Sudah beberapa perusahaan yang Shila datangi, tapi semuanya mengatakan tidak ada lowongan pekerjaan. Shila capek? Tentu saja, tapi dia tidak boleh menyerah, dia harus mendapatkan pekerjaan ini.
Hari sudah menjelang siang, kini tujuan Shila tinggal tiga perusahaan lagi, oke baiklah. Semangat, Shila kau harus semangat. Ucap Shila dalam hatinya menyemangati dirinya sendiri.
Shila mengendarai mobilnya menuju kesebuah gedung bertingkat yang terlihat sangat megah dan juga mewah.
Dia menatap gedung itu dengan kagum. Memantapkan diri untuk masuk kesana membawa CV yang sudah dia siapkan sebaik mungkin.
Shila berhenti didepan meja resepsionis, mengatakan kalau dia ingin melamar pekerjaan.
Resepsionis itu mengarahkan Shila menuju ruang HRD. Ternyata bukan dia sendiri disana, ada beberapa orang lagi yang sepertinya sedang menunggu giliran untuk dipanggil.
Shila menyerahkan CV yang dia bawa, lalu duduk diruang tunggu untuk sementara dirinya menunggu untuk dipanggil wawancara.
Hingga satu-persatu orang yang tadinya menunggu bersama dirinya masuk lalu keluar, hingga kini tiba gilirannya.
Shila gugup, dia meremas roknya untuk mengurangi kegugupannya. Melangkah kakinya masuk kedalam ruangan itu bersama seseorang yang membimbingnya.
Disana terlihat 3 orang, sedang duduk memegang CV yang tadi dia bawa. Dua diantaranya adalah laki-laki paruh baya dengan seorang wanita yang masih lumayan muda.
Shila dipersembahkan untuk duduk, ketiga orang itu menilai Shila dengan tatapan menyelidik, mulai dari penampilannya hingga mereka membaca CV Shila.
“Shila Kayana Malka?” tanya lelaki paruh baya itu pada Shila. Lantas gadis itu mengangguk.
“Mendapat predikat Cumlaude di universitas Gadjah Mada, sebagai mahasiswi jurusan Management,” ucap laki-laki paruh baya itu lagi. Lantas Shila mengangguk.
“Kamu ingin pekerjaan seperti apa Shila?” pertanyaan laki-laki itu membuat Shila mendongak.
“Eh?” tanyanya bingung. Kenapa pertanyaannya seperti ini? Batin Shila.
“Saya ingin pekerjaan yang sesuai dengan alur saya Pak, Manager.” ujar Shila dengan yakin. Iya, dia yakin bisa duduk di kursi seorang Manager. Bagaimanapun dia mendapatkan predikat Cumlaude itu bukan dengan mudah, tapi dengan usaha yang keras.
“Tapi sayangnya posisi itu sudah ada yang mengisi. Yang ada hanya posisi seorang sekretaris CEO.” ujar laki-laki paruh baya itu lagi.
“Tapi itu bukan bidang saya.” ujar Shila. Bagaimanapun dia kuliah jurusan management, bukan sekretaris.
“Tapi hanya posisi itu yang tersisa saat ini.” ujar wanita yang sedari tadi hanya diam, akhirnya angkat bicara.
______
Shila keluar dari ruangan itu dengan lemas, dia menerima pekerjaan itu. Yaitu sekretaris CEO. Walau bagaimanapun, mencari pekerjaan itu sulit saat ini, jadi dia harus memanfaatkan kesempatan yang ada, walaupun pekerjaannya sedikit melenceng dari bidang yang dia geluti.
Tapi gaji yang ditawarkan oleh perusahaan ini untuk jadi sekretaris tidak main-main, bahkan lebih besar dari gaji seorang Manager, dan Shila bertekad untuk menaklukkan bidang barunya ini.
Tapi walau bagaimanapun, pekerjaan sekretaris hampir tidak jauh berbeda dengan Manager, menghandle rapat, memeriksa berkas, dan lainnya.
Besok adalah hari pertama Shila bekerja, setelah tadi dia berjabat tangan dengan ketiga orang itu. Bagaimanapun perusahaan membutuhkan karyawan yang mendapat predikat cumlaude seperti Shila ini untuk tetap di perusahaan mereka.
Shila keluar dari gedung tinggi itu, menuju parkiran mobil. Dia akan pergi makan siang setelah ini. Dia melirik sekilas pada mobil yang terparkir di parkiran khusus petinggi perusahaan, dia seperti pernah melihat sekilas mobil ini, tapi dia tidak ingat kapan dan dimana.
Shila mengendarai mobilnya pada sebuah restoran yang tidak jauh dari kantor tempat dia tadi melamar pekerjaan. Karena dia sudah membuat jadi bersama dengan Alena dan Diara untuk makan siang bersama.
Shila duduk disebuah meja ditepi jendela yang menghadap kearah jalan raya. Dia bisa melihat dengan jelas bagaimana kendaraan berlalu lalang disana. Disini lebih ramai daripada di Jogja.
______
“Eh Shil,” ucap Alena yang baru saja tiba bersama dengan Diara. Ketiga gadis itu bercipika-cipiki sebentar lalu kembali duduk. Hingga seorang pelayan datang menghampiri mereka bertiga membawakan buku menu.
“Silahkan.” ujar pelayan itu dengan sopan. Shila memberikan buku menu itu pada Diara dan juga Alena, karena dia sendiri sudah memesan terlebih dahulu tadi sebelum kedua temannya itu datang. Diara dan Alena menyebutkan makanan yang ingin mereka makan. Setelah itu, pelayan tadi beranjak dari sana untuk menyiapkan pesanan mereka.
“Lo bener-bener ya Shil, pindah gak ngomong-ngomong sama kita.” ujar Diara yang terlebih dahulu sudah menumpahkan kekesalannya pada Shila. Sedangkan Alena mengangguk.
Shila menggaruk tengkuknya, lalu tertawa kecil.
“Ya maaf, gue pindahnya juga buru-buru sih.” ujar Shila menjelaskan. “Oh iya, gimana kabar kalian?” tanya Shila mengalihkan pembicaraan.
“Kita mah selalu baik, kalo Lo sendiri gimana?” tanya Diara.
“Gue juga baik.” ujar Shila.
Tak lama setelah dia menjawab itu, pesanan mereka pun tiba.
Setelah semuanya terhidang dengan sempurna, pelayan tadi pun kembali.
Ketiga gadis itu menikmati makanan mereka dengan obrolan sekitar kegiatan Shila di Yogyakarta, meskipun mereka sudah mendengar dari obrolan via WhatsApp, tapi rasanya mendengar dari mulut Shila sendiri lebih menyenangkan.
“Oh iya Shil, semenjak Lo pergi, itu si Rafa kacau banget tau gak.” ujar Alena memulai pembicaraan seputar Rafa. Sedangkan Diara mengangguk, membenarkan ucapan Alena.
“Kacau gimana?” tanya Shila cuek. Dia sudah berusaha untuk melupakan Rafa dari dalam hatinya, yah walaupun usahanya itu tidak membuahkan hasil sedikitpun, tapi tetap saja Shila berusaha untuk menormalkan ekspresinya jika mengenai tentang Rafa.
“Gak tau. Dia jadi lebih pendiam, cuek, dingin, kaku, datar, pokoknya bukan Rafa yang biasanya deh.” ujar Alena. Shila hanya manggut-manggut mendengar perkataan Alena.
“Sebegitu berubahnya kah dia itu?” tanya Shila. Diara mengangguk begitu juga Alena.
“Iya, dia jadi jarang ngomong. Sama Ryan dan Rendra aja jarang juga.” ucap Diara. “Apalagi sama Cindy, beuh, cueknya minta ampun. Pen nampol gue.” sambung Diara lagi.
“Loh, kok gitu?” tanya Shila penasaran.
“Ya, mana gue tau.” ujar Alena.
“Kan mereka itu....,” Shila tidak melanjutkan perkataannya.
“Apa? Mereka dekat? Kayak gitu dibilang dekat, yeee, Lo yang kayaknya udah salah paham tau gak. Tiap hari Rafa tuh kalo disekolah kerjaannya ke rooftop terus, Cindy yang ngedeketin dia aja di usir langsung. Pokoknya parah lah pas Lo pergi.” ucap Alena menceritakan pada masa dia di SMA, ketika Shila sudah pindah ke Jogja.
“Mereka gak pacaran?”
“Yeee, dasar markonah. Kalo gitu mana bisa pacaran, orang Rafa nya itu ketus banget sama tuh cewek.” ucap Diara, sedangkan Shila hanya tersenyum masam.
Rafa yang saat ini sedang makan siang di kantornya, mendadak bersin-bersin hingga membuat hidungnya perih.
“Duuhhh, siapa lagi nih yang ngomongin gue? Gak tau apa orang lagi makan?” ujar Rafa bicara sendiri pada dirinya. Untung saja dia makan diruang kerja, kalau di kantin kantor, pasti banyak yang menatap aneh pada laki-laki itu.
“Mana perih banget lagi nih Idung,” ujar Rafa lagi.
________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments