Andreea terus menangis di pelukan Anita, tidak ada yang berani menginterupsi.
Bahkan Anshara , sekuat tenaga menahan isakannya agar Andreea tidak mendengar.
"Ree , apa kau mau tinggal bersama Paman dan Bibi?" tanya Anita setelah tangis Andreea mereda.
Anita dan Miranda adalah sahabat sejak sekolah menengah. Komunikasi mereka tidak pernah terputus bahkan hingga anak-anak mereka menginjak dewasa. Karena itu jugalah , Andreea dan Anshara menjadi sangat dekat sejak mereka kecil.
Andreea menggeleng pelan. "Terima kasih , Bibi. Tapi aku disini saja."
"Kenapa, hum?" Anita membelai pelan kepala Andreea.
"Aku tidak ingin merepotkan." Andreea berusaha tersenyum agar wanita di hadapannya ini tidak khawatir.
"Bicara apa kamu, bukankah kita keluarga , hum?" Suara Anita bergetar , pilu sekali menatap gadis yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri.
"Tinggallah dengan kami Ree, agar Paman dan Bibi tidak khawatir. Shara juga sudah kembali, bukankah kalian dekat?" Thomas ikut membelai rambut Andreea.
Sungguh, Andreea sudah sekuat tenaga menahan tangisnya. Tapi perlakuan Anita dan Thomas membuatnya terisak lagi.
"Benar, tinggallah dengan kami supaya kau tidak kesepian. Aku janji akan jadi saudara yang baik untukmu." kali ini Anshara yang buka suara.
Andreea semakin menelusupkan wajahnya di dada Anita. Isaknya semakin kencang terdengar.
"Bibi.. kenapa Ibu dan Ayah meninggalkanku sendiri disini? Aku tidak mau sendirian , aku ingin ikut mereka." ucapnya terbata-bata.
Anita ikut menangis. Mendekap semakin erat tubuh Andreea.
"Kau tidak sendirian, lihat! Ada Paman , Bibi, Shara , dan Kak Gara." Anita menangkup kedua pipi basah Andreea.
Anshara bergerak mendekati Ibu dan sahabatnya. Ia menubruk tubuh bagian belakang Andreea.
"Jangan begitu lagi! Aku akan memukulmu jika kau mengatakan tidak punya siapa-siapa disini!" Anshara ikut terisak.
Ah tiga wanita itu seperti sedang berlomba siapa yang paling banyak mengeluarkan air mata.
"Reea , mau kan tinggal dengan kami? Paman dan Bibi janji akan memperlakukan Reea dengan baik." Thomas membelai kepala Andreea , lagi.
Andreea mendongak. "Apa boleh, Paman?" Dia tidak memiliki kerabat lain. Mendiang Ayahnya adalah anak tunggal. Sedangkan meski mendiang Ibunya memiliki seorang kakak perempuan, tapi mereka tidak dekat. Andreea bahkan lupa wajahnya, yang ia tahu Bibinya itu mulai menjaga jarak dengan mendiang Ibunya semenjak menikah dengan pria asal Hongkong dan menetap disana.
"Tentu saja boleh , sayang." Anita menyahut cepat seolah takut Andreea berubah pikiran.
"Reea jangan sungkan , jangan merasa merepotkan. Paman dan Bibi akan menjagamu , anggap kami adalah orang tuamu , hum?" Thomas kembali meyakinkan Andreea.
"Aku dan Kak Gara juga akan menjagamu. Benar kan , Kak?" Anshara menoleh menatap Anggara yang sejak tadi hanya diam.
Anggara mengangguk.
Andreea semakin terisak. Menyembunyikan lagi wajahnya ke dalam pelukan Anita.
"Terima kasih, Paman. Terima kasih , Bibi. Kalian sangat baik."
**
Sudah satu bulan Andreea tinggal di kediaman keluarga Stockholm. Suasana hatinya sudah jauh lebih baik , Andreea sudah bisa tertawa lepas saat bercanda dengan Anshara.
Satu bulan ini mereka banyak menghabiskan waktu di rumah. Makan , tidur , menonton drama, berenang , mereka lakukan bersama-sama. Kadang-kadang juga membantu Anita di dapur , memasak atau membuat kue.
Anita senang karena Andreea terlihat nyaman tinggal di rumah mereka. Wanita itu bersumpah dalam hatinya akan menyayangi Andreea seperti putrinya sendiri. Setiap kali melihat Andreea , ia teringat lagi pada Miranda , sahabatnya sejak lebih dari tiga puluh tahun lalu.
"Ibu, apa hari ini akan membuat kue? Kami akan membantu seperti biasanya." Anshara menuruni tangga menghampiri Anita yang sedang menata meja makan untuk sarapan. Andreea? Tentu saja mengekor di belakang Anshara.
"Jika seperti biasanya itu mengacau , bukan membantu." Anita mendengus.
Andreea tekekeh. " Maaf Bibi , lain kali kami akan lebih berguna."
Thomas yang masuk ke ruang makan bersama Anggara pun tertawa terbahak. "Tidak masalah putri-putriku tidak berguna, tetaplah menjadi anak-anak manis seperti ini sudah cukup."
Anshara mengedipkan matanya genit. Sedang Andreea tersenyum tipis, matanya mulai berkaca-kaca. Thomas menyebutnya sebagai putrinya. membuat hatinya menghangat.
"Sudah diputuskan kalian akan kuliah dimana?" Thomas buka suara , saat semua anggota keluarga sudah siap untuk sarapan. Ia menatap Anshara dan Andreea bergantian.
"Dimana?" tanya Anshara.
Thomas mengernyit. "Apanya?"
"Kami akan kuliah dimana?" Wajah Anshara terlihat lebih heran.
"Kenapa malah bertanya?" Thomas mengernyit lagi.
"Kata Ayah tadi sudah diputuskan."
"Tidak , Ayah bertanya."
Andreea menahan tawanya. Sudah biasa mendengar orang salah paham dengan apa yang disampaikan Thomas. Meski bahasa Indonesia nya sangat baik , tapi seringkali orang lain salah menangkap maksud ucapannya.
Anshara mendengus. "Ayah , biasakan pakai Apa , Kenapa, Bagaimana , Ada apa jika bertanya!"
"Baiklah, jadi apa sudah diputuskan?" Thomas tidak ingin berdebat.
"Dua bulan lagi tahun ajaran baru sudah dimulai , apa belum tahu mau kuliah dimana?" Anita menimpali.
"Aku terserah Andreea saja." Jawab Anshara enteng sambil terus mengunyah makanannya.
Anita menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan putri bungsunya.
Andreea yang namanya di sebut , menarik napas pelan. "Bibi.." Panggilnya ragu-ragu. Ia terus menunduk , tidak berani menatap Anita.
"Ada apa, Ree?"
"Apa tidak apa-apa jika aku kuliah?" Andreea menatap Anita hati-hati.
"Memangnya kenapa? Reea tidak ingin kuliah?" Thomas menatap Andreea, meminta perhatian penuh.
"Bukan begitu Paman , hanya saja aku tidak ingin semakin merepotkan. Biayanya pasti mahal." jawabnya sambil terus menunduk.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments