Chapter VI: A Bloody Birthday (Part 2)

Aku keluar dari Moonglade Café dengan gontai. Melihat perdebatan itu benar-benar membuatku lelah. Masih ada banyak kemungkinan yang terjadi dan masing-masing dari kami tidak akan pernah satu suara dalam hal ini.

“Helsa, tunggu!” seseorang menepuk pundakku dari belakang. Karena terkejut, reflek aku menengok ke arah tepukan itu.

 

“Cassie? Ada apa?” tanyaku setelah melihatnya berdiri di belakangku. “Aku ikut ke toko bungamu,” kata Cassie.

 

“Kami juga!” seru si kembar pemilik restoran masakan oriental, Rhea dan Dhea.

 

“Baiklah, baiklah. Naik kendaraan sendiri atau ….”

 

“Aku, Rhea, dan Cassie naik mobil,” sahut Dhea.

“Baiklah, nanti ikuti saja motorku.” Aku mengendarai motor untuk kembali menuju toko bungaku sementara Cassie bersama Rhea dan Dhea menaiki mobil. Jam tanganku menunjukkan pukul 14.30 ketika kami sampai di toko kecilku.

“Selamat datang di ‘Little Garden’ silakan pilih bunga yang kalian inginkan,” aku menyambut mereka di depan pintu toko. Si kembar, Dhea dan Rhea langsung melihat ke sekeliling toko, mengamati bunga-bunga itu satu per satu. Sementara Cassie hanya berdiri termenung di sampingku.

“Kau mau apa?” tanyaku singkat.

“Aku hanya mengantarkan mereka karena aku yang merekomendasikan tempat ini dan mereka tidak akan meminta diskon,” balas Cassie.

Namun, matanya tidak berhenti melihat bunga-bunga di tokoku, “Lili kuning yang lucu. Kira-kira apa artinya?”

“Ah, itu artinya kebohongan. Permintaan maaf karena telah berbohong, kebohongan yang tak terungkap, ” jawabku.

“Oh, bukan persahabatan seperti mawar kuning, ya?” dia kembali tenggelam dalam pikiran.

“Aku tahu kau menginginkan sesuatu, Cas, dan itu bukan lili kuning,” aku mencoba membuatnya mengeluarkan isi kepalanya.

 

“Huh, baiklah, Helsa, bisakah kau buatkan aku rangkaian bunga yang bermakna ‘semoga cepat sembuh’?” Akhirnya ia mengutarakan keinginannya.

 

“Tentu saja bisa. By the way, Cas, hiasan rambutmu cantik.”

***

Sekarang sudah pukul dua lebih empat puluh lima menit saat aku menjemput Cassie dengan mobil Kei dari sebuah toko bunga menuju ke rumah sakit.

“Untuk apa Kei menginginkan mobilnya diambil?” Cassie bertanya begitu aku menjalankan mobil itu kembali.

“Entahlah, aku hanya menurutinya,” aku menjawab seadanya. Pikiranku kembali mengelana ke saat di mana penyidik tua itu mengungkapkan bagaimana dia bekerja pada kasus pembunuhan orang tua Han dan Cassie. Han bahkan kini makin mencurigainya sedang menyembunyikan sesuatu. Tetapi memang benar, Pak Haryo menyembunyikan sesuatu. Sayangnya aku tidak bisa melihat itu dengan lebih jelas. Seandainya ada waktu agar aku dapat berjabat tangan lebih lama dengannya ....

“Kak Sean, lampu merah!” kakiku spontan menginjak pedal rem. Aku menghela napas, untung saja Cassie berteriak. Kalau tidak ....

“Kak Sean memikirkan apa, sih, sampai tidak melihat lampu merah? Hasil diskusi tadi, ya? Memikirkan siapa yang akan dituduh?” ia mengeluarkan rentetan pertanyaan. Sesungguhnya yang paling mengganggu bukanlah diskusi itu, melainkan masa lalu Pak Haryo.

“Lihat, sudah hijau! Ayo, lanjut jalan, kak! Jangan melamun lagi, ya?” Cassie kemudian tertawa lagi. Aku lega melihatnya kembali bahagia lagi, setidaknya untuk saat ini.

“Bunga itu untuk Kei, ya?” mataku menangkap krisan ungu yang berpadu dengan mawar merah muda tua dan mawar kuning dalam buket bunga yang dipegang oleh Cassie.

“Iya, ini artinya ‘semoga cepat sembuh, sahabatku’. Sebenarnya, aku tahu Kei tidak terlalu menyukai bunga tetapi aneh rasanya kalau aku tidak memberikan apa-apa untuknya,” ia menjawab sambil mengamati bunga itu satu per satu.

Aku mengangguk paham, “Sebenarnya, Cas. Bagi Kei kehadiranmu yang sehat dan bahagia sudah lebih dari cukup.”

“Sungguh?” aku lagi-lagi menangguk.

“Tanyakan sendiri pada Kei kalau tidak percaya.”

“Agak terdengar menggelikan. Tetapi tetap saja kata-kata ‘cantik’ yang dia ucapkan lebih menggelikan,” gumamnya.

“Cas, buka dasbor mobil. Ada hadiah dariku,” aku berkata sambil tetap fokus pada jalanan. Ia membuka dasbor mobil dengan bahagia.

“Pisau lipat? Baiklah, terima kasih, kak,” bisa kutebak dari nadanya, ia bingung dengan hadiah yang kuberikan.

“Bawalah itu selalu untuk melindungi dirimu. Saat ini keadaan berbahaya dan tidak tertebak, jadikanlah itu senjatamu.”

***

“Cassie!” Kei menyambut kedatangan Cassie dengan ceria.

“Kei!” Cassie membalasnya tak kalah ceria.

“Buket bunga itu untukku ‘kan?” pria itu mencoba untuk meraih buket bunga dari tangan Cassie di atas ranjang.

“Eit, kata siapa?” perempuan itu menghindarkan tangannya dari jangkauan Kei lalu tertawa, “bercanda, ini untukmu. Aku merasa tak enak kalau aku tidak pernah memberikanmu apapun.”

 

Kei menerima bunga itu dengan pandangan berbinar, “Terima kasih, Cas. Sebenarnya kamu tidak perlu membelikanku apapun. Dengan kamu ada di sini saja sudah cukup.” Cassie mengerjapkan matanya, seakan tidak percaya dengan kata-kata yang baru saja ia dengar dari mulut Kei. Sementara itu Han dan Sean tertawa cekikikan di belakang mereka.

 

“Rupanya begini romantisme sepasang manusia yang berusia 27 tahun,” Sean tertawa dan mengacungkan jari telunjuk pada Kei, “bagus.”

“Apa-apaan sih kalian ini?” protes Cassie dengan keras, tanpa ia sadari pipinya memerah bagai kepiting rebus.

“Sudahlah, kak, hentikan. Sebaiknya kita tidak membuang waktu untuk menentukan siapa yang harus kita eksekusi,” Kei menengahi keributan kecil itu, “Bagaimana Cas, siapa yang akan kamu pilih?” Semburat merah di wajah perempuan itu berangsur reda karena Kei telah mengakhiri keributan tadi.

Ia menarik napas dan menjawab pertanyaan sahabatnya itu, “Aku tidak percaya ini akan terjadi tetapi … aku akan mengeksekusi Lyra. Selain karena firasatku berkata begitu, alibinya terasa kurang kuat, apalagi sejak menghilangnya Freya. Bukankah kalian sendiri yang bilang Lyra semakin jarang latihan sejak Freya menghilang? Alasan lain karena aku mempercayai Kei.”

“Ya, itu berdasarkan keterangan saksi sekaligus teman Lyra dan Freya yang menghubungi kami,” sahut Sean.

“Bagaimana denganmu, Kak Sean?” tanya Kei penasaran.

“Lyra, aku akan mengeksekusinya,” jawab Sean yakin. Kini mata Kei tertuju pada Han.

 

Seakan mereka bisa saling terhubung, pria 31 tahun itu langsung mengungkapkan siapa yang ingin ia eksekusi kali ini, “Aku mempercayaimu Kei. Di saat kau berpikir jernih tanpa amarah aku yakin itu pilihan yang benar.”

 

“Kita semua satu suara? Tidak adakah di antara kalian yang ingin mengeksekusi Bapak Haryo karena marah? Sungguh, aku marah dengan pernyataannya yang terkesan semaunya sendiri,” Kei mencoba membelokkan pendapat rekan-rekannya.

“Justru kalau dia tereksekusi jalan kita pada Serial Killer akan terhambat. Aku yakin, dialah yang menyembunyikan pelaku sesungguhnya,” Han berbicara dengan matanya yang berkilat marah.

Drrt … drttt … drttt …

Werewolf Moderator – Werewolf Game-- : Waktu diskusi tinggal 30 menit lagi

Lyra : Cassie, aku ada di parkiran RS Panti Sehat. Kita jadi bertemu ‘kan?

Cassie menepuk jidatnya, “Aku melupakan sesuatu ternyata.” Tanpa ada seorangpun yang dapat mencegahnya, perempuan itu berlari keluar ruangan. Kei, Han, dan Sean saling berpandangan bingung karena tidak ada yang mengerti apa yang Cassie lupakan sebenarnya.

Di luar, Cassie berlari sekencang mungkin agar dapat bertemu Lyra dengan cepat. Sampai akhirnya, ia mencapai lobby utama rumah sakit. Cassie mulai mengatur kecepatan berlarinya agar tidak menabrak siapapun.

“Oh, Cassie!” Lyra yang berada di samping motor matic berwarna putih melambaikan tangan ketika melihat Cassie di pintu utama. Segera saja ia menghampiri tersangka utama mereka hari ini, Lyra.

“Kau tahu benar bukan kalau sekarang kau dicurigai sebagai Werewolf oleh lebih dari setengah anggota grup Werewolf Game? Mengapa kau bisa ce-“

“Maafkan aku, Cas,” tiba-tiba saja ia berlutut di hadapan Cassie. Perempuan itu langsung mengatupkan mulutnya begitu Lyra berlutut.

“Maafkan aku. Akalku benar-benar hilang saat ini hanya karena uang,” lanjut Lyra tanpa menatap mata Cassie sedikitpun.

“Apa yang kau bicarakan?” tanya Cassie yang masih kebingungan dengan tingkah lawan bicaranya itu.

“Aku tahu kau juga mencurigaiku. Aku menyerahkan diri, Cas. Lebih baik aku mati di tangan timmu dari pada membusuk dipenjara, dibunuh bosku, atau dieksekusi. Bunuh aku sekarang juga, Cassie!”

“Lyra hentikanlah! Aku benar-benar tidak punya kuasa untuk melakukannya! Hentikan!” seru Cassie pada Lyra.

 

Akhirnya, perempuan itu mengambil posisi sejajar dengan Lyra, “Ceritakan padaku secara runtut apa yang sebenarnya terjadi.”

 

“Aku sudah tidak bisa melakukan semua ini. Aku tidak bisa melakukannya lagi. Ini semua terasa memuakkan,” rentetan keluh kesah keluar dari mulut Lyra, “Aku tidak bisa lagi menyaksikan darah tercurah dengan kuku jariku sendiri. Meski tidak sepenuhnya sadar tetap saja itu semua salah dan aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku menyerahkan diri, Cas. Terserah padamu sekarang apakah kau atau menyerahkanku pada kepolisian atau si Eksekutor asalkan aku terbebas dari bosku yang mengendalikanku untuk memuaskan jiwa abnormalnya.” Napasnya terasa berat seketika ketika mendengar pengakuan langsung Lyra.

 

Secara spontan Cassie membuat jarak dengan lawan bicaranya, “K-kau benar-benarb….”

 

“Ya, aku membuat pengakuan karena aku tidak bisa melakukannya lagi.”

“Kalau akhirnya kau seperti ini mengapa kau tetap melakukannya, Lyra?”

“Uang, aku terbutakan oleh uang. Lembaran kertas itu benar-benar menghilangkan semua akalku. Dia berjanji akan membayar lunas semua hutang-hutangku. Ah, andai saja suamiku yang bodoh tidak berhutang sebanyak itu pada lintah darat, sialan!” air mata Lyra pecah seketika. Cassie hanya terdiam di tempatnya karena bingung.

“Katakan padaku, apa yang harus aku perbuat untuk setidaknya membuatmu memaafkanku?” kata Lyra di tengah isak tangisnya.

“Katakan padaku siapa ‘bos’ Werewolf,” kesempatan ini tidak disia-siakan Cassie untuk menggali informasi.

“Sebenarnya, bos kami itu R-“

Bluk!

Lyra tiba-tiba saja jatuh pingsan di hadapannya.

“Lyra!” Cassie mencoba mengembalikan kesadaran lawan bicaranya. Namun nahas, kini giliran Cassie yang hilang kesadaran karena pukulan di tengkuknya.

Ketika Cassie berhasil membuka matanya kembali, pandangannya dipenuhi nuansa putih khas interior rumah sakit.

 

Telinganya berhasil menangkap suara Kei yang ternyata duduk di sebelah ranjangnya, “Akhirnya kamu sadar juga. Kamu membuat kami tak tenang.”

 

“Siapa yang menyuruhmu turun dari ranjangmu?” cecar Cassie saat melihat Kei di sampingnya.

“Siapa yang menyuruhmu keluar dari ruangan ini secara tiba-tiba dan berani-beraninya membuatmu pingsan? Aku sangat khawatir ketika melihatmu masuk ke ruangan ini dengan keadaan tak sadarkan diri,” Kei langsung memasang wajah khawatir dan sedih.

“Aku bertemu dengan Lyra,” jawab Cassie singkat sambil mencoba untuk mengubah posisinya menjadi duduk.

“Cassie, tidur saja,” Han berkata pada adiknya itu.

“Aku baik-baik saja, tidak separah Kei,” adiknya itu malah menolak sambil meneruskan mengatur posisinya.

 

Kei hanya menghembus napas kasar dan mengerlingkan mata, “Ya, memang. Cas, sekarang Lyra sudah di eksekusi ….”

 

“Eksekusi?” perempuan itu mengulangi kata terakhir sahabatnya, “Sekarang aku mengerti.”

“Apa yang terjadi sebenarnya Cas? Ceritakan secara runtut,” sahut Sean.

“Aku sedang berbicara pada Lyra, tepatnya menggali informasi darinya. Dia bilang si pemimpin akan membayar lunas hutang-hutangnya jika mau menjadi Werewolf. Tiba-tiba saja Lyra ambruk di hadapanku dan saat aku mencoba untuk membangunkannya aku merasakan seseorang memukulku dengan benda yang keras… terasa seperti… badan pistol. Saat itu, Lyra telah dieksekusi dan aku dibuat tidak sadar untuk menghilangkan saksi, mungkin,” cerita Cassie dengan runtut.

“Pukulan ditengkuk bisa jadi mematikan, untungnya kau hanya pingsan. Sesuatu yang lebih buruk bisa terjadi padamu,” sahut Sean sambil menghembuskan napas lega, “tetap jaga dirimu, Cas. Setelah ini perang sungguhan akan terjadi antara Good Side dan Bad Side.”

“Bagaimana kau tahu, kak?” tanya Kei.

“Diskusi di dunia nyata akan dilaksanakan setiap hari sampai para penjahat ini hilang semuanya. Semua orang akan saling mengetahui sama lain dan peluang Villager untuk menang lebih besar. Bad Side akan berusaha sekeras mungkin membungkam siapapun yang tahu kartu mereka. Apalagi Serial Killer sudah melakuan percobaan pembunuhan pada Kei. Bukan hanya Cassie, kalian semua, aku mohon, berhati-hatilah.”

Matahari kembali bersembunyi dan bulan bertahta di langit kota itu. Cassie dan Han memutuskan untuk kembali ke rumah dan Sean tinggal untuk menjaga Kei.

Han mengamati gerak gerik adiknya yang tampak gelisah, “Ada apa?”

“Sejak permainan itu ada, aku selalu gelisah pada malam hari. Namun, kali ini aku merasakannya, Werewolf akan menyerang rumah kita,” pandangan Cassie menerawang seakan-akan dapat menembus segala halangan, “Aku akan melindungimu, kak.”

“Lindungi dirimu sendiri, Cas,” Han menepuk punggung adiknya dan beranjak ke kamar, “Sekarang pukul 23.00, sebentar lagi tengah malam. Masuklah ke kamar, aku tidak ingin kamu tersakiti lagi.”

Keadaan tak jauh beda di kamar rawat Kei, Sean berulang kali mengecek ponselnya lalu menatap keluar jendela.

“Tenanglah, kak. Tidak akan ada seorangpun yang bisa menyerang kita,” sahut Kei tenang sambil tetap menatap laptopnya.

“Mungkin bukan Serial Killer yang datang, bisa jadi Werewolf karena kau yang pertama menyuruh mereka mempercayai kata Dion,” balas Sean.

“Seseorang sudah berjaga di balik pintu ruangan ini, dia mengirimiku SMS dengan nama H – Guardian dan menyatakan akan melindungi kita sekaligus. Aku sarankan untuk tidak mengintip agar identitasnya terjaga,” Kei menghentikan pekerjaannya sebentar dan menatap lurus menuju jendela yang menampilkan langit malam indah dengan bulan yang bercahaya terang.

Di bawah naungan langit yang sama, sesosok makhluk berambut lebat berlari tanpa henti. Kilatan matanya menunjukkan kemarahan yang tidak bisa dijinakkan.

Sementara itu, seorang pria dengan balutan pakaian hitam berjingkat di dalam kantor kepolisian. Sesekali ia bersembunyi ketika mendengar derap kaki mendekatinya dan kembali berjalan ketika derap itu menjauh. Tujuannya satu, ruangan seorang inspektur satu di resor kepolisian tersebut.

Buk!

Suara dentuman kecil terdengar ketika Cassie baru akan kembali masuk ke kamar. Sesaat ia terdiam dan mencari sumber suara. Kemudian, detik selanjutnya ia memilih untuk mengabaikanya. Langkahnya terhadang seketika ketika makhluk aneh berwujud separuh manusia separuh serigala muncul dari bayang kegelapan menerkamnya.

Cassie melakukan perlawanan dengan semua anggota tubuhnya. Secara tidak sengaja, kakinya menendang bagian perut makhluk itu dan membuat pertahanannya mengendor. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Cassie untuk kabur dan mengambil pisau lipat serta salah satu dari dua tabung kaca berujung runcing di meja tamunya. Ketika Werewolf itu kembali menyerangnya, Cassie menghindar dan mencoba menyerang dengan pisau lipatnya. Serangan itu tidak berhasil, malah punggungnya terkena cakar serigala jadi-jadian itu.

Di kantor kepolisian, seorang polisi wanita sedang bertarung dengan pria bersenjatakan pisau. Berkali-kali pria itu melayangkan tusukan pada wanita itu. Namun, selalu luput. Di temani cahaya remang-remang, pertarungan mereka dalam diam kini membuat sang pria terluka oleh kuku si wanita. Tak lama kemudian keadaan berbanding terbalik. Pria itu berhasil mendesak si polisi wanita dan akhirnya menikamnya tanpa ampun.

Kembali ke rumah Callahan, Cassie tidak gentar, ia melanjutkan serangan dengan menusukkan pisau lipat pada perut sang Werewolf. Rupanya serangan itu tidak berarti apa-apa baginya, ia masih terus menyerang perempuan itu. Kekuatan Cassie telah melemah karena luka yang ia dapatkan. Perempuan itu mengeluarkan senjata terakhirnya dan mencoba menancapkannya pada tubuh Werewolf itu. Nahas, sang Werewolf berhasil merobohkan Cassie dengan tusukan empat cakarnya ke perut lawananya. Perempuan itu akhirnya tergeletak bersimbah darah sambil menggenggam penawar Werewolf yang gagal ia tancapkan. Werewolf bertatapan langsung dengan Cassie, hendak melancarkan serangan tetakhir. Dalam rintih kesakitan dan pandangannya yang memburam ia mencoba memanggil nama kakaknya tersendat oleh batuk darah beberapa kali, diiringi ketukan pintu dua kali, sampai kesadarannya benar-benar hilang.

“Sialan! B-bagaimana bisa aku mengabaikan adikku sendiri? Cassie, bertahanlah, aku mohon.”

Drrt…

Werewolf Moderator: Happy birth and death day, Cassiopeia. –WW

Terpopuler

Comments

Linn

Linn

Udah dilike smpai sini yaa kak, jangan lupa feedback🤗🤗

2020-05-30

1

NakamotoYuta

NakamotoYuta

dibilang juga apaaaa....
lindungin diri sendiri kok ya ngeyel

2020-05-10

3

Harearr

Harearr

terus semangat kk

2020-05-06

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!