"Uhuk! Uhuk!" Anggara tersedak , semua orang jadi mengalihkan perhatian kepada Anggara yang terbatuk-batuk.
"Ree , hanya karena Paman Ardhan dan Bibi Miranda meninggal , bukan berarti kau jatuh miskin." Anggara buka suara setelah meneguk segelas air untuk mengatasi batuknya.
Setengah tertawa ia menatap Andreea sembari menggelengkan kepalanya. Astaga lucu sekali gadis ini.
Dan Andreea terpesona. Dalam beberapa tahun terakhir, ini pertama kalinya Andreea melihat Anggara bicara sepanjang ini. Selama ini laki-laki itu sangat dingin, hanya menjawab iya , baik, atau tidak , jika dia mengatakan sesuatu. Apalagi tertawa seperti itu, bisa jadi ini adalah tawa pertama dan terakhir dari laki-laki itu yang bisa dia nikmati.
“Kak Gara benar, jangan khawatir soal biaya. Perusahaan Ayahmu masih berjalan, Paman dan kak Gara yang mengelolanya sekarang. Reea ingat kan saat Ayah Ardhan di rumah sakit waktu itu?” Thomas menimpali.
Andreea mengangguk. Kalimat Thomas tadi memecah fokusnya yang tadi menatap Anggara, kini angannya melompat pada hari dimana ia kehilangan Ayah dan Ibunya.
Saat kecelakaan sebulan yang lalu, ibunya tewas di tempat. Sedangkan Ayahnya sempat bertahan selama beberapa jam di rumah sakit. Ditengah masa kritisnya Ardhan meminta sekertarisnya memanggil pengacara dan notaris ke rumah sakit. Entah apa yang mereka bicarakan Andreea tidak mengerti. Yang Andreea ingat , Thomas dan Anita menangis saat Ardhan tersengal-sengal menitipkan Andreea agar mereka menjaganya.
“Reea dengar, berhentilah sungkan kepada paman dan bibi. Kau sama sekali tidak merepotkan. Meski andaikata kedua orang tuamu tidak meninggalkan apapun, kami akan tetap membiayai semua kebutuhanmu. Bibi akan marah jika kau menganggap kami adalah orang lain.” Anita menggenggam tangan Andreea.
Andreea hanya mengangguk. “Terima kasih Bibi, kalian sangat baik.”
“Ree, perusahaan itu adalah milikmu, Paman dan Kak Gara hanya membantu sampai kau benar-benar mampu mengelolanya sendiri. Jangan khawatir tentang apapun. Hanya belajar lah dengan sungguh-sungguh dan jalani hidupmu dengan bahagia, mengerti?” Thomas meyakinkannya lagi.
“Baik paman.” Andreea tersenyum. “ Terima kasih kak Gara, kau pasti banyak mengalami kesulitan karena harus bekerja di perusahaan paman sekaligus mengurus perusahaan Ayahku.” Ucapnya tulus menatap Anggara.
Laki-laki itu hanya mengangguk pelan lalu melanjutkan sarapannya. Sepertiya sudah kembali ke setelan awal. Dingin, tidak banyak bicara.
**
“Shara, Universitas Buana bagaimana menurutmu?” Andreea mencolek Anshara yang sedang tidur tengkurap di sampingnya. Sedang Andreea bersandar pada kepala ranjang.
“Miko juga mendaftar kesana.” Andreea terkikik geli.
Anshara berdecih. “Jaraknya terlalu jauh dari rumah, aku tidak siap bangun pagi.” Tentang Miko tidak ia tanggapi.
“Tapi ada Miko, katamu lautan pun akan kau seberangi demi Miko.” Andreea terkekeh lagi.
Anshara tidak menjawab, hanya bantal yang melayang ke arah wajah Andreea lah yang mewakili jawabannya. Kenapa pula Andreea masih mengingat Miko.
“Diamlah. Sebenarnya Miko cinta monyetku atau cinta monyetmu? Kenapa pula kamu masih mengingatnya.”
Andreea tertawa. Mengingat lagi saat di sekolah dasar Anshara selalu menempel pada Miko hingga membuat anak itu kesal.
Anshara membalik tubuhnya terlentang. Menatap langit-langit kamar Andreea. “Kau tidak ingin kuliah ke luar kota? Bagaimana kalau Jogja?”
“Tidak, aku suka Jakarta.” Jawab Andreea cuek, masih terus menatap ponsel miliknya.
Anshara mendecih. “Kita ke luar kota saja , atau kalau perlu luar negeri sekalian, Ayah dan Ibu pasti mengizinkan.” Dia tidak menyerah.
“Kenapa? Aku tidak suka jauh dari semua orang.” Kali ini Andreea meletakkan ponselnya.
“Apa aku bukan orang?” Anshara menatapnya jengah. “Dengar, jika kita kuliah disini, kita tidak akan bisa kemana-mana.”
“Memang mau kemana?”
“Club.”
Andreea melemparkan bantal yang ia pegang ke wajah Anshara. “Aku tidak mau, club menakutkan.”
“Siapa yang membodohimu? Temanku di sekolah bilang, club sangat menyenangkan.”
“Apa kau pernah ke club?” Andreea menatap Anshara lekat, mengingat sahabatnya itu sempat tinggal selama tiga tahun di Inggris.
“Tidak.” Anshara terkikik.
“Berarti kau yang dibodohi temanmu itu!" Andreea merebahkan dirinya, terlihat tidak tertarik lagi dengan pembicaraan mengenai club malam.
“Hei. Jika bukan karena masih dibawah umur, aku pasti sudah keluar masuk club malam disana.”
Andreea tertawa. “Apa bagusnya.” gumamnya pelan.
“Bagaimana? Kita keluar kota saja?” Anshara belum menyerah.
“Tidak. Aku ingin disini saja.”
“Ah tidak asik. Apa bagusnya dekat dengan rumah, Ayah pasti selalu mengawasi kita, belum lagi kak Gara, dia tidak akan membiarkan kita hidup dengan tenang.”
Andreea tertawa lagi. “Memang jika di luar kota Paman tidak akan mengawasi?. Saat aku di asrama saja , Ayahku masih tetap mengawasi. Mengirim beberapa orang untuk menjagaku diam-diam.” Ingatannya menerawang ke hari dimana ia tahu selama tiga tahun Ayahnya tidak lepas menjaganya.
“Benarkah?” Anshara tampak terkejut.
“Lagipula aku senang diawasi, itu berarti mereka menyayangiku. Aku seperti menemukan orang tua ku kembali.” Andreea tersenyum getir. Menatap Anshara yang juga mulai berkaca-kaca.
**
“Kemari Ree.” Anita menggerakkan tangannya meminta Andreea duduk di sampingnya.
“Ada apa Bibi? Apa aku membuat kesalahan?” Andreea menatap Anita gugup.
Sudah hmpir dua bulan ia tinggal di kediaman Stockholm, baru pertama kali Thomas dan Anita memanggilnya ke ruang kerja Thomas. Hanya dia seorang, Anshara dilarang mengikuti.
Anita terkekeh. “Apa kau takut di hukum?”
“Tidak. Aku takut Bibi menyuruhku pergi.” Jawab Andreea jujur, memang itu yang ia takutkan.
Anita yang tadi tertawa mendadak muram. Thomas yang sedang berbicara dengan ponselnya pun menoleh, lalu kembali fokus bicara dengan seseorang di seberang telepon.
“Apa yang kau bicarakan? Apa ada seorang Ibu tega mengusir anaknya yang melakukan kesalahan?” Anita membelai kepala Andreea. “Paman dan Bibi ingin bicara, kita tunggu dulu paman selesai dengan teleponnya ya?”
Andreea mengangguk.
“Ree apa kau masih canggung dengan kami?” Thomas bertanya sesaat setelah ia duduk di depan Andreea dan Anita.
“Kenapa berpikir kami akan mengusirmu?”
“Apa kami tidak layak menjadi orang tuamu?” Thomas bertanya lagi.
Andreea mendongak terkejut. “Tidak, bukan begitu Paman. Aku mendapat lebih dari cukup. Maafkan aku jika menyakiti hati Paman dan Bibi.” Jawabnya cepat.
“Sudah lupakan saja. Jangan menganggap kami orang lain, kau juga adalah putri kami ingat itu.” Anita menengahi.
Andreea hanya mengangguk.
“Paman dan Bibi ingin bicara.” Andreea mengalihkan pandangannya pada Thomas. “Jika Paman dan Bibi memintamu untuk menikah dengan Kak Gara apa kau mau?” Thomas bertanya dengan hati-hati.
Andreea terbelalak. “Me.. menikah?” ia menatap Thomas dan Anita bergantian.
Anita hanya mengangguk pelan sambil terus membelai kepala Andreea.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments