19. Pulang sendiri

Didalam ruangannya Rafa menyugar rambut kasar. Siapa yang berani mengatakan gadisnya murahan. Dia benar-benar akan memberi pelajaran pada orang itu nanti.

Rafa berjalan menuju kursi kebesarannya. Dia menekan beberapa angka di telepon kantor.

“Halo Ziz ....” sapa Rafa saat orang yang di seberang sana mengangkat teleponnya atas kursi kebesarannya itu.

“Ya pak Rafa? Ada yang bisa saya bantu.” seseorang yang diseberangnya itu menjawab dengan sopan. Lalu Rafa mengatakan pada orang itu untuk mencari tahu apa yang terjadi di kantin pada siang tadi.

“Baik Pak, saya akan memeriksa cctv kantin.” Rafa mengangguk walaupun orang yang menjadi lawan bicaranya itu tidak melihat anggukannya.

Setelah itu sambungan telepon terputus. Rafa menyandarkan dirinya di kursi.

Setelah cukup lama termenung, Raga kembali meraih ponselnya, lalu menekan beberapa angka yang ada di layar datar itu.

“Hallo, Ma,” sapa Rafa saat orang yang di telponnya itu, mengangkat panggilannya.

“Kenapa lagi, Bang? Baru tadi nelpon Mama, udah di telpon lagi. Ada apa sih? Semuanya udah Mama beresin, kamu tenang aja!” Rafa menghela napas.

“Ma, aku gak mau gagal. Pokoknya Mama harus siapin semuanya dengan sempurna, ya?”

“Iya Abang, iya! Ih, kamu tuh rewel banget sih!”

“Ya maklum lah Ma, ya udah kalau gitu, Abang tutup telponnya dulu!”

“Iya ... iya,”

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Sambungan telepon tersebut terputus, Rafa menarik sudut bibirnya, lalu merenggangkan otot tubuhnya yang terasa sedikit kaku.

“Aku harus nyelesain semuanya, biar nanti bisa pulang cepat!”

Rafa membuka laptopnya, lalu mengerjakan pekerjaan yang sudah diletakkan oleh Shila di atas meja kerjanya. Rafa meneliti setiap angka dan huruf yang ada di sana dengan cermat, dia tidak mau salah ataupun keliru karena itu bisa saja berdampak pada perusahaannya.

Sedangkan, diluar Shila terus saja menggerutu karena Rafa tidak juga keluar dari dalam ruangannya. Mau masuk untuk menghampiri laki-laki itu, tapi dia juga gengsi.

“Arrghh ....”

“Rafa nyebelin!” Shila menghentakkan kakinya lalu kembali fokus pada komputer kerjanya, dengan hati yang kesal.

...*******...

“Shil ... Pulang, yuk?” Rafa keluar dari dalam ruangannya, dia menatap Shila yang masih melihat pada layar komputer yang ada didepan gadis itu.

“Enggak, Abang pulang sendiri aja!” ujar Shila tanpa mengalihkan pandangannya. Rafa tampak mengangguk-angguk.

“Oke, kalau gitu, Abang pulang duluan, ya? Kamu hati-hati nanti dijalan!” Rafa berlalu meninggalkan Shila setelah mengusap rambut gadis itu. Shila membulatkan mulutnya melihat tingkah Rafa.

“Di-dia beneran ninggalin gue? Gak mau bujukin gue buat pulang bareng?” Shila menatap kesal padanya punggung Rafa yang sudah masuk kedalam lift. Saat pintu lift tertutup, Shila membuka sepatunya lalu melemparkannya ke arah lift yang sudah tertutup itu.

“Rafa sialan! Bukannya bujukin aku, malah di tinggal, awas kamu Bang!” dengan langkah kaki yang terpincang-pincang, Shila kembali mengambil sepatu yang dia lempar tadi.

“Untung aja gak ada orang disini, kalau gak, pasti di sangka gila gue nih, pasti!” Shila kembali mengenakan sepatunya, lalu berjalan menuju meja kerjanya dan mengemasi barang-barang dan memasukkannya kedalam tas yang harganya cukup membuat orang tersedak itu.

Dengan langkah kesal, Shila masuk kedalam lift dan menekan nomor lantai dasar. Hanya dia yang ada didalam lift itu, hingga lift berdenting, dan pintunya terbuka. Shila dengan langkah yang elegan keluar dari dalam lift.

Sudah banyak karyawan yang pulang, karena ini memang sudah lewat jam pulang kerja.

“Eh, tumben, sekertaris kesayangannya pak Rafa gak di ajakin pulang bareng?” Shila mendengar suara seorang wanita yang mendekat padanya.

Ternyata bukan hanya seorang, tapi tiga orang. Dan itu, adalah orang yang sama dengan wanita yang tadi berdebat dengannya di kantin kantor.

Shila mengabaikan perkataan perempuan itu, dia tidak membawa mobil hari ini, karena tadi pagi dia pergi bersama dengan Rafa ke kantor.

“Kenapa diam aja? Pak Rafa udah bosan, ya, sama Lo?” wanita bergincu tebal itu tersenyum mengejek pada Shila.

Shila yang kala itu, sedang memegang ponsel untuk memesan taksi online, menoleh sebentar pada wanita itu, sebelum dia berdecih sesudahnya.

“Hahaha, kena batunya Lo ******! Gimana rasanya di abaikan sama Pak Rafa? Makanya, jadi perempuan tuh, jangan jual murah!”

Shila mengepalkan tangannya saat mendengar perkataan wanita itu. Dia menoleh dengan tatapan yang setajam silet.

“Jaga mulut Lo, ya! Gue bukan ******! Seharusnya, Lo itu sadar diri! Yang ****** itu, gue, apa Lo?!” jawaban sarkas Shila membuat wanita itu mengepalkan tangannya. Dia menatap Shila sama tajamnya dengan tatapan yang diberikan oleh Shila.

“Kurang ajar Lo, ya! Tentu aja, yang ****** itu, Lo, bukan gue!” wanita itu hendak melayangkan tangannya pada pipi Shila, tapi langsung di tahan oleh Shila dengan kasar.

“Kenapa Lo marah?! Ngerasa kalau Lo itu emang ******? Makanya, kalau ****** itu, jangan teriak ****** pula sama orang lain, kena, kan, Lo?!” Shila menghempaskan tangannya wanita bergincu itu dengan kasar, setelah itu pergi dari sana karena taksi pesanannya sudah datang.

“Sialan Lo, ******!”

Wanita itu menghentakkan kakinya dengan kesal, setelah itu dia menatap pada kedua temannya yang hanya diam saja melihat perdebatannya dengan Shila tadi.

“Kalian kenapa diam aja, sih? Harusnya kalian bantuin gue buat permaluin dia tadi!” geramnya. Wanita itu meninggalkan kedua temannya dan berjalan ke arah mobilnya sendiri.

“Dasar, punya temen gak ada gunanya!”

...******...

Shila masuk kedalam taksi online yang sudah dia pesan. Shila duduk di bangku penumpang, dengan melihat keluar, menikmati cahaya jingga di langit sore.

Pemandangan langit yang orange itu membuat Shila dapat mengalihkan rasa kesalnya.

Di tambah lagi, dengan sopir taksi itu yang menghidupkan musik romantis membuat Shila tersenyum.

“Tambah volumenya, ya, Pak.” sopir taksi itu mengangguk, dan menambah volume musiknya seperti yang di katakan oleh Shila tadi.

Sembari bersenandung, Shila tidak menyadari kalau dia sudah masuk kedalam komplek perumahannya.

“Eh? Udah sampai, ya, Pak?” tanya Shila tersenyum, saat taksi yang di tumpangi-nya itu berhenti pada alamat yang tadi sudah dia sebutkan saat memesan taksi.

“Iya, udah sampai Non.” ujar sopir taksi itu tersenyum. Shila menyerahkan uang ongkosnya, lalu keluar dari dalam taksi itu, setelah mengucapkan terimakasih.

Shila langsung membelokan tubuhnya menuju gerbang tinggi yang ada di depan halaman rumahnya, dia tidak menatap ke arah rumah Rafa karena kesal dengan laki-laki itu.

“Awas aja kamu Bang, aku gak bakal mau ngomong sama kamu!” dengus Shila, lalu menutup pintu yang sebelumnya sudah dia buka, karena tidak terkunci.

“Eh, Non, Shila. Udah pulang?” Shila mengangguk pada bi Inah yang menyambutnya.

“Kenapa gak di ketuk aja pintunya Non, biar bibi bukain?!” bi Inah menatap Shila tidak enak, sedangkan gadis itu hanya tersenyum.

“Enggapapa bi, Mama sama Papa udah pulang bi?” tanya Shila, karena tadi dia melihat mobil orangtuanya itu di garasi.

“Iya, udah, Non. Kalau gitu bibi ke dapur lagi, ya? Soalnya persiapannya belum selesai!”

“Persiapan apa, Bi?” tanya Shila heran.

Bi Inah langsung menutup mulutnya saat tau dia hampir keceplosan.

“Ah, i-itu, Non, persiapan buat makan malam. Iya, itu, bibi belum selesai masaknya!” ujar Bi Inah menjawab dengan gugup. Shila hanya menganggukkan kepalanya tanda percaya.

“Ya, udah. Shila ke kamar dulu ya Bi. Mau mandi dulu!”

“Iya, Non. Silakan,”

Shila berjalan menaiki tangga rumahnya untuk naik ke lantai dua letak kamarnya.

“Ah, hampir aja ....”

.

.

.

.

...*****...

Tengkyu for reading 🎉

Terpopuler

Comments

Puja Syaharani

Puja Syaharani

lanjut thor

2020-10-09

0

atteu

atteu

lanjut thor jng lama2 thor

2020-10-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!