Chapter IV: Our Red Strings (Part 1)

“Maafkan aku, ah, Freya yang malang, bagaimana bisa ...,” Cassie menunduk, tidak berani menunjukkan mata sedihnya pada kakaknya juga dua patnernya, “Mengapa orang-orang di grup itu memfitnahmu?” Han tidak menunjukkan ekspresi apapun, manik mata kecokelatannya terpaku pada deretan kata-kata di ponselnya.

Werewolf Moderator -Werewolf Game-: Daftar Pemain Mati:

- Hera (Villager)

- Helena (Villager)

- Rico (Gunner)

- Wisnu (Bodyguard)

- Arkana (Mason)

- Freya (Lycan)

“Freya adalah Lycan, Seer akan menerawangnya sebagai Werewolf. Baik itu Dion atau si Tua itu Seer-nya, dua-duanya masih bisa diragukan dan ironisnya tidak ada yang tahu siapa Seer yang asli,” kata Han dengan nada rendah, “ini bukan salah siapa-siapa. Jadikan saja pelajaran.”

“Sejak kapan Kak Han mulai peduli dengan permainan ini?” Cassie mengangkat kepalanya perlahan dan menunjukkan ekspresi keheranan setelah mendengar kakaknya menyebut permainan Werewolf misterius di grup itu.

“Sejak kami berhasil menguraikan benang merah kedua kasus ini.”

“Han, aku melihat sesuatu!” seru Sean secara tiba-tiba. Han segera menghampiri Sean yang sedang menggunakan kemampuan istimewanya.

“Katakan apa yang kau lihat, Kak,” Cassie segera memgambil posisi untuk menggambar.

“Matanya, mata sang Eksekutor. Ukurannya sedang dan berwarna cokelat gelap dan alisnya, ada luka di alisnya,” jelas Sean.

“Luka di alis?” tanya Kei.

“Ya, luka itu membuat alisnya tampak seperti terbagi dua,” Sean melanjutkan penjelasannya dan Cassie menggunakan imajinasinya untuk menerjemahkan deskripsi patner Han itu menjadi sketsa di atas kertas.

“Mata ini terasa familiar bagiku,” celetuk Kei tiba-tiba.

“Eksekutor itu sebenarnya terasa familiar bagiku, tetapi mungkin hanya perasaanku,” sahut Sean.

“Kalian mengenal seseorang dengan ciri seperti ini?” tanya Han.

“Aku tidak bisa memastikan, ingatanku samar-samar. Andai saja Cassie pernah melihatnya dia pasti ingat,” jawab Kei lalu menghela napas, “sepertinya pekerjaan kita akan menumpuk.”

“Atau mungkin malah berkurang karena semuanya terbuka secara perlahan,” kata Han sambil tersenyum, “Apakah mungkin kita melacak kepemilikan senjata api? Ini sudah kedua kalinya Eksekutor itu menggunakan senjata api jenis Glock 17. Bisa jadi ia salah satu dari polisi-polisi congkak itu.”

Sementara itu jauh di pinggiran kota, sebuah rumah sederhana berdiri. Mungkin terlihat biasa-biasa saja dari luar. Tetapi, di ruangan bawah rumah itu ada dua orang sandera yang hanya bisa berpasrah.

“Kau benar-benar malang, nona, seperti peranmu,” seorang sandera yang memakai seragam polisi tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana dengan seorang wanita yang menjadi sandera baru di sampingnya.

“Aku setiap hari, pagi maupun malam, hanya menghabiskan waktu di studio tari. Bagaimana bisa mereka berpikir aku adalah Werewolf, pembunuh?”

“Itu karena peran dan benang merahmu, sayang,” seorang pria bermata cokelat gelap tiba-tiba menangkup pipi wanita itu dan menyeringai.

“Singkirkan tanganmu dari pipiku, psikopat!” gertak si wanita dengan geram, pria itu hanya tertawa kemudian dan melepaskan tangannya.

“Terlalu cepat memberikan cap. Kalau aku seorang psikopat mungkin kau sudah tidak bisa membuka matamu lagi dan pria di sampingmu itu sudah tidak berbentuk lagi,” pria itu tertawa sekali lagi. Wanita itu bisa merasakan rambut halus di tangannya berdiri dan peluh dingin meluncur dari pelipisnya, ia belum pernah setakut ini pada seseorang.

Melihat sang wanita yang ketakutan, pria itu hanya tersenyum santai, “Aku tidak akan menyentuhmu lagi asal kau tidak mengganggu kegiatanku, mudah bukan?”

Kei, Han, dan Sean berkumpul kembali di dalam mobil Kei dan membicarakan bukti-bukti yang telah nereka dapatkan baik secara penyidikan maupun menggunakan kemampuan istimewa Sean dan Cassie. Adik Han itu sudah kembali ke rumahnya untuk melanjutkan pekerjaannya, ia meninggalkan buku sketsa-nya di tangan Han.

“Tersangka kita banyak karena bukti yang terlalu umum dan tidak ada seorangpun yang punya luka di alis dalam grup ini. Kita tidak bisa menemukan si penculik kalau hanya dengan ini,” kata Kei.

“Apakah itu artinya si penculik tidak ada hubungannya dengan permainan ini?” tanya Sean tepat setelah Kei berhenti berbicara.

“Bisa jadi dia adalah dalangnya, sang Moderator juga Eksekutor,” kata Han yakin.

 

“Tidakkah terlalu teledor untuk menunjukkan barang satu buah matanya saja? Bahkan semua pembunuh kita tidak teridentifikasi dengan baik,” sanggah Sean, “dan apa-apaan pula manusia setengah serigala ini? Terasa seperti dalam film fiksi ilmiah saja.”

 

“Argh! Tidak bisakah siapapun-itu-yang-membuat-Werewolf membuat penemuan yang lebih berguna daripada sekedar kumpulan manusia setengah serigala yang berkeliaran di malam hari untuk membunuh orang-orang tak berdosa?” Han berseru karena kesal karena kenyataan bahwa salah satu yang mereka buru adalah Werewolf sungguhan, “dan bagaimana bisa manusia seperti kita melawan mereka? Benar-benar tidak masuk akal!”

Drrtt ... drrtt

Sebuah pesan yang masuk ke ponsel Han mengintrupsi segala pemikirannya tentang Werewolf, “Yuna?” Ia langsung keluar dari mobil Kei tanpa berkata apapun.

“Hanya rekaman ini yang tersisa? Ini bahkan lebih seperti video penampakan makhluk halus yang ada di You Tube,” pria berusia setengah abad itu lagi-lagi mengomentari kerja divisinya.

“Pak Haryo, apakah sebegitu sulit bagi Anda untuk mengapresiasi kami?” Dimas berkata dengan nada rendah secara tiba-tiba karena ia tidak merasa kerja teman-temannya dihargai.

“Baiklah, serahkan itu pada ahli digital forensik untuk diamati lebih lanjut, terima kasih anak-anakku yang sudah bekerja keras, terutama Dimas. Sekarang aku harus menemui Dion, anak tengilku yang lain,” kata Haryo sambil berjalan keluar dari ruang divisinya.

“Penyidik pengecut.” Seakan tidak peduli dengan apa kata juniornya, Haryo tetap berlalu untuk menemui Dion.

 

Matanya berkilat karena rasa benci, “Kali ini akan kubuat dia membayar kelancangannya, dasar tidak tahu terima kasih.” Dion sedang duduk di kursi salah satu lorong kantor polisi resor kota Anagapura itu untuk menghilngkan penatnya. Tak habis pikir, ada 3 kasus yang sama seperti hari lalu dan kabar terakhir yang dia terima divisi penyelidikan hanya mendapat bukti minim. Ia mengibaskan topi petnya dan membiarkan rambut pendeknya yang lurus terbelai angin buatan.

 

“Selamat sore, Dion Erlangga. Saya lihat Anda sedang bersantai saat semuanya sedang bekerja keras,” pria berumur 31 tahun itu hanya memgerlingkan bola matanya menunjukkan rasa malas dengan orang yang sedang berusaha memulai percakapan dengannya.

 

Merasa tidak dihiraukan, Haryo berdeham dan melipat tangan di depan dada, lalu menautkan alisnya yang mulai putih, “Kau benar-benar tidak tahu sopan santun. Beginikah sikapmu terhadap senior satu divisi?”

 

“Langsung saja pada intinya, Pak. Apa yang Anda ingin sampaikan?”Dion akhirnya membalas perkataan Haryo.

“ Seharusnya kau menutup mulutmu. Kau bukan Seer yang asli ‘kan?“

“Pertanyaan yang tidak bisa dijawab. Aku juga tidak tahu siapa yang asli.”

“Tetapi kau menuduh orang tak berdosa sebagai Werewolf dan sekarang or....”

 

“Kesalahan kita sama, Pak, jadi ini sama saja seperti Anda menegur diri sendiri. Sudah, jangan buang

-buang waktu untuk ini.”

 

Suara ratapan memasuki genang telinga Yuna dan membangkitkan memori tentang rekan kerjanya, Wisnu. Mereka bekerja di lembaga yang sama dan profesi yang sama, psikolog.

“Lepaskan tangismu, Yuna, lakukanlah seperti yang selalu kamu katakan pada aku dan adikku,” seorang pria tiba-tiba merengkuh pundak wanita itu.

Yuna terkejut dan hampir saja menampar pipi pria yang memakai turtleneck hitam itu kalau dia tidak menyadari itu adalah tunangannya sendiri, “Han, sejak kapan kamu datang? Aku kira kamu akan menghindar seperti biasanya.”

“Barusan saja dan yah, untuk kali ini aku tidak,” jawab Han singkat sebelum mengerdarkan pandangan ke seluruh ruang duka rumah sakit itu dan menghela napas. Ia tidak bisa berbohong jika hatinya ikut merasakan sakit ketika melihat dan mendengar ratapan keluarga korban dan Han tidak ingin menunjukkan air matanya sedikitpun. Itulah alasan mengapa ia selalu menghindar datang ke setiap layatan. Namun, kali ini, ia datang karena korban adalah salah satu rekan tunangannya itu. Han juga mengenalnya dengan baik.

“Yuna, aku juga ingin meminta maaf, sepertinya semua rencana pernikahan kita tidak akan selesai tepat waktu seperti yang diharapkan,” Han berbisik pada telinga perempuan itu.

“Tidak apa, Han, aku tahu semua ini sulit. Terlebih lagi korban belakangan ini relasimu dan Cassie. Aku memahaminya,” Yuna menepuk punggung Han lembut, mencoba menenangkan tunangannya itu.

“De-detektif Callahan, s-saya mohon,” tiba-tiba seorang wanita paruh baya berpakaian serba hitam menunduk dan berlutut dihadapannya, “s-saya m-mohon t-temukan pe-pembunuh anak saya. Berapapun harganya... saya akan b-bayar.” Suara perempuan itu bergetar seperti sehabis menahan tangis, di wajahnya yang tersembunyi sebenarnya menyiratkan rasa sakit yang mendalam, Han bisa menyimpulkan bahwa wanita itu ibu Wisnu sebelum perempuan itu melanjutkan kata-katanya. Keheningan terjadi di antara mereka, pria 31 tahun itu mengunci mulutnya rapat-rapat dan menghapus dengan cepat air matanya yang sempat muncul.

Ia tidak boleh terdengar seperti menahan tangis sekalipun, setidaknya di depan ibu yang malang ini, “Saya sedang menyelidikinya bersama tim saya. Berharap dan berdoalah agar semuanya cepat terungkap. Soal bayaran... jangan khawatirkan itu, Bu. Saya lakukan ini semua dengan gratis.”

***

Aku meregangkan diri setelah keluar dari kamar mandi, ah, waktu cepat berlalu. Malam sudah tiba saja. Padahal masih ada 2 lagi yang belum selesai. Ingin rasanya aku bisa menghentikan waktu. Semua kasus beruntun yang aku hadapi ini juga menguras tenagaku. Hari ini saja, salah satu orang yang pernah berhubungan dekat denganku waktu SMA menghilang. Jika pelaku Werewolf Case sama dengan pembunuh misterius yang dipercayai sebagai Werewolf seharusnya ada pola di sana. Tetapi, pola macam apa?

Aku kembali menelusuri sketsa Werewolf Case pertama, di mana korbannya adalah pengusaha muda di bidang furniture dan aku saling kenal dengannya. Ini aneh, tiga korban mereka adalah orang yang aku kenal. Tetapi, korban pembunuhan dengan pisau itu, aku juga kenal semuanya dengan dekat. Lalu, korban penculikkan, ini sepertinya belum menunjukkan pola selain sama dengan hasil eksekusi. Aish, mengapa semua orang yang aku kenal menjadi korban akhir-akhir ini?

Orang-orang yang berada di grup Werewolf Game, juga ternyata relasiku. Ada apa sebenarnya dengan diriku? Apa yang salah? Grup dan kasus ini berhubungan… tetapi untuk apa? Argh! Aku tidak menemukan jawaban atas semua keganjilan ini!

“Sial!” seruku karena marah. Baiklah, aku bisa menemukan benang merahnya, tiga kasus ganjil dan grup itu berhubungan. Tidak dengan motifnya, semuanya masih terasa diluar genggamanku.

“Atau mungkin ini teror untuk Kak Han? Dia bisa jadi menerima banyak dendam karena pekerjaannya,” monologku sambil kembali duduk di hadapan potret wajah salah satu pemilik galeri seni terbesar di Anagapura, Reevan. Mataku memang menuju potret itu tetapi pikiranku masih berkutat pada satu hal. Apakah ini benar ancaman untuk Kak Han berhenti? Dengan membunuh orang-orang yang terjalin benang merah dengan dia?

“Ayolah, Cassie, yang waras sedikit, apakah dendam seorang manusia akan sebegitu besar efeknya, menjadi random serial killing?”

***

“Memang, itu benar. Aku tidak memiliki dendam pada orang-orang ini. Tidak juga pada kalian,” aku hanya menatap pria itu aneh. Tidak juga karena dendam, lalu apa? Mengapa juga ia menculik kami?

“Lalu ini semua… apakah kau terlibat perjanjian dengan para keparat itu?” Aku terkejut mendengar pernyataan itu dan mendelik pada pria berseragam polisi di sampingku. Ia masih meneruskan menggali informasi dari pria penculik kami.

“Belum saatnya aku beri tahu pada kalian. Jadi tutuplah mulutmu, Rico. Moderator Bot, kirim pesan narasi malam hari, ini hampir memasuki tengah malam,” pria itu mengalihkan pandangan ke pria yang sedang menatap monitor di sampingnya.

“Tunggu… bukankah itu….”

“Kau juga harus mengunci mulutmu, nona. Jangan ganggu dia,” pria tadi malah memotong kalimatku dan meletakkan ujung topinya ke jidatku. Aneh juga, ruangan sudah gelap begini ia masih memakai topi untuk menyembunyikan identitasnya. Padahal kalau aku tahu pun tidak akan berimbas apapun.

“Semuanya sudah terlaksana,” jawab pria monitor itu.

“Sekarang, saatnya bermain peran.”

***

“Cassie, kau mau pergi ke mana?” baru saja ia membuka pintu, Han sudah menangkap basah kepergiannya. Cassie hanya tersenyum dan mendesah. Namun, hatinya dipenuhi seribu satu kata sumpah serapah untuk kakaknya. Rencananya untuk melakukan perannya tidak berhasil. Ia tidak mungkin membeberkan perannya pada kakaknya sendiri karena kemampuan yang dimiliki perannya hanya bisa satu kali untuk tiap orang yang ia pilih dan malam ini bukan giliran Han.

“Aku hanya di sini, mencari udara segar,” jawabnya berusaha tenang. Padahal pikirannya berkecamuk, ada dua orang yang ia rasakan dalam firasatnya sedang dalam bahaya. Han, dia tidak pernah percaya firasat Cassie secara langsung selama bertahun-tahun, ia butuh bukti nyata karena sifat realistisnya. Jadi tidak mungkin juga ia bilang pada kakaknya untuk menyelamatkan seseorang dalam firasatnya, yang bahkan ia tidak tahu alamat pastinya.

“Oh, harus pakai topi juga?” tanya Han lagi seakan menguji kejujuran Cassie.

“Totalitas,” jawab Cassie tanpa ragu, “kakak mau ke mana? Mengapa tiba-tiba bangun?”

“Hei, sok tahu, aku tidak tidur dari tadi,” Han menjitak jidat Cassie.

“Aw! Kak!” protes perempuan itu dalam kesakitan. Tiba-tiba Cassie mencengkram dadanya, sesuatu yang buruk kembali dirasakannya.

“Cassie! Kamu baik-baik saja?” ia tidak merespon perntanyaan kakaknya karena fokusnya sedang berada di tempat lain.

 

Perempuan itu mencoba mengatur napasnya, “Sial. Sesuatu yang buruk akan terjadi lagi di saat yang bersamaan.”

 

“Apa yang terjadi, Cassie?” Han mencoba membujuk adikknya itu untuk bercerita.

“Kakak tidak akan percaya jika aku bilang sekarang. Ini sudah pagi, sebentar lagi matahari muncul, kakak akan tahu apa yang aku maksud,” Cassie beranjak masuk kembali ke studio lukisnya dan menghela napas. Masih terasa sebuah kekesalan di sudut hatinya dan ia tidak tahu siapa sasaran rasa kesalnya itu. Apakah dirinya atau kakaknya? Yang pasti ia tahu adalah, ia kesal karena tidak bisa mencegah hal itu terjadi.

Sementara itu Han, kembali ke kamarnya dan membaca hasil tes DNA lab forensik untuk sehelai rambut yang Kei temukan di TKP kemarin. Ia masih ingat bagaimana para petugas lab meminta maaf padanya karena sebuah keterlambatan hasil yang tidak masuk akal. Karena setelah berkali-kali di cek ….

 

Rambut ini adalah milik serigala.

Han hampir saja menertawai pernyataan ganjil itu. Namun, saat membaca hasilnya, mereka jelas tidak berbohong. Hasil menunjukkan rambut itu memang milik serigala hutan dengan sedikit DNA manusia yang belum bisa diuraikan lagi.

“Serigala setengah manusia, hm, haruskah kuamati mereka semua satu per satu pada malam hari? Punya kuasa apa aku untuk melakukan itu di malam hari? Aku keluar dari pintu rumah saja moderator sudah mengancamku. Ck, sok punya kekuasaan,” gerutu Han sambil merebahkan diri ke kasurnya dan membaca pesan yang baru saja masuk dari Werewolf Moderator.

Werewolf Moderator : Senang mendengar kau mulai mempercayai permainan ini. Jadi sebaiknya kau bermain dengan baik, Callahan. Because the only way to catch them all is playing the game.

“Moderator ini, siapa kau sebenarnya? Mengapa kau bisa mengetahui apa yang kami lakukan?”

Jauh dari jangkauan indera Han, seorang pria yang berpakaian serba hitam menghembuskan napas lega.

“Skenarioku berjalan dengan mulus, sebentar lagi aku akan membalaskan dendamku, Han,” gumamnya sambil mengamati rumah itu sekali lagi sebelum pergi menjauh. Pria itu mengetikkan sesuatu di ponselnya dan kembali menghilang di tengah gelapnya pagi buta. Sementara itu di ruangan pengawasan di sebuah rumah di pusat kota Anagapura, seorang pria berusia 28 tahun, sedang mengamati sebuah titik merah yang berjalan di sebuah peta jalanan kota yang ada di salah satu monitornya.

“Kau telah menyelesaikan semuanya dengan baik Werewolf 2, kau boleh pergi sekarang. Aku akan melaporkannya pada para moderator,” kata pria itu melalui hadsfree dan disahut dengan geraman khas serigala.

Ia melirik ke jam yang terpasang di dinding dan kembali berkata, “Sebaiknya cepat, sebentar lagi kau akan kembali menjadi manusia.”

“Siap, pimpinan.”

Matahari mulai menunjukkan sinarnya setelah semalam bersembunyi. Han baru membuka matanya setelah tertidur di atas kasurnya sendiri karena ponselnya berdering. Tangannya menyibak selimut yang ia gunakan lalu meraih ponsel dengan malas dan melihat siapa yang menelpon dirinya di pagi hari.

“Nomornya Kei,” gumamnya dan menjawab panggilan itu, “halo, ada apa Kei?”

“Dua kasus lain? Bisa kau ceritakan tepatnya?”

“Baiklah, aku mengerti. Kau pergi bersama Sean ke TKP Serial Killer, aku mungkin pergi sendiri,” lanjutnya.

“Cassie … dia harus mengirim lukisannya dan juga belum tahu sepertinya … hm, aku akan menghubungi Sean,” Han menutup panggilan itu dan menghubungi Sean.

“Sean ….”

“Kau sudah tahu? Hm, kau akan bekerja dengan Kei di TKP Serial Killer.”

 

Pembicaraan mereka sedikit terputus, ada panggilan dari nomor asing masuk ke ponselnya. “Warga mulai menghubungiku. Aku akan berangkat.”Han segera pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya dan menjawab panggilan itu.

 

“Halo, Detektif Callahan Evano Nandana di sini.”

“Ya, saya akan segera ke sana. Jangan pegang suatu barang apapun.”

“Terima kasih sudah melaporkan.” Belum juga Han sempat menghela napas, panggilan lain masuk dan mengabarkan pembunuhan di tempat lain. Keduanya tepat seperti yang ada di laporkan Kei.

“Terima kasih sudah melaporkan. Rekan saya akan menuju ke TKP. Ah, salah satunya sudah di sana. Anda bisa berbicara dengannya.”

"Hachoo!"

Ia terkejut dan mencari asal suara bersin itu. Ternyata asalnya dari adiknya sendiri yang sudah bersiap di halaman depan.

“Sudah ada orang yang mau mengambil lukisanmu?” Han menghampiri Cassie.

“Iya,” jawabnya singkat sambil menggosok hidungnya yang gatal.

“Kamu mau minum apa? Teh? Susu? Kopi mungkin?” Han menawarkan sesuatu pada adiknya karena melihat adiknya mulai bersin-bersin.

“Tak perlu, aku alan membuatnya sendiri nanti. Kakak harus pergi sekarang, bukan? Lagi pula, aku bersin hanya karena debu,” jawab Cassie sambil tersenyum.

“Kamu tidak ikut?” tanya Han lagi.

“Tidak. Oh, ya, aku sudah menemukan pola Serial Killer, sementara Werewolf, aku menemukan bukti baru. Nanti saat kakak menginvestigasi TKP Werewolf, perhatikan dindingnya baik-baik dan Serial Killer, aku rasa dia adalah orang yang kita kenal.”

***

“Benar-benar, tidak ada orang yang dapat memainkan perannya dengan becus kecuali Serial Killer, Werwolves, kedua Seer, dan Beholder. Guardian yang sudah mencoba pun gagal,” pria itu menatap monitor lekat-lekat dan membenarkan letak topinya.

 

“Kau terlalu cepat menyimpulkan, bagaimana pun, sisi baik akan menang. Villagers akan menang, tidak dengan *

Werewolves ataupun Villagers terkutuk itu– Serial Killer,” aku mencoba mencuri pandang pada polisi muda itu, kemarahan terpancar di matanya, “ mereka sudah menghabisi Helena, harus ada harga untuk itu.”

 

“Oho! Tenanglah, ini hanya pandanganku. Lagipula Seer dan Beholder pasti ada di pihak kalian dan aku memilih orang yang bagus bukan?” ia berkata dengan tenang dan masih menatap monitor. Aku hanya diam tidak bereaksi sedikitpun, orang-orang pilihannya tidak dapat bekerja sama dengan baik. Seer Satu dan Seer Dua, mereka bermusuhan, yah, walaupun salah satu dari mereka adalah Fool tetap saja bukan paduan yang bagus. Seer Asli dengan Beholder… ah, mereka bahkan tidak akur, walau tidak separah dua Seer itu.

Para Guardian bukanlah orang yang peka, kecuali satu orang yang selalu tertahan keluarganya sendiri. Entah mengapa dia terasa seperti sengaja menguntungkan para penjahat. Oh, ya, para Hunter, mereka juga tidak dekat, bahkan dua dari mereka akan cepat memanas walau hanya bertemu. Mason sebanyak itu tidak bisa menggerakkan Villager. Sampai sekarang bahkan aku tidak tahu mengapa pria kurang waras ini membuat permainan mengerikan macam ini.

“Hm… pukul berapa ini Moderator Bot?” ia mengacaukan lamunanku.

“Oh, ini pukul 8 masih ada 3 jam sebelum kita membuka sesi tuduh-menuduh,” jawabku.

“Bagaimana dengan 4 kunci kita sekarang?” pria itu mengarahkan pandangannya padaku.

“Sepertinya mereka mulai bisa diandalkan,” aku tersenyum kemudian kembali mencuri pandang pada dua tawanan itu. Mereka juga tersenyum, terutama Rico.

“Memang tidak salah aku membawa seorang jenius IT ke sini,” pria itu tertawa kecil dan menepuk pundakku.

“Jangan harap mereka melakukan ini karena ancamanmu,” keberanianku untuk mententangnya tiba-tiba muncul entah dari mana.

Pria aneh itu hanya tersenyum dan tiba-tiba pandangannya menghujamku, “Oh? Jadi begitu, Jenius?”

***

Perhatikan dindingnya baik-baik.

Pesan Cassie terngiang di kepalaku, dinding di TKP? Apakah aku melewatkan sesuatu lagi?

“Aku sudah selesai mengambil gambar di TKP ini dan melihat apa yang terjadi sebenarnya. Adikmu benar, ia meninggalkan bekas cakar 4 kuku di dinding sebelah sana,” Sean menghampiriku dan melaporkan apa yang sudah ia dapatkan. Aku mengikuti jari Sean yang menunjuk ke arah dinding yang tampak tergores samar-samar. Itukah petunjuk yang di maksud Cassie?

“Tunggu! Ia? Maksudmu Werewolf itu hanya satu? Bukankah ada 3 orang di daftar peran game itu?” tanyaku pada Sean.

“Sudah 4 kasus yang menyangkut mereka. Memang terlihat sama. Namun, warna rambut mereka sebenarnya berbeda,” jawabnya lalu menghela napas.

“Sudah 4 kasus dan tidak ada yang bisa menangkap mereka karena pada siang hari mereka kembali menjadi manusia biasa. Hm… bagaimana dengan jejak terakhir Werewolf itu?" tanyaku.

“Ia berlari ke utara lalu menghilang.”

“Sudah cukup bukti TKP, sekarang saatnya mengikuti jejaknya.” Aku menatap miris korban itu sebelum pihak medis membawanya pergi.

***

Werewolf Moderator – Werewolf Game-- : Pagi ini, Bomi yang sedang berjalan menuju kantornya melihat Sara. terbunuh karena dicakar Werewolf dan Gavin ditemukan oleh Yuri tewas ditikam oleh Serial Killer di rumahnya.

Werewolf Moderator -Werewolf Game-: Daftar Pemain Mati:

- Hera (Villager)

- Helena (Villager)

- Rico (Gunner)

- Wisnu (Bodyguard)

- Arkana (Mason)

- Freya (Lycan)

- Sara (Witch)

- Gavin (Mason)

Aku hanya menghela napas melihat daftar itu bertambah dan kembali menewaskan temanku. Bagaimana cara menghentikan ini semua? Semua bukti bahkan masih terasa abu-abu. Hanya, ini makin menguatkanku tentang Serial Killer. Pola korban, senjata, dan caranya semakin meyakinkan. Dia benar-benar seseorang yang memendam dendam pada salah satu dari kami, aku atau kakakku. Senjatanya dengan pisau milik korban sendiri dan posisi akhir korban membuatnya tampak seperti bunuh diri.

Drrt … drrt …

Atha: Kapan kau akan mengantarkan lukisan pesanan Reevan?

Baru saja aku berniat untuk membalas pesan itu, seseorang memanggil namaku.

“Cassie….”

“Oh? Bella, Mau menggambil lukisan, ya?” sahutku setengah terkejut.

“Ya tentu saja. Kau sudah menyelesaikannya, bukan?” Bella tersenyum di depanku, itu melegakan. Aku mengangguk dan mengambil lukisan yang ia pesan, potret kedua orang tuanya.

“Kau tidak pergi?” tanyanya secara tiba-tiba.

“Pergi? Ke mana?” balasku sambil menyerahkan lukisan yang akan menjadi miliknya.

“Aku dengar hari ini ada kasus baru yang menyangkut kasus sebelumnya dan itu juga dikerjakan oleh kakakmu,” Bella menerima lukisan dan melanjutkan kata-katanya, “dan aku dengar itu juga menyangkut grup Werewolf Game aneh itu. Kau tahu, aku tidak dapat keluar dari sana dan aku juga mendapat pesan ancaman dari Werewolf Moderator, benar-benar meyeramkan.”

Aku menaruh tanganku di pundaknya, “Maafkan aku dan kakakku, Bella. Jaga dirimu dengan baik.”

“Apa maksudmu?” ia memandangku kebingungan.

“Pokoknya, apapun yang terjadi karena permainan tersebut … maafkan aku.”

Terpopuler

Comments

AAH♥️

AAH♥️

yuuuhuuuu AINUN mampir thorr 🤗 ceritanya tidak kalah seru dengan DODT😉

Mari saling mensupport sesama Author.

2020-07-01

1

Asih Triani

Asih Triani

ketahuan.....

2020-06-29

1

Lee

Lee

halahh kok ketauann

2020-06-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!