“Nuha, berhentilah membersihkannya dengan tangan kosong. Kamu akan kotor juga jika seperti itu” kata Fani.
Nuha malah bengong, tatapannya seperti melamun. Dia pun menjawab, “Fani, kamu makan aja dulu. Setelah ini aku mau ke toilet”
“Ya sudah kalo gitu”
Sementara itu, Asa dan Sifa membantu Naomi membersikan diri di toilet. Jus stroberi dan siomay Nuha benar-benar mengotori baju Naomi. Sehingga cukup sulit untuk membersihkannya.
“Mungkin kamu harus melepasnya dulu Naomi, supaya kita bisa bantu membersihkannya dengan baik” ucap Sifa.
“Umm baiklah, aku akan menunggu di dalam toilet kalo gitu” jawab Naomi gampang.
Sifa mulai membasahi depan seragam Naomi dengan air kemudian mencucinya dengan sabun cuci tangan yang ada di wastafel.
“Naomi, Nuha memang gitu kok orangnya. Lelet. Banget. Sampe kadang aku geram padanya. Kenapa dia sesantai itu jadi orang. Sikapnya yang suka menyembunyikan masalahnya itu benar-benar membuatku jengkel. Aku sudah gak bisa sabar. Kenapa dia tidak pernah mengandalkan sahabatnya? Lalu kita, dianggap apa coba. Ck!” kata Asa jujur dan kesal.
“Asa, kok kamu berani banget ngomongi Nuha kek gitu ke Naomi” bisik Sifa.
“Ya biarin aja, mulut mulut gue”
“Haah.. Asa.. Asa.. kamu gak kasihan kalo Nuha dengar kamu bicara seperti itu, dia bakalan kecewa berat. Nuha aja gak pernah ngeluhin kita, kenapa kamu jadi ngeluhin dia?"
“Sifa! Berfikirlah seperti gue gitu loh. Dasar!”
Di dalam kamar mandi, Naomi hanya terus menahan senyum licik atas keberhasilannya itu. Kesengajaan dirinya menumpahkan nampan Nuha ternyata tidak ada yang melihatnya, malahan Nuhalah yang bersalah. Keberuntungan sedang berpihak kepadanya.
Tapi, Nuha ternyata mendengar semua percakapan itu dari balik luar pintu ruang toilet. Dia menunggu di sana karena dia tahu bahwa di sana ada Asa, Naomi dan juga Sifa. Jika dia masuk, Asa pasti akan mengungkit masalah itu lagi.
“Sikapku yang tertutup, ternyata menyusahkan Asa” keluh Nuha.
Dia tertunduk, “Aku sangat bahagia memiliki sahabat seperti mereka. Karna, mereka sangat berharga bagiku. Aku tidak ingin kehilangan mereka. Tapi, aku sendiri yang merusaknya. Sikapku yang tertutup, pendiam dan cuek ternyata.. Umm..” lanjutnya dengan sedih.
“Kriiing kriing kring!” Bel masuk pun berbunyi.
“Wah dah masuk nih. Sifa, udah selesai belum?” tanya Asa mendekati Sifa yang sedang mengeringkan dengan tisu. Lalu dia membantunya supaya cepat selesai.
“Kalian berdua, terima kasih ya sudah mau membantuku. Kalo gak ada kalian, aku mungkin gak akan bisa bilang gakpapa” sahut Naomi.
“Tenang saja Naomi, kalo kamu butuh bantuan kami siap kok membantumu” balas Asa.
“Umm..” Nuha yang mendengar itu, perasaan di hatinya jadi semakin getir.
“Nih Naomi, udah. Meski masih ada bekas basahnya sih, tapi sudah lumayan kan” ucap Sifa menyerahkan seragam milik Naomi. Naomi pun memakainya dengan senang hati.
Mereka bertiga keluar dari ruang toilet. Cukup kaget karena ada Nuha yang sudah menunggunya diluar, tapi Asa berani mengacuhkannya.
“Nuha” sapa Sifa.
“Udah biarin, Sifa” sanggah Asa langsung menarik Sifa tetap pergi berjalan.
Nuha hanya bisa menahan mulutnya. Sedih, meski belum bisa menangis. Dia masuk sendirian ke dalam toilet walaupun bel masuk sudah berbunyi, bahkan sudah lewat sepuluh menit.
Saat Asa, Sifa dan Naomi terus berjalan, tiba-tiba Naomi berhenti. “Ada apa Naomi?” tanya Asa.
“Aku.. Aku minta maaf dulu ya sama Nuha” ucap Naomi.
“Kenapa minta maaf? Kan dia yang salah” sanggah Asa.
Naomi pun langsung berjalan cepat untuk kembali ke toilet tanpa menghiraukan ucapan Asa. Asa dan Sifa pun menunggunya di tempat.
Sesampainya di toilet, Nuha tidak terlihat olehnya. Naomi berfikir, mungkin Nuha sedang berada di dalam kamar mandi. Dia pun mencoba memanggilnya, “Nuha?”
Nuha kaget mendengar suara itu dari dalam kamar mandi, sedangkan dia berdiam diri di sana sambil membersihan diri. Tapi, setelah itu dia menjawab panggilan itu, “Naomi?”
“Oh, Nuha. Kamu di dalam?”
“Um.. Iya”
“Aku.. aku mau minta maaf kepadamu soal tadi” ucap Naomi tidak tulus, hanya ingin berpura-pura saja meski memang dia yang salah.
“Iya.. Gak- gakpapa, Naomi” balas Nuha berat.
Mencoba membuat rencana kecil, Naomi melihat kunci gembok yang hanya terdapat tempat gemboknya saja terpaku di pintu dan kusennya. Sambil berkata, “Ya sudah kalo gitu” tangannya bergerak mengaitkan cantelan dengan pengait tersebut. Kemudian pergi begitu saja. Nuha tidak mengetahui perbuatan Naomi.
Naomi menemui Asa dan Sifa yang menunggunya, kemudian mereka bertiga berjalan bersama ke kelas.
Di sana, di depan kelas, Naru berdiri tegap dengan sikap dingin dan tatapan serius.
"Kenapa kamu melihatku begitu, Naru?" tanya Naomi.
"Enggak. Abaikan saja" tandas Naru.
"Kalo gitu, ayo duduk" Ajak Naomi.
Naru malah berjalan keluar.
Di laboratorium Kimia, Muha sedang membenahkan laptop milik Rani. Dia terdiam dengan keseriusannya, sedangkan Rani masih terus membereskan peralatan.
"Padahal aku sudah memberitahu Nuha tentang passwordnya, sia-sia aja deh aku memberitahunya. Lalu, dia kesini untuk aku menuliskan sendiri password itu, hemm.." gerutu Rani.
"Rani, ini sudah aku bereskan semuanya. Aku harap laptopnya sudah bersih dari virus" ucap Muha sambil menunggu proses restart.
"Oh, iya.. Makasih" jawab Rani sedikit tersipu karena Muha memanggilnya dengan nama Rani saja, tanpa Bu.
"Aku dengar dari Nuha, kamu menjatuhkan gelas lagi ya?" tanya Muha.
"Bu- bukan apa-apa"
"Perilaku yang terulang akan menjadi sebuah kebiasaan. Itu sangat mudah untuk ditebak"
"Emangnya kamu menebak apa?" tanya Rani mulai mendekat. Dia berani duduk di samping Muha. Membuat Muha jadi grogi dan berkeringat dingin.
"Kecerobohan" balas Muha memalingkan muka.
"Umm.." Rani pun menundukkan kepalanya. Lalu melanjutkan, "Kecerobohan itu memang baru-baru ini aku lakukan, tapi entah kenapa aku jadi sering mengulanginya dan menjadi kebiasaan yang tidak bisa aku kendalikan"
"Hm?" Muha menatap Rani yang menundukkan kepalanya. Terlihat ekspresi sedih di wajah Rani juga ada perasaan misterius yang tersembunyi jauh di dalam benak hatinya.
"Apa ada yang ingin kamu ceritakan?" tanya Muha.
"Apa kamu bisa kupercaya?" tanya Rani balik.
"Jika aku memanggilmu Rani, Apakah aku bisa sedikit kau percayai?"
"Beuh, hahahaha.." seketika Rani tertawa terbahak-bahak hingga air mata diujung matanya membuih. Matanya terpejam manis, sangat terlihat manis.
"Dia tertawa" batin Muha terpana.
"Kamu, kamu bisa juga ya membuatku tertawa, meski itu bukan lawakan. Haha haha haha.. Aneh, sungguh pria yang aneh" sahut Rani.
"Kamu masih memanggilku aneh? Aku kan sudah memberikan namaku kepadamu"
"Hahahaha"
"Rani, aku bisa merasakan kemisteriusan yang tersembunyi di dalam benak hatimu. Meski kamu terlihat wanita cantik yang ceria, aku melihat sesuatu yang gelap di sana" ucap Muha serius.
"Eh?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments