Mendengar semua tuduhan ini membuat kepalaku kembali pusing. Semua orang yang berada di sana menjadi sangsi terhadap Kak Han. Tetapi, aku juga tidak dapat menerima kenyataan kalau memang Kak Sean terlibat dalam persekongkolan Werewolf. Sayup-sayup aku mendengar suara langkah kaki dari dua manusia.
"Kak Han, Kak Sean!"
"Han!" secara bersamaan aku dan Kak Yuna meneriakkan nama mereka.
"Apa maksud semua ini, kak? Dia benar-benar bersekongkol dengan Werewolf yang menyakiti Cassie? Aku kira kau orang baik, kak," aku mendatangi Kak Sean dengan langkah yang terhuyung, mataku langsung tepat mengarah ke matanya.
"Aku terpaksa bersekongkol Kei, entah ada apa aku dimasukkan ke grup mereka, padahal tidak satupun dari mereka aku kenal," jawabnya.
"Sungguhkah seperti itu? Kalau memang kau pihak kami, mengapa tidak kau beberkan grup itu pada kami?" aku kembali bertanya kepadanya, mengeluarkan semua yang ada dipikiranku tentangnya.
"Tidak bisa Kei, aku sebenarnya sangat ingin. Namun, salah satu dari mereka selalu mengawasi kami semua. Dia memintaku untuk diam karena aku menolak membantu mereka. Kalau aku sampai membuka ini maka kalian akan mereka serang. Aku hanya ingin kalian semua tidak terluka olehnya! Tetapi bungkamku tidak ada gunanya sekarang. Janji itu, telah dinodai dengan darah Cassie. Lebih baik aku menyerahkan diri," mulutku tidak bisa berkata-kata lagi. Ternyata selama ini Kak Sean dihadapkan dengan pilihan berat.
"Lagipula Kak Han sudah tahu bagaimana untuk memanfaatkan eksekusiku ini," kata Kak Sean tenang, tetapi aku tahu dia merasa takut.
“Tetapi kau masih sangat berguna di sini, Kak. Mengapa tidak lemparkan saja dahulu pada yang lain?” aku mencoba menyampaikan ideku pada Kak Han dan Kak Sean.
“Yang lain? Kau punya kandidat lain?” tanya Kak Han penasaran. Aku berputar arah untuk mengambil buket bunga dengan pesan di dalamnya.
"Ini buket bunga yang dibawa oleh Dimas, setidaknya aku meyakini begitu ....”
“Ini menurut keyakinanmu?”
“Ya, bagaimana lagi? Dia hanya datang bersama Dion. Orang itu sudah aku buang jauh-jauh dari daftar tersangka kita karena ternyata ia benar-benar Seer. Kalau kau menanyakan bukti ia membawa buket bunga dengan pesan mengancam, bacalah pesan itu,” aku kembali duduk,”dan aku rasa kita harus kembali ke ruanganku. Ada banyak hal yang harus aku bicarakan dan ruang tunggu terasa tidak aman bagiku. Langkah pertama, aku mohon kalian semua matikan smartphone. Aku sangat memohon.”
***
"Jadi aku meminta kalian mematikan smartphone karena aku curiga si moderator menyadap—tidak, dia meretas smartphone semua yang bermain di grup itu dan aku tidak luput darinya,” pria itu melempar ponselnya ke atas nakas dan beralih pada laptopnya yang sudah berada di atas kasur, “Untungnya laptopku tidak ikut diretas.”
“Jadi ... hanya itu yang ingin kau bicarakan dengan kami? Kau cuma mau pamer laptopmu yang canggih itu tidak diretas? Wow, aku terkesan, Kei,” Tika melipat tangan dan menunjukkan wajah datar.
“Hei, hei, aku belum selesai bicara, Tika. Jadi, sebenarnya informasiku yang pertama tidak terlalu berguna karena ada sekian ratus orang yang dapat meretas smartphone di negara ini. Aku akan menyampaikan apa yang kudapat dari smartphone Cassie, selain perannya, tentu saja.” Kei memutar laptopnya agar dapat dilihat oleh rekannya yang lain.
“Werewolf mengirim pesan lewat moderator, bagaimana ini mungkin?”
“Kau tahu tentang ini Kak Sean? Kau Traitor ‘kan?” tatapan Kei mengarah pada Sean. Pria itu hanya terdiam dan mematung.
“Katakan sesuatu jika kau benar-benar memihak kami!” Kei menggertak, tetapi, tak lama kemudian memegangi kepalanya dan mengerang.
“Kei!”
“Aku baik-baik saja, jangan mengasihaniku,” Kei mencegah Sean mendekati dirinya, “Baiklah jika belum mau membuka itu. Aku akan pindah topik menuju ke Dimas.”
“Kau benar-benar ingin menuduhnya?” Han mengangkat satu alisnya mendengar tuduhan itu.
“Dia sudah mengancam dan satu-satunya orang yang bisa dituduh adalah dia karena aku mempercayai Dion sebagai Seer,” kata Kei.
”Mengapa kau bisa sangat mempercayai Dion yang kau benci itu? Apa dasarnya? Apa itu karena peran tersembunyimu?” Han mendekati Kei untuk mengonfirmasi alasan rekannya untuk menuduh Dimas.
“Bisa dikatakan seperti itu, dan lagi pula penerawangannya benar,” pria itu memberikan pembelaan sekali lagi.
“Kau mempercayai Dion? Wah, padahal saat itu kau benar-benar tidak punya ampun untuk Liya. Kau menyesali keputusan yang berasal dari amarahmu, bukan?” Yuna membuka mulut dan menatap Kei dengan lembut, seakan-akan ia adalah saudaranya sendiri.
“Itu benar, Kak, aku menyesal. Aku tidak seharusnya mendahulukan emosi. Lalu, Kak Han, bagaimana kau bisa percaya 100% kalau Eddy itu Doctor?” giliran Kei yang bertanya. ”Melalui dia Cassie bisa selamat, tidak mungkin juga ‘kan dia Serial Killer,” Han memberi alasan.
“Satu-satunya tertuduh adalah Dimas sekarang. Eksekusi dia, orang itu lebih berbahaya dari Kak Sean.” Tika tiba-tiba menimpali.
“Jangan berpikir pendek, Tika. Kau tidak mau mengulangi kesalahan yang sama ‘kan? Kau juga, Kei. Sekarang lihat ini, Dimas yang menyerahkan bukti ini padaku,” Han menaruh kertas tua yang sudah kusut di atas laptop rekannya itu,”Dia bilang menemukan ini di meja Dion.”
Kei membaca tulisan di kertas itu berulang kali kemudian memberikan pandangan meminta penjelasan pada Han, “Dion mencuri kalung Cassie saat itu? Kak, berpikirlah baik-baik. Untuk apa juga Dion membunuh orang tua kalian, tetapi, di saat yang bersamaan mau menampung kalian? Memang sih, dia bertindak gegabah saat itu tetapi ... mencuri untuk membunuh? Lagipula kalau dia bukan Seer, keberuntungan macam apa yang bisa membuat dia menuduh orang yang benar saat kepala tim penyidik mereka saja salah.”
“Aku juga sama bingungnya saat ini. Dion bisa dicurigai karena obsesinya dahulu terhadap adikku. Salah satu dari mereka pasti berbohong, bukti yang sudah terkumpul semuanya mengarah ke mereka, dan satu-satunya kunci adalah sang Kepala Tim. Ada banyak kemungkinan yang terjadi pada mereka dan kita tidak bisa percaya begitu saja pada mulut mereka. Saat ini yang pasti hanya Sean ....”
“Dan sebentar lagi waktuku habis. Sebagian besar warga memutuskan untuk mengeksekusiku,” Sean menunduk dan menyembunyikan wajahnya yang penuh dengan ekspresi rasa bersalah.
“Han, bagaimana bisa kau yakin Sean seorang Traitor?” Yuna kembali berkomentar.
“Selain pengakuan Sean sendiri, aku secara tidak sengaja menangkap basah dia sedang membuka grup untuk peran Werewolf. Aku benar-benar merasa dikhianati. Jika Sean tidak menjelaskan apa yang sesungguhnya dia alami mungkin semua amarahku sudah aku alamatkan padanya secara fisik. Aku benar-benar marah,” Han duduk begitu saja tanpa alas di lantai itu. Kakinya serasa tidak lagi dapat menopang beban yang ada di kepalanya. Siapa sangka permainan yang tadinya ia remehkan sekarang merusak hidupnya dan juga relasinya?
“Aku akan pergi untuk menyambut hukuman yang seharusnya aku dapatkan dan sebelumnya,” Sean membungkukkan badan sangat dalam untuk beberapa saat sebelum kembali tegak dan memperlihatkan wajahnya yang penuh penyesalan, “Maafkan aku karena membuat Cassie seperti ini.”
Sebelum pergi, pria itu meletakkan dua buah tabung kaca dengan ujung runcing di atas laptop Kei kemudian mengangkat kakinya dari ruangan itu tanpa ada seorangpun yang mencegah. Sean melangkah menuju parkiran basement rumah sakit itu tanpa ragu sedikitpun walau ia tahu sebentar lagi ‘kematian’ akan datang menjemputnya.
“Bersiap-siaplah, Kei.” Han kini sudah bangkit berdiri di samping Kei.
“Jadi, ini idemu untuk memanfaatkan kematian Kak Sean?” kalimat yang keluar dari mulut Kei langsung disambut tatapan terkejut dari Yuna, Tika dan juga Han.
“Kei ... itu ....”
“Terdengar agak kejam? Tetapi memang ini yang sedang kita lakukan, bukan?”
“Aish, lain kali aku harus menumpulkan lidahmu. Kerjakan saja bagianmu, kita harusnya bisa menjerat sesuatu yang bagus hari ini.” Sementara di basement, Sean sudah menunggu di samping motornya. Matanya sesekali memastikan kedatangan sang eksekutor dan melihat jam di ponselnya.
“Pukul empat kurang satu menit,” dengan cepat jarinya menekan tombol kirim di suatu roomchat sebelum bunyi tembakkan dan sebuah jarum yang mengambil kesadarannya menembus kulitnya.
The picture has been sended.
Werewolf Moderator -Werewolf Game- : Warga memutuskan untuk mengeksekusi Fr. Sean P.
***
Eksekutor itu melepas sarung tangannya dan menata kembali senjatanya ke dalam laci. Aku memperhatikan sandera baru yang di bawannya, “Kau menggunakan racun yang sama dengan Werewolf?”
“Itu keinginan ‘The Watcher’. Kita diawasi, Moderator Bot, secara terang-terangan membelot pada mereka akan membuat kita terbunuh,” ia mendekatkan wajahnya padaku dan menekankan setiap kata-katanya dalam nada rendah.
Aku hanya dapat tertawa getir, “Dan mengorbankan orang -orang yang sudah telanjur membenci kita tanpa tahu adanya ‘ The Watcher ’ demi diri kita sendiri?”
“Sayangnya, satu-satunya yang bisa menghentikan ini semua para pemain sendiri. Tak salah juga aku memilih tim Han sebagai kunci. Mereka benar-benar dapat diandalkan dan dipercaya oleh rakyat,” sang Eksekutor akhirnya duduk di sampingku.
”Tunggu sebentar, mengapa kau tidak menaruh Sean di sisi kita? Bukankah dia mempunyai peran baik?” Zico menatapku dan si Eksekutor bergantian.
Kata-kata itu disahut oleh Eksekutor, “Dia Traitor.” Sekilas aku bisa melihat wajah terkejut para sandera sebelum tangan dingin si Eksekutor menepuk pundakku. Aku hanya memberinya tatapan heran.
“Ini waktu ‘The Watcher’ mengawasi kita, jadi aku tidak bisa berterus terang tadi. Mari kita membelot pada Villager,” ia berbisik di telingaku.
“Apa?” aku hampir tidak percaya dengan pendengaranku.
“ Ayo kita membelot dari makhluk berbulu itu. Kau menginginkan itu ‘kan?”
***
“Jadi kau ingin menemuiku untuk memberi bukti? Kalian benar-benar terlalu baik,” kata Dion sambil menyahut kertas yang ditunjukkan teman lamanya, Han.
“Aku melakukan ini agar kita tidak diboikot polisi-polisi busuk itu, kau tahu sendiri ‘kan?” pria itu tersenyum simpul.
“Aku tahu, terima kasih atas ini. Sebagai bukti aku masih memegang janji, aku beri kertas kosong ini dan foto kertas terbakar,” Dion memberi Han sebuah kertas kecil yang tampak bersih dan mengirimkan sebuah foto di roomchat mereka, “Sudah lama aku tidak mengirim pesan padamu.”
“Ini semua dari TKP di dalam gedung?” tanya Han memastikan.
“Ya, si Tua itu tidak mau memeriksa kertas itu karena ia beranggapan itu tidak menunjukkan apa-apa jadi aku berikan saja padamu. Semoga dugaannya salah,” Dion menepuk punggung Han, “Semoga kau berhasil.”
Kei menghela napas untuk kesekian kalinya. Mata kecokelatannya sesekali mengedarkan pandang ke ruangan itu sebelum kembali pada wajah pucat Cassie yang ada di hadapannya.
Sorot matanya berubah sendu, mulutnya berusaha merangkai kata-kata, “Halo … Cas. Ini aku … Kei.” Sapaan Kei disambut oleh suara dari monitor pasien di samping Cassie. Kedua mata perempuan itu perlahan terbuka dan menatap Kei sambil tersenyum dibalik face mask. Namun, tak lama kemudian kembali terpejam. Pria itu lagi-lagi terdiam, setelah matanya bertemu dengan mata Cassie, ia menelusuri setiap selang yang tersambung dengan tubuh sahabatnya itu.
“Tak apa, Cas. Tidak perlu memaksakan diri. Mengetahui kamu bisa mendengarkanku saja sudah membuatku senang.”
Ia lagi-lagi menghela napas, “Aku kira sepuluh tahun lalu adalah pertama dan terakhir kalinya kau masuk ruang ICU. Ternyata aku salah besar. Aku benar-benar tidak tega melihatmu begini.” Cassie lagi-lagi membuka matanya dan menuluri sekitar. Kedua mata sendu itu kembali berhenti di Kei.
“Kau mencari Kak Han? Dia sedang mengumpulkan bukti untuk menangkap Werewolf itu … Kau pasti bisa melewati yang satu ini, Cassie … Bertahanlah setidaknya untuk kakakmu,” tangan Kei yang bebas dari selang infus hendak meraih tangan kanan Cassie yang tertancap selang infus tetapi kembali mundur, “Sial. Aku hampir lupa peraturan. Maafkan aku, Cas. Intinya, jangan pikirkan apapun, jangan khawatirkan apapun, jangan takut, aku akan selalu melindungimu. Cepatlah pulih.”
Kei lalu berjalan keluar ruang ICU setelah melepas jubah hijau yang dipakainya sebagai pelindung pakaiannya dibantu oleh beberapa perawat di sana. Matanya kembali mencuri pandang pada sahabatnya yang tertidur di atas ranjang rumah sakit.
“Kei,” sebuah suara lembut menyapanya dari ruang tunggu.
Ia mengenali suara itu dengan baik, “Kak Tasha, kau kemari.”
“Ya, aku sekalian mengunjungi kalian berdua karena Kak Han dan juga kepolisian memintaku untuk memeriksa TKP Sean,” kata perempuan itu berterus terang.
Kei mendekati Tasha, “Matikan smartphone -mu dan ikuti aku.”
Sementara itu, perdebatan kecil terjadi di kantor polisi, bagian penyidik.
“Han? Kau mempercayainya setelah kartu busuk salah satu anggotanya terkuak?” Haryo menatap lurus ke mata Dion.
“Buktinya selalu akurat, lagi pula dia berterus terang. Tidak seperti Anda,” balas polisi muda itu tajam.
“Lalu kau ingin aku apa? Merusak reputasi kepolisian dan nama baikmu dengan cerita jujur bahwa kau meneror adik sahabatmu sendiri karena nafsu?”
“Pak, terima saja ini. Turunkan gengsi Anda.”
“Berikan itu pada Dimas,” Dion meletakkan berkas-berkas yang diterimanya tadi dari Han di atas meja kerja Dimas.
“Cermati bukti-bukti itu dengan benar dan jangan ubah satu fakta pun, Dimas. Aku akan memeriksa setengah lainnya. Kalau tidak, aku yang akan mengungkapkan kebusukanmu meski nanti aku juga akan ikut mati bersamamu.”
“Kau mengancam temanmu sendiri? Berani-beraninya, pergilah. Pekerjaanmu sudah selesai. Keluar.” Haryo mengusir Dion.
“Baiklah, Ipda Dion Erlangga keluar. Bekerja sendiri, seperti biasa,” polisi muda itu memberi hormat pada sang senior sebelum mengangkat kaki. Haryo membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Rupanya dua pesan dari tempat yang sama kembali membuat guratan usia menghiasi dahinya.
Werewolf Moderator -Werewolf Game- : Warga memutuskan untuk mengeksekusi Fr. Sean P.
Werewolf Moderator – Werewolf Game--: Daftar Pemain Mati:
- Hera (Villager)
- Helena (Villager)
- Rico (Gunner)
- Wisnu (Bodyguard)
- Arkana (Mason)
- Freya (Lycan)
- Sara (Witch)
- Gavin (Mason)
- Bella (Hunter)
- Zico (Hunter)
- Juno (Bodyguard)
- Liya (Mason)
- Gita (Guardian)
- Lyra (Werewolf)
- Ravika (Guardian)
- Sean (Traitor)
“Sebaiknya surat panggilan Callahan dan Kei ditahan dahulu. Revisi surat itu, tambahkan bagian di mana mereka juga menjadi saksi untuk hilangnya Fransiscus Sean Purnama Adi.”
***
“Sial! Sial! Sial! Dia benar-benar celah bagi Werewolf! Moderator ini benar-benar mempermainkanku!” aku meluapkan kekesalan pada meja di sekitarku. Rasanya seperti dipermainkan seorang amatir.
Segera saja aku mengirim voice note pada keparat itu, “Kau sengaja memberiku Tratior si Sean itu agar aku kalah, ya? Benar-benar jenius ternyata dirimu ini. Kita lihat, sampai mana dirimu akan bertahan.” Aku akui dia memang genius, tetapi, aku masih punya cara untuk mempertahankan kawananku.
“Bersiaplah malam ini! Ha, ha, ha!”
***
Aku tidak dapat menyembunyikan rasa bahagiaku ketika melihat Werewolf dan Han melemah bersamaan. Sudah aku bilang, Werewolf tidak akan menang melawanku. Sendiri jauh lebih baik dibandingkan berkelompok seperti itu. Malam ini, tuailah apa yang sudah kalian tanam, makhluk terkutuk!
***
“Lihat ini, tulisan di dua kertas ini mirip, bukan?” aku menyodorkan dua kertas yang ditulis tangan oleh si Serial Killer dengan tinta tidak terlihat yang kini sudah terbakar itu pada Tasha. Ia memperhatikan kertas itu dengan seksama.
“Entahlah bagaimana menurut kalian. Namun, menurutku tulisan itu ditulis oleh orang yang sama. Untuk menguatkan, mungkin aku bisa melakukan sedikit pengujian dengan pemindai nanti,” Kak Yuna menyahut.
“Ini terlihat seperti ditulis oleh orang yang sama dan lucunya tidak asing bagiku,” Tasha menyipitkan matanya beberapa kali dan mengetuk-ketukkan jari ke kepalanya, ia mencoba mengingat sesuatu, “Mungkin aku pernah melihat di antara file-file kerjaku. Nanti aku cari. Aku percaya file itu bisa membantu pemindaianmu dan mengkerucutkan tersangka.”
Aku mengangguk, “Bagaimana bukti yang waktu itu dibawa Kak Han?”
“Darah Werewolf? Aku benar-benar tidak menyangka DNA serigala kuat di sana. Aku kira manusia serigala hanya dongeng khayalan, ini semua gila,” Tasha menyandarkan diri pada dinding rumah sakit.
“Aku setuju, tidak pernah sekalipun aku terbayang terjebak dalam kasus segila ini, kakak tingkatku yang sangat aku percayai berperan sebagai pengkhianat, Cassie terluka, aku juga terluka, sorot mata sedih Kak Han, si Werewolf sialan yang ternyata adalah orang yang sangat aku kenal … dan yang paling membuat aku marah adalah … bagaimana bisa semua bukti yang dikirimkan Kak Sean hanya menuduh satu orang? Padahal masih ada 2 Werewolf lagi yang hidup! Aku juga merasa gagal dengan semua ini, aku tidak berhasil mendapatkan nama satu anggota misterius itu.” Aku melepaskan semua kekesalanku dan membiarkan kedua tanganku melampiaskannya dengan menarik rambutku.
“Hentikan, Kei,” sebuah tangan menggenggam erat pergelanganku, “Kalau kau masih ingin punya rambut, hentikan. Helai rambutmu yang tercabut tidak akan menyelesaikan kegilaan ini.”
Aku menghentikan kegiatan menjambak rambutku dan menatap kakak Cassie itu, “Kak Han.”
“Aku tahu kau merasa kacau tetapi jangan menyakiti dirimu sendiri,” ia membelai rambutku seperti ia melakukannya pada adiknya sendiri.
“Tidakkah Kak Han marah dengan bukti yang satu ini atau denganku yang tidak bisa mendapatkan nama Werewolf yang lain?” aku menatap Kak Han.
“Tidak, aku tahu kau tidak sedang begitu sehat. Sekarang yang terpenting, kita bisa mengeksekusi satu orang yang benar-benar bersalah.”
***
Jarum jam panjang perlahan bergerak menuju angka 12 sementara jarum pendek sudah berada di angka tersebut. Seorang perempuan dengan potongan rambut di atas bahu sedang duduk di halaman rumahnya, mengamati langit malam. Tangannya tidak lepas dari kuas dan kanvas yang sudah mulai berwarna. Telinganya tiba-tiba menangkap suara gaduh dari dalam rumah. Ia bangkit untuk menengok apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumahnya. Namun, baru juga ia masuk, Werewolf yang muncul dari balik pintu menyuntikkan sesuatu di leher perempuan itu.
“Kau akhirnya menjadi milik kami,” kata makhluk itu di tengah geramannya. Tak lama kemudian, geraman makhluk itu berubah menjadi geraman kesakitan. Perlahan, wujud setengah serigala itu berubah menjadi sesosok pria biasa.
“Penawar itu ternyata berhasil, hebat,” pria lain yang berpakaian serba hitam berdiri tidak jauh dari sana, dia adalah Serial Killer. Pria Werewolf itu segera menyerang si Serial Killer.
“Tidak secepat itu, Werewolf, atau aku harus panggil, Rangga,” pria serba hitam itu tersenyum dibalik masker hitamnya. Ia mengeluarkan pisau yang diambilnya dari dapur rumah itu dan mulai menyerang Rangga.
“Bagaimana kau tahu?” Rangga bertanya di tengah usaha menghindari serangan pria misterus itu. Tidak ada jawaban. Sesekali, Rangga dapat melayangkan serangan balas pada lawannya. Ia meninju perut dan menendang kaki pria itu. Namun, tidak butuh waktu lama bagi si Serial Killer untuk membalikkan keadaan.
Saat Rangga mulai lelah karena gerakan menghindarnya, Serial Killer melancarkan dua tusukan. Satu pada perut lainnya menyasar jantung lawannya. Jatuhnya Rangga diiringi dengan teriak ketakutan si perempuan yang sedari tadi menonton dalam diam. Serial Killer mengambil kartu peran milik Rangga dan membakarnya sampai menjadi abu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
NakamotoYuta
mmps kau
2020-05-11
2
Alensa
padahal baca sampai chap vII bagoos
2020-05-07
4