Chapter IV: Our Red String (Part 2)

“Tidakkah kau memperhatikan semua orang yang ada di grup itu, Kak Han? Bukan hanya tersangkanya saja yang berhubungan dengan kalian. Semua orang di grup ini juga,” kataku pada Kak Han yang berusaha bersandar pada jok mobil dengan tenang.

“Mungkinkah Moderator ini seseorang yang mempunyai dendam pada kalian?” lanjutku.

 

“Dendam? Terdengar kekanak-kanakan sih, hanya karena dendam padaku dan Cassie lalu membunuh dan menculik relasi kami. Kei, berpikirlah lebih jauh,” Kak Han menaruh kedua tangannya di pundakku.

“Hanya itu yang bisa aku pikirkan. Jika Moderator mengendalikan segalanya bukan tak mungkin dia menyuruh para penjahat ini untuk melakukan hal\-hal itu dan ingat bagaimana dia mengancam kita? Itu menguatkan dugaanku,” kataku meyakinkan hipotesisku atas kasus ini.

 

“Mungkinkah Moderator itu orang yang kita kenal baik?” tanya Kak Han lagi.

“Bahkan mungkin orang yang aku kenal baik,” aku menghempaskan diri ke jok pengemudi.

“Bagaimana kau bisa berpikir begitu?” ia memasang wajah selidik.

“Ia tahu apa yang sedang aku lakukan di dalam rumah! Padahal aku tidak memasang CCTV di dalam kamarku,” kataku sambil mengacak rambut karena kesal.

“Jadi, kau pikir dia adalah orang yang dekat denganmu karena tahu rutinitasmu? Kalau begitu dia juga orang dekatku dan Cassie. Kami mendapatkan pesan ancaman dari Moderator.”

“Kalian membicarakan pesan ancaman?” Kak Sean yang masuk secara tiba-tiba berhasil membuatku terkejut. Aku hanya mengangguk sambil mengatur napas sebagai jawaban.

“Aku mendapatkannya juga, dua kali.”

“Aku juga dua kali dan Cassie mungkin satu kali, setahuku,” sahut Kak Han.

“Baiklah, ada dua kemungkinan. Pertama, orang itu benar-benar dekat dengan kita. Kedua, dia orang yang memiliki kemampuan sepertiku.”

“Atau itu memang kamu, Kei?” Kak Sean mengejutkanku untuk kedua kalinya.

Aku mengerutkan dahi, “Apa maksudmu, Kak?”

“Sean, bagaimana kau bisa menuduh seperti itu?” Kak Han juga melakukan gestur yang sama denganku.

“Bukankah kau bilang kemampuan IT-mu tidak terkalahkan di kota ini? Siapa lagi yang bisa melakukan pengintaian seperti ini selain kamu?”

“Oh? Begitu, Kak? Kalau kau pikir begitu bagaimana mungkin aku mau membantu kalian? Ini jelas tidak berdasar,” seruku karena tidak terima dengan tuduhan yang dilayangkan oleh Kak Sean.

“Lalu siapa lagi yang bisa hal seperti ini selain kau? Bisa jadi selama ini kau berpura-pura,” sanggahnya lagi.

“Pura-pura selama 10 tahun? Mana mungkin aku tega berpura-pura pada kalian, Cassie juga? Apakah selama ini aku bekerja bersama kalian masih terlihat kurang tulus, hah? Jika aku memang dendam pada kalian, terutama Kak Han dan Cassie pasti aku akan membiarkan saja-“

“Cukup! Kalian boleh krisis kepercayaan pada dunia luar karena kasus ini, tetapi, kalian tidak bisa menuduh patner kalian tanpa bukti seperti ini.” Kami berdua diam dan menunduk karena menyesal.

“Kak Sean boleh cek laptopku kalau memang kau benar-benar mencurigaiku,” aku menyerahkan laptopku pada Kak Sean. Jelas saja aku tidak akan tega menggunakan kepintaranku untuk meneror seperti itu, apalagi aku tahu bagaimana masa lalu Cassie dengan pesan bernada mengancam seperti itu. Namun, salah satu pertanyaan Kak Sean ada benarnya, sih. Kalau bukan aku pelakunya, lalu siapa? Siapa sebenarnya Moderator ini? Apakah hipotesisku ada benarnya? Dia adalah seseorang yang aku kenal baik?

***

“Sera yang malang, dia bahkan baru saja meraih popularitasnya. Dunia ini benar-benar sudah rusak,” pria dengan setelan jas itu mengoceh ketika berita tentang kematian seorang designer muda yang sedang naik daun disiarkan oleh salah satu stasiun TV. Seorang perempuan yang mengenakan asimethric off-shoulder berpadu dengan short jeans pants duduk di jok belakang bersama beberapa lukisan hanya dapat mendengarkan ocehan itu tanpa bereaksi sedikitpun.

“Apa kakakmu mengambil kasus ini juga, Cassie?” pria itu mencoba berkomunikasi dengan perempuan itu.

"Iya, dia menyelidiki kasus itu. Begitu juga kasus penikaman seorang pria yang terjadi di rumahnya sendiri,” jawab Cassie.

“Grup Werewolf Game,” pria itu tiba-tiba menyebutkan nama sebuah grup permainan, “Kau ada di grup itu juga ‘kan?”

“Iya, kau benar. Apakah kau punya informasi terbaru?,” kata-kata itu meluncur dengan mulus dari mulut perempuan itu.

“Tidak, tidak, aku tidak punya. Hanya ingin membuka pembicaraan denganmu. Ah, mari kita jangan bicarakan hal ini. Grup itu membuatku merinding karena moderatornya….”

“Aku paham, tidak perlu diteruskan,” perempuan itu mengalihkan pandangannya keluar kaca mobil. Gedung-gedung menghiasi pinggiran jalan. Namun, pikiran Cassie tidak tertuju pada bangunan itu, tetapi pada kasus Werewolf Game. Ia mencoba memikirkan beberapa kemungkinan orang yang menaruh dendam pada dirinya atau kakaknya. Beberapa nama muncul di kepalanya dan ia mencoba menyaring nama-nama itu.

“Cassie.”

Perempuan itu membelalakkan mata karena panggilan dari pria itu, “Ya? Ada apa?”

“Sebentar lagi kau tiba di galeriku.”

Sementara itu, di sebuah studio tari di tengah kota. Seorang perempuan mematung di depan cermin besar sambil memandangi pantulan dirinya.

“Lyra!” seseorang memanggil namanya. Perempuan itu tetap tidak bergeming. Ia mengangkat tangan kirinya yang memegang ponsel sampai setinggi telinganya. Lyra mencoba menghubungi seseorang, tetapi kembali mendapatkan kegagalan.

“Maaf, nomor yang Anda tuju….”

“Kau sebenarnya ke mana, Freya? Menghilangmu tidak berhubungan dengan grup itu ‘kan?” ia bermonolog. Rupanya Lyra mencoba menghubungi Freya, rekannya yang menghilang sore kemarin.

“Lyra!”

Perempuan itu akhirnya merespon panggilan dari temannya, “Apa?”

“Mau sampai kapan kau seperti ini? Sudahlah Lyra, biarkan pihak yang berwenang saja yang mengurus ini,” teman Lyra itu merangkul tubuhnya. Lyra menghela napas kemudian memperhatikan kesepuluh jari di dua tangannya.

“Aku harus memotong kuku ini sebelum mencederai penari lain,” Lyra membuat keputusan, “Terima kasih juga sudah menenangkanku.”

“Sama-sama, aku akan merapikan kukumu ini. Lihatlah, ujungnya tidak rata dan terlalu panjang.“

“Kau terlalu baik, tidak, terima kasih. Aku bisa melakukannya sendiri, kok,” Lyra tersenyum pada perempuan itu, “Sebagai balasan nanti aku datang untuk melihatmu bernyanyi di café. Sepertinya aku perlu menenangkan diri.”

Sean menatap wajah pucat mayat korban penikaman di atas meja autopsi dengan nanar, “Seberapa dalam luka tikamannya?”

“Sangat dalam, pisau itu mengenai usus halus, usus besar, hati, serta jangan lupakan tikaman di jantung, itu sangat fatal. Lebih buruknya lagi karena pisau tersebut dicabut oleh pelaku, itu memperparah lukanya. Sama seperti korban pemikaman sebelumnya. Oh, ya, selain itu ada luka pukulan benda tumpul di kepalanya,” seorang wanita yang merupakan dokter forensik di lab tersebut.

“Luka benda tumpul? Apa itu ada hubungannya dengan ini?” Kei yang berdiri di sebelah Sean menunjukkan pecahan beton yang ia dapatkan dari TKP.

“Sepertinya iya, kami menemukan serpihan beton di rambut korban,” lanjut dokter itu.

“Sebelumnya pelaku tidak memakai cara ini. Ada apa sebenarnya? Apakah pembunuhnya orang yang berbeda dengan dua kasus sebelumnya?” Han mempertanyakan metode baru yang dipakai oleh pembunuh.

“Dilihat dari pola tikamannya sepertinya orang yang sama,” sanggah dokter itu, “itu karena korban balas menyerang. Namun, tidak ada jejak pelaku di tubuh korban. Pembunuh ini benar-benar melakukan semuanya dengan bersih.”

“Gavin benar-benar barista yang malang. Ia tidak tahu apa-apa tentangku di akademi kepolisian. Ia hanya teman dekatku saat SMA.”

Drrrt… drrt... Drrt...

Werewolf Moderator -Werewolf Game-: Siang hari, pemain dipersilakan berdiskusi siapa Werewolf atau Serial Killer-nya. Diskusi selesai pada pukul 3.55 sore dan eksekusi akan dilaksanakan setelah vote selesai. Kalian memiliki waktu 5 jam mulai dari sekarang.

Tiga orang di ruangan tersebut mendapat pesan yang sama di ruang chat yang sama. Mereka saling berpandangan setelah membaca pesan itu.

“Baiklah, terima kasih, Tasha, telah mau membantu kami,”Han menjabat tangan Dokter Tasha dan tersenyum.

“Sudah menjadi tugasku. Oh, ya, sampaikan salamku pada adikmu,” kata Tasha sambil membalas senyuman Han.

“Jaga dirimu, Tasha. Kami sangat membutuhkanmu.”

Di ruang bawah tanah sebuah rumah yang jauh dari pusat kota Anagapura, seorang pria berusia 27 tahun mengusap benjolan kecil di kepalanya.

“Benjolan sekecil itu tidak akan mengurangi IQ-mu ‘kan?” seorang pria berdiri di sampingnya sambil tertawa kecil.

“Mungkin akan mengurangi benerapa sel otakku, tetapi aku bersyukur kau tidak membunuhku,” balas pria itu sambil tetap menatap layar monitor.

“Yah, kalau kau memberontak lebih dari itu mungkin kau akan mati di tanganku,” pria yang berdiri melangkah ke laci tempat ia menyimpan senjatanya.

“Kau sudah siap mengeksekusi meskipun sesi diskusi baru di buka?” pria 27 tahun itu memalingkan wajahnya ke arah laci senjata.

“Tidak, hanya memeriksa senjata yang aku miliki,” sanggah pria itu sambil mengamati senjatanya satu persatu.

“Kau jelas membeli semua itu secara ilegal. Kau akan dihukum sangat berat atas semua kejahatan ini,” pria muda berseragam polisi dengan tangan dan kaki yang terikat mengomentari kepemilikan senjata api sang Moderator sekaligus Eksekutor.

“Kau tahu banyak ternyata soal senjata api dan hukum,” balas si Eksekutor dengan tertawa.

“Itu pengetahuan umum. Kalau kau bukan aparat atau anggota atlet cabang menembak, itu bisa dipastikan ilegal.”

“Aku suka kecerdasanmu, tapi kau jelas tidak mengenalku. Akan ada orang yang akan dihukum lebih berat dari diriku,” ia menutup lacinya dan mengalihkan pandangan ke CCTV yang terpasang di sudut ruangan lalu mengeluarkan senyuman licik.

***

“Baiklah jam berapa ini?” aku melirik jam yang terpasang di dinding. Jarum panjangnya berada di angka 7 sementara jarum pendeknya berada di angka 11.

 

“Setengah 12 lebih lima, masih ada waktu untuk membuat soal logaritma ini dan membersihkan rumah,” aku kembali menatap layar laptop dan meregangkan diri di atas kasur. Hari Minggu memang hari yang bagus untuk bermalas-malasan. Seharusnya begitu, tetapi aku malah terjebak di kamar bersama laptop dan lukisan potret kedua orang tuaku yang baru menghuni rumah ini beberapa jam yang lalu. Ah, Cassie, mengapa aku tiba-tiba teringat masa lalunya?

 

“Kau adik seorang pembunuh!”

“Cassie yang bodoh, kau bahkan masih membela kakakmu itu.”

“Kau ini memang takut pada kamera atau menyembunyikan sesuatu?”

“Hei! Anak Aneh ini fobia kamera!” Kata-kata yang aku lontarkan sendiri, kembali menghantuiku sebagai rasa bersalah.

“Bella, aku tidak pernah berlaku jahat padamu. Tapi mengapa kau menyiksaku dengan membawa benda-benda mengerikan ini?”

“Bella, jawab aku!” Aku bergeming, tetap menodongkan lensa kamera itu padanya dan mulai memerintahkan anak lain memotret Cassie yang ketakutan.

“Tolong!”

Mengingat ini semua, aku tidak dapat memaafkan masa laluku. Namun, bagaimana Cassie yang memiliki ingatan kuat seperti itu tidak mendendam padaku malah justru memaafkanku? Dia bahkan mengkhawatirkanku tadi. Anak itu memang aneh, ia terlalu baik untuk dunia yang kejam ini.

Drrrt … drrrt … drrrt …

Lagi-lagi smartphone-ku bergetar. Segera saja kuambil dan baca chat yang masuk.

Rangga -Werewolf Game- : Tidak… mana mungkin dia melakukan itu.

Zico -Werewolf Game- : Dia seorang perundung dulu. Kau tak ingat?

Fany -Werewolf Game- : Oh, perundung? Tapi jelas tak ada hubungannya dengan Sara.

Zico -Werewolf Game- : Memang tidak, mungkin dia membencinya karena dekat dengan Cassie. Lagipula aku punya bukti kalau dia keluar pada malam itu. Dia bersalah.

Gita -Werewolf Game- : Kau berbicara seakan tak pernah mengejek Cassie. Huh, menjijikkan. Kalian semua bersalah sama seperti Bella.

Yuda -Werewolf Game- : Hei, kalian, relasi Cassie. Aku benar-benar tidak tahu orang yang kalian tuduh. Tapi sepertinya dia mengerikan kalau 10 tahun menyimpan rasa tidak suka. Aku akan menentangnya.

Zico -Werewolf Game- : Anda tidak tahu bagaimana kejamnya orang ini. Ia menyiksa Cassie dengan memanfaatkan fobianya bahkan meninggalkan Cassie saat hilang kesadaran karena ulahnya dan aku tidak terlibat dalam yang satu ini.

Ren -Werewolf Game- : Kalian asal bicara, Bella itu sudah menjadi seorang guru sekarang. Untuk apa susah-susah meneror Cassie kalau sekarang ia menjadi guru yang berguna, tidak seperti Cassie yang hanya seorang pelukis.

Atha -Werewolf Game- : Anda juga harus menjaga ketikan. Pekerjaan pelukis tidak serendah itu.

Aku membelalakkan mata. Namun, mencoba menenangkan diri dan menyusun pembelaan diri. Jelas-jelas bukan diriku yang membunuh Cassie meskipun benar aku dahulu sekejam itu padanya. Yah, masa lalu tidak bisa diingkari memang, tetapi aku sudah memperbaikinya. Tuduhan ini tidak bisa dibiarkan.

Bella -Werewolf Game- : @Zico jangan menfitnahku seperti ini. Hubunganku dengan Cassie baik-baik saja sekarang. Aku baru bertemu dengannya dan bahkan aku tidak mengenal Sara secara dekat. Ini keterlaluan, hentikan.

Aku menghela napas dan kembali fokus pada pekerjaanku. Tenanglah, Bella, itu bukan masalah besar. Mereka akan sadar bahwa tuduhan itu tidak masuk akal.

Zico -Werewolf Game- : Kau masih mau mengelak? Baiklah aku punya bukti.

Bukti? Bukti apa yang sebenarnya dia agung-agungkan itu?

Zico – Werewolf Game- send a picture

Zico – Werewolf Game- send a picture

Aku membuka 2 foto yang dikirimkan Zico. Satu adalah fotoku dalam kegelapan malam itu dan satu lagi story Instagram milik Sara malam kemarin. Lagi-lagi mataku membelalak, bagaimana bisa dia mendapatkannya?

Zico – Werewolf Game- : Ini dirimu ‘kan?

Sialan kau, Zico!

***

“Hanya itu yang bisa kau berikan?” Han menatap perempuan berkacamata itu dengan lekat.

“Benar, aku hanya ingat dia ingin cuti dan menemui kedua orang tuanya pada hari sebelum kematiannya,” perempuan itu membuka mulut lalu menghempaskan diri ke sofa di ruangan itu, “percakapan terakhirku dengannya juga sekedar menanyakan apakah dia sampai dengan selamat.”

 

“Sungguh? Tidak ada gelagat aneh yang ia tunjukkan?” tanya Sean.

 

“Perilaku aneh … oh, dia sering mengumpat ketika melihat smartphone. Biasanya tidak begitu. Mungkin ada hubungannya dengan grup Werewolf Game,” perempuan itu memberikan petunjuk baru.

“Aku ingat, saat itu orang-orang ramai menuduh Arkana, tetapi tiba-tiba saja berpindah ke Rico setelah mengetahui hubungan Rico dan Helena yang sedang tidak begitu baik,” sahut Sean.

“Soal grup itu, aku juga masuk di dalamnya,” perempuan itu kembali berkata-kata.

“Kalau soal itu kami juga sudah tahu, Nona Anna,” Sean menyahut lagi.

“Ah, iya, kalian juga masuk ke grup itu. Baiklah, waktu kalian sudah habis. Aku harus segera bekerja kembali,” perempuan yang bernama Anna itu mengusir Han dan Sean secara halus.

“Terima kasih atas kerja samanya, kalau begitu, Nona Anna.” Sean dan Han membungkuk bersamaan sebelum mengangkat kaki dari kantor tersebut.

 

“Ayo, kita melakukan wawancara pada teman-teman Gavin.”

 

Drrrt… drrrt…

Han mengambil ponselnya dari saku dan melihat notifikasi dari aplikasi chatting itu.

Zico – Werewolf Game- send a picture

Zico – Werewolf Game- send a picture

“Tunggu sebentar Sean, aku harus membuka notifikasi yang menarik ini,” pria 31 tahun itu mengarahkan jarinya pada notifikasi itu untuk mengetahui foto apa yang dikirimkan akun ini. Kedua mata Han membelalak melihat foto yang diklaim sebagai seseorang bernama Bella, perundung adiknya di masa lalu.

Tidak begitu jauh dari kantor perusahaan kripik buah itu, Cassie berdiri di bawah lukisan beraliran impresionisme tentang gambaran berbagai kejahatan di suatu kota berjudul ‘Anagapura Dursana’.

“Sedang mengagumi mahakaryamu, Cassie?” seorang perempuan berbisik dan memegang pundak Cassie.

“Airin, akhirnya kita bisa bertemu lagi di galeri Reevan,” hanya dengan sekali intip, Cassie bisa mengenali perempuan dengan pakaian formal dan rambut yang digulung itu.

“Kau begitu merindukanku, ya?” Airin terkekeh dan menyejajari Cassie.

“Tentu,” sahut Cassie sambil terkekeh.

“Kau dan Atha memang benar-benar pelukis kesayangan Reevan. Bagaimana tidak, lukisan kalian mendatangkan banyak keuntungan untuknya,”Airin ikut menatap lukisan itu.

“Aku kira dia akan menjual yang satu ini,” oceh perempuan berusia 26 tahun itu.

“Harganya melangit begitu beberapa kejadian di lukisan ini sungguh-sungguh menjadi kenyatan. Kejadian pencurian Naga Emas Putih di kantor Walikota itu yang menjadi awal naiknya lukisan itu. Mereka dan juga Reevan jadi percaya kau bisa melihat masa depan. Harganya akan terus melambung jika makin banyak yang jadi kenyataan. Kasus Werewolf itu bahkan ada di lukisan itu, mungkin akan ada orang yang menawar harga lagi bulan ini dan Reevan belum mau melepasnya,” jelas Airin, “Jika kau tidak menggunakan nama alias untuk karya ini pasti dirimu sudah sangat terkenal sekarang.”

“Bagian ‘bisa melihat masa depan’ terlalu mengada-ada. Biasanya firasatku cenderung benar walau kadang meragukan, tetapi melihat masa depan terlalu berat. Aku hanya melukiskan apa yang terlintas di pikiranku dan kau tahu aku ‘kan? Aku tidak ingin dikepung oleh ribuan kamera lagi. Meskipun dengan alasan berbeda tetap saja tubuhku mengeluarkan respon ketakutan,” sahut Cassie sambil kembali memandangi lukisan itu.

“Ya, aku tahu. Kau juga menggambarkannya di sana,” Airin tersenyum.

“Kau jeli sekali.”

“Tentu saja, aku ‘kan kurator lukisan. Masa aku tidak jeli soal lukisan? Apalagi itu lukisanmu. Oh, ya, kamu mau kopi?” Airin tersenyum dan disahut anggukan oleh Cassie.

“Moonglade Café ‘kan?”

“Tentu saja.”

Beberapa menit kemudian mereka telah duduk di kursi café seberang galeri itu. Seorang pelayan menghampiri mereka untuk menawarkan menu.

“Americano satu, latte satu. Terima kasih.”

Klinting!

Mata Cassie tertuju pada pintu masuk café secara otomatis karena suara lonceng itu. Dua pria masuk ke café itu.

“Kak Han dan Sean?” gumam Cassie.

 

"Halo,” suasana café yang tadinya ramai, kini berangsur tenang karena perhatian mereka teralih pada seorang perempuan dengan balutan dress hitam di bawah sinar lampu yang berdiri di atas panggung.

 

“Hari ini saya, Allana, akan membawakan sebuah lagu spesial. Memang lagu ini tidak terlalu familiar untuk beberapa orang. Namun, punya makna tersendiri bagi saya. Kita mulai saja, ‘You've Got To Stand For Something--Aaron Tippin’.” Seperti para pengunjung café yang lain, perhatian Cassie juga teralih pada perempuan itu.

“Kita beruntung, ini jadwal band Allana tampil,” ucap Airin sambil memperhatikan Allana.

“Ah, Allana juga ada di grup itu…,” gumam Cassie. Han dan Sean yang baru saja mengambil tempat juga tersihir oleh kehadiran Allana. Musik mulai mengalun, permpuan itu mempersiapkan diri dan mulai menguasai panggung.

🎵 Now Daddy didn't like trouble, but if it came along

Everyone that knew him knew which side that he'd be on

He never was a hero, or this county's shinin' light

But you could always find him standing up

For what he thought was right🎵

Semua orang di sana mematung, tidak terkecuali Lyra yang duduk di pojok café.

 

“Kau memilih lagu yang bagus, Allana,” gumamnya sambil menyesap capucinno panas. Di meja lain, seorang pelayan menghampiri meja Han dan Sean untuk mencatat menu.

 

“Arabika 2, dan sampaikan pada Mario Irawan, owner café ini untuk menemuiku setelah lagu ini selesai,” kata Han disambut anggukan dari pelayan itu.

“Owner sedang berada di luar kota untuk waktu yang lama,” kata pelayan itu.

“Kalau begitu sampaikan kartu namaku padanya. Aku akan menerima kedatangannya kapan saja,” kata Han ambil menyerahkan sebuah kartu nama.

“Akan saya sampaikan,” kata si pelayan sebelum mengundurkan diri.

🎵 He'd say you've got to stand for something or you'll fall for anything

You've got to be your own man not a puppet on a string

Never compromise what's right and uphold your family name

You've got to stand for something or you'll fall for anything🎵

“Ah, aku ingat harus mengantar beberapa lukisan lagi,” tiba-tiba Cassie menepuk jidatnya.

“Aku akan mengantarkanmu, hari ini galeri sedang tutup karena ada penataan ulang dengan hadirnya lukisan Atha dan lukisanmu yang baru,” Airin menawarkan bantuan.

“Jangan terburu-buru, nanti saja setelah lagu ini selesai.”

🎵 He'd say you've got to stand for something or you'll fall for anything

You've got to be your own man not a puppet on a string

Never compromise what's right and uphold your family name

You've got to stand for something or you'll fall for anything 🎵

Drrt… drrrt.... drrt…. drrt… drrt…

Cassie dan Airin saling berpandangan karena ponsel mereka bergetar bersamaan. Segera saja mereka mengeluarkan ponsel masing-masing. Cassie yang tidak membuka aplikaai chat dari tadi pagi terbelalak melihat jumlah pesan yang masuk. Namun, ia tidak kalah terkejut tak kala melihat isi pesannya.

“Bella pelakunya? Tidak mungkin dia Werewolf. Dia sudah baik padaku dan aku sudah memaafkannya,” Cassie menggumam sambil melihat foto di layar ponselnya.

***

Ingin aku membantah semua bukti ini, tetapi, dia sendiri telah mengakui keaslian foto itu. Jika benar Bella adalah Werewolf itu maka selama ini ia tidak benar-benar menjadi orang yang lebih baik. Semua kebaikannya hanya topeng.

🎵 You've got to stand for something or you'll fall for anything

You've got to be your own man not a puppet on a string

Never compromise what's right and uphold your family name

You've got to stand for something or you'll fall for anything

You've got to stand for something or you'll fall for anything 🎵

“Aku harus menemuinya.”

Terpopuler

Comments

SUSANTA

SUSANTA

Hi, kak. Aku bawa like and rate 🌟 5 nih..😊

D tunggu feedback nya ya kaka..👍👍

Salam dari Cinta dan Kepastian❤❤

Smngattt kakak...💪💪😙😙

2020-07-13

1

🦖 Aniedaa

🦖 Aniedaa

Hallo kak salam hangat aku mampir boomlike rate fav ♥️ semangat terus kak 💪 Tolong saling dukungannya feedback ke ceritaaku "Idol Friends" dan "Dairy Of A School: Me and Yu" 🙏 Terimakasih

2020-05-31

1

🌧🌧Spring Rain🌸🌸

🌧🌧Spring Rain🌸🌸

go cassie go

2020-05-08

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!