“Ya, sepertinya sudah pernah, tapi dalam kasus ini…” Ursula mengerutkan kening. “Dalam kasus ini apa?”
Rick menggeleng. “Sudahlah.”
“Apa yang sudah, Rick! Kau tak boleh memulai percapakan seperti itu lalu membiarkannya menggantung…”
“Tidak.” Dan Ursula terheran-heran ketika tiba-tiba Rick tergelak-gelak.
“Apakah aku mengatakan sesuatu yang lucu?” tanya
Ursula.
“Tidak. Hanya kata-katamu pas, itu saja!” Rick
memicingkan matanya. “Aku lebih suka menghentikan pembicaraan ini, jika kau tak
keberatan, Ursula.”
“Tapi aku ingin tahu.”
Rick mendesah. “Tentu saja Mrs. Wilson pernah melihat laki-laki telanjang sebelumnya!” jawab Rick singkat. “Tapi dalam kasus ini, karena terjadi pagi-pagi sekali dan semuanya…” Rick menengadah, mengira akan melihat rasa malu terpancar di mata Ursula. Tapi yang ada di sana hanya kebingungan.
“Ya?” tanya Ursula berusaha menolong.
“Apakah aku harus mengejanya untukmu?”
“Ya, kurasa begitu.”
Kerut di dahi Rick semakin dalam. “Begini, alatnya
sedang bangun.”
“Sedang… bangun,” Ursula mengulang lambat-lambat.
“Brengsek… iya! Saat itu masih pagi, kan? Dan bukannya menutupi tubuhnya, lelaki itu malah melihat ke bawah, kemudian menatap Mrs. Wilson dan menyeringai serta berkata, ‘Hei, kau mau mencobanya, Mrs. Wilson?’”
Sekarang barulah Ursula mengerti kejadian yang
sebenarnya dan wajahnya langsung merona menjadi merah jambu. Rasa malu Ursula semakin menjadi-jadi karena Rick menatapnya heran, seolah-olah laki-laki itu baru menyadari…
Ternyata gadis itu sama sekali tidak tahu apa-apa
mengenai apa yang terjadi pada tubuh pria di pagi hari. Bahkan lebih sederhana lagi, ia betul-betul seorang perawan.
“Oh, lupakanlah, Ursula,” Rick mengerang. “Aku tidak
bermaksud…”
“Tak perlu minta maaf, Rick,” jawab Ursula dengan
angkuh. “Kau hanya kurang jelas menceritakannya.”
“Ya, kau benar,” sahut Rick perlahan. “Aku memang
kurang jelas menceritakannya.”
Mereka bertatapan cukup lama. Ursula bertanya-tanya apakah Rick akan mengatakan yang sebenarnya atau menutupinya.
“Lupakan saja, Ursula,” kata Rick lagi. “Aku tidak
menyadari…”
“Bahwa aku tidak tahu apa-apa mengenai laki-laki?”
Mata Rick menyipit, pandangannya terheran-heran
setengah tak percaya. “Apakah itu cara lain untuk mengatakan kau adalah seorang… seorang…?”
Ursula menyela sebelum Rick sempat mengucapkan kata terkutuk itu dan membuat mereka berdua sama-sama merasa tidak enak. “Kurasa kita sebaiknya menghentikan percakapan ini, Rick,” kata Ursula datar.
“Ya, ya, kupikir juga demikian.” Rick mengeluarkan
******* penuh kelegaan. “Mari kita bicarakan hal lain saja.”
Ursula mengangguk, “Memang itu yang terbaik.”
Keheningan yang asing dan mencekam menyelimuti ruangan tersebut.
Rick mulai menggambar garis-garis zigzag dalam halaman buku catatannya—pertanda bahwa ia sedang kalut. Ia mengangkat kepalanya untuk
menatap Ursula, matanya yang gelap berkilat bagaikan api—menembus, mencari, bertanya. Ursula ingin berpaling tapi tak mampu.
Tepat pada saat itulah, bagai menjawab doa Ursula,
telepon di meja berdering. Ursula mengangkat pada dering yang kedua. “Kantor Rick Sheridan,” suara Ursula bergetar.
Si penelepon adalah perusahaan televisi yang
memproduksi acara interaktif harian dengan pemirsa. Rick pernah muncul dalam acara tersebut, namun ia bersumpah tak akan pernah menginjakkan kaki ke dekat tempat itu lagi. Ursula berusaha menolak desakan si penelepon dengan seefektif
dan sesopan mungkin. Sementara itu ia menyadari bahwa selama itu Rick duduk di mejanya sambil mengamati Ursula, walaupun berusaha menutupinya.
Bagus! Ursula bisa membayangkan apa yang sedang dipikirkan oleh Rick.
Buruk rupa, belum menikah, dan masih perawan!
“Bagaimana jika aku pergi dan membelikanmu sebuah surat kabar lokal?”
“Untuk…?”
“Mencari pembantu di kolom iklan.”
Rick mendesah, “Kau bersedia, Ursula?”
“Atau barangkali lebih baik mengirim sebuket bunga
pada Mrs. Wilson, disertai pesan bahwa hal seperti itu tak akan terulang lagi.”
Tapi Rick menggeleng. “Mrs. Wilson tampaknya sudah memutuskan bahwa rumah kami adalah sarang kebejatan.”
Ursula mengangkat bahu. “Kalau begitu kita tak bisa
apa-apa.” Tapi ketika mengambil uang logam dari kotak uang tunai, Ursula bertanya-tanya mengapa Jane bersikap demikian bodoh. Wajah Ursula merona lagi dan ia menengadah.
“Apa?” tanya Rick.
Ursula menggeleng. “Tak ada apa-apa.”
“Apa?” ulang Rick tidak sabar.
“Kurasa kau beruntung karena hanya Mrs. Wilson yang masuk ke sana dan melihatnya,” tambah Ursula takut-takut. “Maksudku, bisa saja Katy yang melihatnya.”
“Tepat,” sahut Rick, dengan suara suram yang tak
pernah didengar Ursula sebelumnya dan saat itu juga hati Ursula langsung melompat ke arah Rick.
Ursula keluar untuk membeli surat kabar dan saat
kembali, ditelusurinya kolom iklan mini, lalu dilingkarinya calon-calon yang potensial. “Kau ingin aku menelepon orang-orang ini untuk mencarikan pembantu baru bagimu?” Ursula bertanya pada Rick.
“Kau bersedia? Apakah kau tahu apa saja yang harus kautanyakan?”
Ursula tersenyum. “Mengapa? Karena sepanjang hidup aku tak pernah punya pembantu dan sepertinya tak akan pernah?”
Rick menyilangkan kakinya yang panjang dengan nyaman di bawah meja. “Mungkin.” Ia mengangkat bahu.
“Kau salah. Aku tahu lebih banyak mengenai pembantu profesional dibandingkan kebanyakan orang,” kata Ursula. “Aku tahu apa yang bisa diterima dan apa yang harus ditolak. Itulah pekerjaan ibuku. Kuharap kau memberikan upah yang layak, Rick.”
Tatapan Rick demikian mantap. “Bagaimana menurutmu?”
Ursula tak ragu sedikit pun. “Aku berani bertaruh kau
pasti membayar di atas upah standar minimum.”
Rick tersenyum. “Yah.”
Laki-laki itu mulai menggambar sketsa-sketsa kecil
dalam buku catatannya dan Ursula langsung tahu bahwa Rick sedang memeras otak untuk iklan baru mereka. Perusahaan mereka sedang berusaha memenangkan kontrak baru dengan sebuah perusahaan penerbangan yang diburu oleh semua orang dalam industri periklanan. Dan Rick telah menciptakan paket pariwaranya sendiri, sebab itu
Ursula yakin Rick pasti akan memenangkan kontrak tersebut!
Pagi hari dipadati acara rapat—pertama-tama dengan Oliver Blackman, mitra Rick, yang akan terbang ke Zurich siang itu. Kemudian Zara Hobbs datang. Ia direktur akunting terbaru yang pirang dan cantik tapi sangat berbakat dalam bidangnya. Zara menggoda Rick habis-habisan, pikir Ursula secara objektif. Tetapi lelaki itu sama sekali tidak memedulikan wanita itu…
Setelah Zara, ada rapat “ide” dengan tim kreatif lain.
Mereka duduk mengelilingi meja besar bulat dan menggodok ide-ide untuk promosi bir yang baru. Acara itu acara pemerasan otak dan, seperti biasanya, suatu gambaran yang menarik akan diberi sentuhan segar oleh Rick.
Pukul satu, Rick dan Ursula pergi makan siang dengan seorang klien. Undangan ditujukan pada Rick dan mitranya, Oliver Blackman. Namun Oliver harus pergi ke Swiss. Mereka pergi ke restoran di puncak gedung pencakar langit yang memberikan pemandangan panorama kota serta kepala koki
yang pemarah.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments