“Mummy akan datang terlambat,” sahut Katy dengan suara murung. “Lagi!”
“Sayang sekali, Jane masih terikat di tempat kerjanya,” ujar Rick dengan suara selicin kelereng.
“Kuharap tidak secara harafiah!” Ursula bercanda. Tapi gurauan ringannya sama sekali tidak mampu memancing senyuman sehingga ia menyesal telah melontarkannya, dan ia menyadari betapa jemarinya gemetar karena tegang.
“Mummy sedang mengurus kostum untuk tur baru Connection,” Katy memberitahu, malu-malu menggandeng tangan Ursula.
Mata Ursula melebar. “Connection? Wow! Album terakhir mereka sangat hebat! Aku terkesan.”
“Jangan! Mereka hanyalah para peleceh yang terobsesi dengan diri sendiri!”
“Katy!” seru Rick, tampak kaget.
“Kaulah yang mengatakannya, Dad!”
“Tidak di depanmu,” sahut Rick muram.
Bunyi bel pintu depan bagaikan menyelamatkan Ursula. Katy bersorak kegirangan ketika melihat lima teman sekolahnya berdiri di depan pintu.
“Kami semua diantar oleh mobil Mommy!” ujar salah seorang. “Polly membelikanmu soundtrack Musketeers!”
“Sial, kau merusak kejutanku!” sungut Polly.
“Oh, bukan masalah, aku sudah terlalu tua untuk mendapat kejutan,” sahut Katy ringan. “Masuklah mari kita ke ruangan sebelah dan memutarnya.”
“Bagus!”
“Dan Sally membelikan video Musketeers!”
“Hebat!”
Dengan ribut gadis-gadit itu berlalu. Ursula tertinggal sendirian dengan Rick dalam ruangan yang hampir sama luasnya dengan kantor mereka, tapi saat ini tampak begitu sempit dan mencekam.
“Kelihatannya mereka gadis-gadis yang baik,” komentar Ursula sambil berharap semoha ia tidak tampil secanggung yang dirasakannya. “Teman-teman Katy itu.”
“Ya.”
Ursula melihat Rick melirik sekilas jam tangannya. “Ada yang bisa kubantu, Rick?”
Rick berusaha keras tersenyum. “Tentu saja. Kau dapat masuk ke ruang duduk dan minum bersamaku.”
Ursula menggeleng. “Maksudku, apakah kau perlu bantuan memotong sandwich, atau es krim dengan wajah lucu?”
“Aku paham maksudmu, tapi tidak, aku tak perlu bantuanmu. Terima kasih banyak.” Rick tersenyum lagi, kali ini sepertinya tulus. “Pesta anak-anak sekarang sudah jauh berbeda dengan zaman kita dulu. Tidak ada es krim atau agar-agar! Aku sempat mengusulkannya pada Katy, tapi ia langsung memasang mimik seolah mau muntah! Kemudian ia bilang, ia ingin pesan pizza!” Rick mendesah berlebihan. “Pesta anak-anak sekarang sungguh sangat berbeda!”
“Aku tidak pernah tahu,” sahut Ursula tanpa berpikir. “Aku tak pernah merayakan ulang tahun ketika masih kecil.”
Rick tampak terkejut. “Apa? Tak pernah?”
“Tak pernah!” mulut Ursula berkerut. “Menurutmu hal itu sangat menyedihkan?”
“Hanya tidak biasa. Mengapa bisa begitu?”
“Oh, kau tak akan berminat mengetahuinya.”
“Jangan mengatakan apa yang tidak kuinginkan, atau apa yang kuinginkan! Kau tak bisa mengaturku di sini, Ursula—kita tidak sedang bekerja sekarang.”
“Memang tidak.” Karena jika mereka sedang bekerja, mereka tak mungkin bicara seperti ini. Lembut. Intim. Dengan segala milik Rick di sekelilingnya, yang menambah rasa asing pada diri Ursula…
“Jadi mengapa kau tak pernah berpesta?”
Ursula memandangnya dengan mengernyit. “Kau seorang laki-laki yang sangat keras kepala!”
“Sudah seharusnya.” Rick mengamati gadis di hadapannya dengan teliti. “Karena kau tak pernah mau membicarakan masa kecilmu.”
“Jika menyangkut hal itu, kau juga demikian!” balas Ursula. “Kupikir kita di sana untuk bekerja, bukan menjalani terapi!”
“Sulit, ya?” tanya Rick lunak.
“Sebagian,” elak Ursula, karena tidak ingin Rick mengira ia mengasihani dirinya sendiri. “Ibuku seorang janda. Selama hidupnya ia membanting tulang demi menghidupi aku dan Amber. Uang kami tak banyak dan kamu harus sangat berhemat sehingga tak pernah berpikir untuk mengadakan pesta ulang tahun. Tapi kadang-kadang Ibu membuatkan kami kue lalu menancapkan beberapa
batang lilin dan kami bertiga akan menghabiskan kue itu!” Hening yang berkepanjangan. “Terakhir kali ia membuat kue, umur Amber kurang-lebih sama seperti Katy.”
“Lalu?”
Ursula menatap laki-laki itu. “Kau ingin mendengar
semuanya?”
“Kau tak mau menceritakannya?”
Ursula ragu-ragu. “Ketika kami remaja, Ibu jatuh sakit,” ucap Ursula dengan tabah. “Ia sakit lama sekali. Ibu meninggal tahun lalu.”
“Dan kaukah yang merawat beliau?”
Ursula menatap Rick dengan takjub, kemudian mengangguk. “Benar. Merawatnya di rumah sampai akhir hayatnya.”
“Begitu,” kata Rick perlahan. “Sekarang aku mengerti.”
“Oh?” jemari Ursula bergerak naik untuk memeriksa sirkan mutiara yang menjepit sejumput besar rambut hitamnya. “Mengerti apa?”
“Kebaikanmu. Kedewasaanmu. Hal-hal lain juga. Tapi kau benar…” Rick menyunggingkan senyum lembut, “…ini bukan terapi. Mari kita minum
sekarang. Sepertinya kau butuh minum.”
“Kedengarannya menyenangkan.” Pertanyaan Rick sama sekali tidak menyinggung Ursula. Bahkan ia merasa lega setelah bercerita pada laki-laki itu. Kadang kita memang mengunci bagian hidup yang pahit dan sedih sehingga bagian itu meradang seperti infeksi.
Ursula mengikuti Rick dari hall ke salah satu ruang pesta. Jendela di ruangan tersebut berkesan kuno, yang semakin diperkuat oleh sapuan warna dari kebun belakang. Ruangan itu ditata sederhana seperti ruang tamu yang baru mereka tinggalkan—berlantai papan kayu polesan yang ditutupi permadani, dengan mebel-mebel yang dipilih dengan cermat, sehingga ada sentuhan modern di
dalamnya.
Ada sebotol sampanye yang sudah dibuka dan didinginkan dalam es. Rick menunjuknya. “Seperti pramuka terbaik, aku sudah menyiapkan segalanya.
Mau mencicipi minuman itu?”
Ursula biasanya tak pernah minum sampanye dingin sebelum matahari terbenam, tapi ia juga tak mungkin meminta segelas bir pada Rick!
“Tentu saja,” jawab Ursula.
Rick menuangkan satu sloki untuk mereka masing-masing dan menyodorkannya pada Ursula. Ursula membawa minumannya ke pintu agar dapat
mengamati kebun dengan lebih jelas. Kebun itu cukup luas. Pastilah diperlukan rasa cinta sekaligus dedikasi untuk membuatnya tampak seindah ini, pikir Ursula.
“Siapa yang biasanya berkebun?” tanya Ursula. “Kau atau Jane?”
“Oh, Jane benci berkebun,” sahut Rick dengan tawa yang terdengar ganjil. “Ia menyukai rangkaian bunga yang sudah dibungkus rapi dari toko kembang mahal! Ia jijik pada lumpur dan serangga!”
“Bagaimana denganmu?” selidik Ursula penasaran. “Kau juga jijik pada lumpur dan serangga?”
Rick tersenyum. “Sebaliknya, aku menyukai rasa tanah di tanganku. Rasanya puas jika dapat menanam sesuatu di tanah dan melihatnya tumbuh serta berkembang. Tapi, aku menyewa orang untuk mengurusi kebunku karena aku lebih suka menghabiskan waktu luangku dengan Katy.”
Rick mendekati Ursula dan gadis itu dapat merasakan aroma aftershave Rick yang samar-samar—perpaduan musk dan lemon yang sepertinya tercium lebih menusuk di sini daripada di kantor. Pasti Rick baru saja mandi beberapa saat sebelum Ursula tiba, karena rambutnya masih agak lembab.
Ursula menggigil, padahal matahari masih menyengat di atas kepala mereka. Ursula ingin ada orang lain yang segera datang, tapi pada saat
yang sama ia juga tak menginginkan kehadiran siapa pun.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments