Istri Kecil Wakil Presdir
"Bibi.. silahkan masuk." Andreea tidak terkejut lagi saat rumahnya kedatangan sepasang suami istri dan kedua anaknya yang kini ada di hadapannya.
Tuan dan Nyonya Stockholm. Mereka bukan orang asing bagi Andreea. Mendiang orang tuanya bersahabat dekat dengan keluarga Stockholm. Andreea bahkan mungkin lebih mengenal mereka , dibanding saudara kandung Ibunya.
Andreea menyingkir sedikit , memberi ruang kepada Thomas dan Anita agar bisa masuk ke area ruang tamu rumahnya.
"Ree!" Anshara , putri bungsu keluarga itu memeluknya. Matanya berkaca-kaca , tetapi Andreea malah tersenyum.
"Masuklah!" Titahnya agar Shara mengikuti kedua orang tua dan kakaknya yang sudah lebih dulu duduk di sofa yang ada.
"Bagaimana keadaanmu Ree?" Anita membelai lembut kepala Andreea setelah gadis itu ikut duduk bersama mereka.
"Sudah lebih baik , Bibi." Lagi-lagi Andreea tersenyum. Ia mengambil satu nampan berisi beberapa gelas air mineral kemasan.
"Maafkan aku hanya memiliki ini." sambungnya sembari meletakkan nampan di tengah meja.
Anita memeluk Andreea erat. Membelai punggung gadis itu agar merasa nyaman.
Ah, bagaimana ini. Sepertinya senyum palsu yang sejak tadi ia tunjukkan , tidak cukup untuk bisa menipu seorang Anita Stockholm.
Tidak lama , Andreea menangis. Tangis yang sudah seminggu ini seperti tidak bosan-bosan keluar.
**
Andreea Dee , putri tunggal pasangan Ardhani Dee dan Miranda Hesti. Tahun ini, usianya menginjak delapan belas.
Pekan lalu, ia sedang berbahagia di hari kelulusan sekolah menengahnya. Sejak pagi buta ia sudah sangat bersemangat , membayangkan betapa bangga Ayah dan Ibunya jika tahu putrinya lulus dengan nilai sangat baik.
Andreea duduk di salah satu bangku taman sekolah dengan gelisah , acara hampir dimulai tapi Ardhan dan Miranda belum juga sampai.
"Ibu , kenapa belum sampai? Sebentar lagi acara sudah akan di mulai." Protesnya menggebu-gebu saat panggilannya tersambung.
Miranda terkekeh.
"Hanya butuh lima menit lagi, Ree. Kami sudah memasuki jalan raya utama."
"Bergegaslah Bu , ini sudah hampir terlambat."
Hingga dua puluh menit sejak panggilannya terputus, Andreea belum juga melihat kedua orang tuanya memasuki halaman sekolah. Ia terpaksa masuk lebih dulu ke dalam aula tempat acara kelulusannya diadakan.
Andreea menunggu dengan gelisah. Berkali-kali ia menengok ke arah pintu masuk berharap menemukan sosok Ayah dan Ibunya.
"Sudah sebulan tidak bertemu, dan sekarang mereka terlambat. Tidak sama sekali merindukan putrinya , huh." Andreea menggerutu kesal.
Sejak masuk sekolah menengah tiga tahun lalu, Andreea memang tinggal terpisah dengan kedua orang tuanya. Sekolahnya menyediakan fasilitas asrama dan Andreea memilih tinggal disana. Ingin belajar mandiri katanya.
Ardhan pun memberi ijin, meski begitu Andreea tidak pernah lepas dari pengawasannya. Pria itu mengirim beberapa orang untuk menjaga putrinya diam-diam.
"Selamat atas kelulusanmu Ree. Aku tidak sabar kita bertemu." Pesan dari Anshara , sahabatnya sejak kecil.
"Jangan bilang kau tidak lulus?" Balas Andreea kesal.
"Sembarangan! Nilaiku yang terbaik asal kau tahu."
Andreea tidak membalas lagi. Hanya kembali menggerutu , suasana hatinya sedang tidak baik.
Tidak lama ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Andreea mengangkat ponselnya sumringah, itu pasti Ibunya mengabari jika sudah sampai di sekolah.
"Kenapa meneleponku?" Andreea menjawab setengah membentak. Yang ia kira Ibunya , ternyata Anshara.
"Kenapa marah-marah? Jangan-jangan kau yang tidak lulus!" Anshara tidak kalah ketus.
"Diamlah! Aku sedang kesal!"
"Aku lebih kesal! Jangan mengabaikan pesanku!"
Meski keduanya terdengar seperti sedang bertengkar, percayalah mereka dua sahabat yang paling peduli satu sama lain di dunia ini. Saat masih di sekolah dasar , Anshara bahkan pernah mendorong teman satu kelas mereka ke kolam ikan karena membuat Andreea menangis.
Keduanya berpisah saat sekolah menengah. Andreea tetap di Indonesia, sedang Anshara pergi ke Inggris, negara asal Ayahnya. Ingin menemani nenek yang tinggal sendiri , katanya.
"Reea!" Seorang guru berteriak memanggilnya sembari setengah berlari menghampiri.
Andreea bangkit dari duduknya.
"Reea , ayo ikut Ibu!"
Andreea tidak bertanya. Ia hanya terus mengikuti langkah guru yang menarik tangannya. Entah kenapa jantungnya berdebar kencang , Andreea bahkan lupa tidak mematikan ponselnya.
"Bu , ada apa? Mereka siapa?" tanya Andreea setelah tiba di pos satpam dan terlihat beberapa pria dewasa yang seperti sedang menunggunya.
Anshara di seberang sana , juga entah kenapa jadi gelisah. Hatinya tidak tenang tanpa alasan.
"Nona Andreea , kami adalah karyawan Tuan Ardhani." Salah satu dari mereka buka suara .
Dua orang lainnya terlihat terkejut, kompak menoleh menatap temannya. Pria itu tersenyum canggung , tidak mungkin kan dia menyebut mereka adalah bodyguard yang menjaga Andreea diam-diam?
"Ada apa?" Andreea tahu ada yang tidak beres. Jika tidak , untuk apa karyawan Ayahnya sampai disini?
"Nona , mari ikut kami ke rumah sakit. Tuan dan Nyonya baru saja mengalami kecelakaan."
Andreea bergeming. Dia hanya menatap tiga pria di depannya dengan perasaan yang entah.
Tidak lama , Andreea berbalik. Mematikan sepihak panggilannya dengan Anshara lalu terus mencoba menghubungi ponsel Ayah dan Ibunya.
Berapa kalipun ia coba , tetap tidak ada jawaban.
"Dimana mobil Paman?"
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments