mempercayai firasatku. Namun, semakin diabaikan … itu semakin meyakinkan,” sorot mata Cassie semakin sendu.

“Maafkan aku, seharusnya aku juga di sana,” Kei menggeleng dan menunduk, “maafkan aku.”

“Kei … aku … sudah … sampai,” suara Kak Yuna kembali menyambut Kei, isakannya bahkan masih terdengar. Sejenak ia bertukar pandang pada Cassie yang masih mencoba menghentikan air matanya.

 

“Jangan merasa bersalah seperti itu, kamu sudah cukup membantunya dan aku tahu, dia pasti sudah sampai,” sahut perempuan itu, “Ah, aku salah menafsirkan. Mungkin aku terlalu cemas. Temui Kak Yuna. Katakan kalau Kak Han itu orang yang kuat. Dia tidak akan mati semudah ini. Terluka berat, tetapi tidak akan mati semudah ini.” Begitu Cassie melepas cengkeraman, Kei berlari sekuat tenaga untuk menemui dua kakaknya itu.

 

Kini, tayangan di televisi menjadi sebuah konfrensi pers dadakan yang dilakukan oleh Kasat Reskrim dan Dion Erlangga sebagai penanggung jawab tim khusus. Beberapa reporter dan Eddy yang sebelumnya mendapatkan email bocoran bukti-bukti kasus ini menggunakan kesempatan untuk bertanya.

“Benarkah kasus ini telah berakhir dan Reevan Hartono adalah dalangnya?” Eddy yang berada di kumpulan wartawan itu bertanya dengan lantang.

“Bagaimana kau mendapatkan kesimpulan itu?” tanya Dion cepat.

“Bukti-bukti itu telah bocor pada kami,” sahutnya, “Rekaman ini salah satunya.” Wartawan itu memutar rekaman yang ia dapat dari ponselnya.

“Kau melihatnya bukan?” Para wartawan lain yang tidak mendapat bukti mulai menjadi ribut. Mereka menyebut suara itu merupakan suara Reevan Hartono.

“Benar-benar kau psikopat, Reevan!”

“Aku akan melepaskanmu, tetapi, kau harus mau menjadi Eksekutor di permainanku.”

“Kalau tidak?”

“Kau- tidak, keluargamu, kolega perusahaanmu, dan dirimu akan mati seperti dia juga. Hidupmu akan hancur.”

“Permainan apa?”

“Nanti akan aku beritahukan, tetapi kau juga harus menyeret Dean Pratama itu sebagai Moderator. Harus berhasil. Kau ... masih ingin hidup ‘kan, Mario?”

“Itu benar, dia dalangnya. Kami telah mengkonfirmasi file itu dengan dua tersangka sebelumnya. Memang dialah otaknya, permainan ini sudah berakhir. Dia dikabarkan mengancam dua tersangka lain. Bahkan semua pemain sudah dikeluarkan dari grup karena tertangkapnya Moderator Bot, Dean Pratama,” Dion memberikan konfirmasi yang membuat para wartawan lumayan puas.

“Berarti telah dikonfirmasi kalau moderatornya adalah Dean Pratama, lalu apakah benar eksekutornya adalah Mario Irawan?” wartawan lain ikut bertanya.

“Ya, dia yang bertindak sebagai Eksekutor di bawah paksaan yang menyebabkan hilangnya beberapa orang di Anagapura. AKP Haryo Kurniawan juga sudah dipastikan kalau menyembunyikan kejahatan selama sepuluh tahun dan Ipda Dimas Mahesa adalah pembunuh berantai di kasus permainan itu, juga pembunuh sebenarnya di kasus pembunuhan orang tua Detektif Swasta Callahan, serta percobaan pembunuhan adiknya.” pria itu memberikan konfirmasi lagi. Permainan gila itu berakhir dengan darah, air mata, dan keterkejutan para warga.

23 September 2019, 16 hari setelah berakhirnya Werewolf Game.

“Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Amin,” pria berjaket putih yang sudah ditambal bagian bahunya membuat tanda salib di samping sebuah nisan.

 

Setitik air mata penyesalan jatuh dari netranya, “Maafkan aku karena tidak bisa melawan balik mereka dan … maafkan aku baru bisa kemari setetah sekian lama.”

 

“Maafkan aku juga, Kak … atas lukisan itu…,” seorang perempuan dengan rambut yang digelung dengan dwikkoji sebagai hiasan dan dress hitam masih terisak.

“Itu bukan kesalahanmu,” pria bertopi cap hitam di sebelahnya menggeleng sambil merengkuh perempuan itu. Sesekali ia menghapus air mata di pelupuk matanya.

“Ya, jika aku tidak membuatnya dan menjualnya ke orang jahat itu semuanya tidak-“

“Hentikan, Cas. Kehidupan semuanya masih menjadi rahasia, sekalipun kau bisa merasakannya. Itu hanya sekian persen. Ah, aku juga terlambat menyadarinya,” pria lain yang berambut gondrong serta wajahnya masih memiliki beberapa bekas luka dan berdiri di samping perempuan berambut pendek berbicara lagi.

“Hera tidak akan marah padamu, Sean. Dia sudah tenang sekarang di surga,” perempuan berambut pendek itu berbicara.

 

Sean bangkit berdiri dan menghapus air matanya, “Terima kasih, kalian.” Ia sekali lagi menatap nisan putih yang berbentuk salib bertuliskan ‘ Anastasia Hera Kusumaningtyas '.

 

“Lalu, Cas, lukisanmu tidak salah apa-apa. Sudahlah, aku bahkan sangat bersyukur tidak kehilangan keluarga lagi. Saat terbangun bahkan aku kira akan kehilangan Kak Han. Benar-benar kasus yang gila. Tetapi semuanya sudah berlalu, sekarang adalah lembaran baru,” pria itu berusaha tersenyum, menghibur Cassie dan Han yang mulai merasa bersalah lagi. Mereka berjalan keluar dari kuburan, menuju mobil Kei yang terparkir di luar.

“Cas, aku baru memperhatikan hiasan rambutmu … ah, kau sudah memaknai pemberian Kei dengan benar rupanya,” Han memulai pembicaraan di dalam mobil.

“Aku sudah tahu dari awal arti sesungguhnya. Ya ‘kan Kei?” jawab Cassie sambil melempar senyuman sok manis pada pria yang duduk di kursi kemudi sebelah kanannya.

“Ei, kau dahulu mengira aku memberikan benda itu untuk meminta maaf. Tahu dari awal bagaimana,” Kei berkata dengan nada pura-pura kesal, lalu tertawa kecil, “tak apa lah, lagi pula cara penyampaiannya juga tidak benar. Melihat akhirnya kau sadar maksud terselubungku dari hadiah itu sudah cukup menjadi hadiah ulang tahun terbaikku.”

Sean hanya termangu dan menyunggingkan senyuman melihat tingkah Kei dan Cassie, “Hadiah ulang tahun yang bagus ‘kan Kei? Ah, kalian begini mengingatkanku pada kencan pertamaku dengan Hera.”

“Ah, kami tidak bermaksud-“

“Tak apa, tak apa,” sahut Sean sambil tertawa kecil setelah melihat mereka berdua agak khawatir, “aku tidak masalah. Tetapi, kita bisa segera berangkat ‘kan?”

 

“Hm, entahlah, aku benar-benar tidak keberatan, sih, bekerja lagi. Bagaimana dengan kalian, Kak Han, Kak Sean, Cassie? Kalian benar-benar terhitung baru keluar dari rumah sakit setelah … yah, kalian tahu, lah,” Kei yang sudah ada di kursi kemudi bertanya pada rekannya.

“Hei, aku yang menerima kasus itu dengan persetujuan mereka berdua saat kamu masih tidur. Lagi pula, itu hanya kasus kehilangan dan ia menjanjikan bayaran yang besar, lebih dari cukup untuk melanjutkan operasional kita. Oh, ya, sebelumnya, turunkan Yuna di kantornya sebelum bertemu dengan klien kita,” sahut Han.

“Baiklah, kita akan ke tempat klien kita, Fajar Satria,” Kei menyalakan mesin dan segera mengendarai SUV hitamnya menjauh dari tempat itu. Mereka siap membuka lembaran baru di catatan kasus tim mereka.

 

Terpopuler

Comments

🌻Ruby Kejora

🌻Ruby Kejora

ruby mampir ya kk

2021-01-23

1

HIATUS

HIATUS

ak baca sampai sini dlu thor, btw cerita nya bikin penasaran🤩
mngat up nya💪

2020-06-29

1

writer in box

writer in box

Salam dari iya dia istriku kisah suci cinta Arlannpada istrinya yang menderita ganguan jiwa/skizofrenia

2020-06-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!