Episode 19

Dua pemuda yang menyusuri jalan raya, tidak peduli bahkan kini salah satu dari mereka tidak memakai alas kaki, keduanya tetap berjalan tanpa ingin berhenti.

peluh keringat membasahi punggung mereka, pelipis pun mulai berkeringat. sinar matahari mulai panas terkena kulit.

"El, kita mau kemana sebenarnya...?" Malik akhirnya bertanya setelah sekian lama keduanya diam tanpa ada yang mau bicara.

"ke tempat Rayan" Elang menjawab. Sesekali melambaikan tangan untuk menghentikan mobil agar bisa mereka tumpangi, sayangnya tidak ada yang berniat membantu mereka.

"memangnya kamu tau alamatnya dimana...?"

"tau, dia pernah memberitahuku saat di rumah sakit"

"kalau begitu kenapa tidak naik taksi saja. Ngapain kamu dari tadi memberhentikan mobil orang lain...?"

Elang menghela nafas dan menghentikan langkahnya. Ia merogoh saku celananya di depan juga di belakang, namun ketika tangannya keluar maka kedua tangannya kosong.

"kamu lihat kan...? Kita tidak memiliki apapun lagi. Tas dan juga dompet kita, tertinggal di rumah sakit saat kita kabur kemarin malam"

Malik meringis tersadar mereka kini luntang lantung di kota asing itu. Ia merogoh kantung celananya, hanya ada uang seratus limapuluh ribu yang ia dapatkan.

"aku hanya punya segini" Malik memperlihatkan uangnya kepada Elang. "dan aku lapar El" Malik meneguk ludah ketika melihat warung makan di sebrang jalan sana.

"bagaimana kalau kita gunakan uang itu untuk ongkos ke tempat Rayan. nanti di sana kita meminta bantuan padanya. Hanya dia sekarang harapan kita Mal. Alamat paman Hamid kan kita nggak tau"

Malik diam dan masih menatap warung makan itu. Elang mendesah berat dan pada akhirnya menarik tangan Malik untuk menuju ke warung makan itu.

"mau kemana...?"

"makan, kan kamu bilang lapar. Kita beli yang murah saja pakai uang kamu"

Senyum Malik mengembang, bukannya tidak ingin ke tempat Rayan, hanya saja perutnya begitu lapar dan itu membuat dirinya tidak mempunyai tenaga.

Ketika masuk di dalam, mereka memilih tempat yang paling pojok. Elang masih tetap terus menggunakan topinya untuk menutupi wajahnya.

"harusnya kamu pakai masker" Malik menuang air minum ke dalam gelas kemudian meneguknya.

"nanti saja kita cari" jawab Elang.

Satu pelayan mendatangi mereka dan bertanya makanan apa yang akan mereka pesan. Keduanya lebih memilih nasi goreng karena itu yang paling murah. Di tawarkan minuman, mereka menolak sebab biayanya akan bertambah banyak. air biasa saja sudah cukup untuk tidak membuat mereka kehausan.

"harusnya ya El, kita tidak kabur dari rumah itu" Malik memainkan tisu yang ada di tangannya.

"kamu mau kita dicelakai mereka...?"

"memangnya kamu seyakin itu kalau mereka akan mencelakai kita. Buktinya semalam, yang bernama Bram itu menyelamatkan kita dari anak buah papa wanita yang tergila-gila padamu itu. Kalau bukan karena dia, sudah pasti hari ini kita tinggal nyawa. Lagi pula ada satu laki-laki yang memanggil kamu dengan panggilan bos. Bisa saja mereka itu anak buah Arjuna yang mirip denganmu itu"

Elang diam dan mencerna ucapan Malik. Memang benar kalau bukan karena Bram, mungkin mereka tidak akan selamat malam itu. Harusnya ia berterima kasih kepada laki-laki itu, akan tetapi karena rasa kesal yang selalu dianggap sebagai Arjuna maka Elang dikuasai oleh amarah dan memutuskan untuk kabur.

"hei...kok diam...?" Malik menyadarkan lamunannya dengan melambaikan tangan di depan wajah Elang.

"nggak...aku hanya mengantuk saja ingin istirahat" Elang memaksa untuk tersenyum.

Makanan mereka datang, keduanya begitu lahap menyantap nasi goreng itu. Setelah membayar mereka keluar dan mencari tempat untuk berteduh. di samping warung makan itu ada pohon yang menaungi. keduanya berjalan ke bawah pohon untuk sekedar melepaskan penat dari kekenyangan.

"sisa uang tinggal segini" Malik membuka lebar uang seratus ribu dan uang recehan.

"masih bisa untuk membayar ongkos. Kita naik angkot saja, meskipun berhimpitan setidaknya ongkosnya murah. Ayo itu angkotnya" Elang menepuk bahu Malik dan menarik lengan sahabatnya itu.

Angkutan umum tentu saja bukan hanya diri kita sendiri yang menaiki kendaraan itu. Ketika keduanya naik, tersisa dua tempat duduk lagi dan keduanya telah diambil oleh Elang dan Malik. Hingga lama kelamaan satu persatu penumpang mulai turun namun ada juga yang baru saja naik.

"mas berdua mau kemana...?" sang supir bertanya kepada Malik yang kebetulan saat itu duduk di belakangnya.

"jalan Raya Kenanga pak" Elang menjawab di samping Malik.

kepala laki-laki itu manggut-manggut tanda mengerti. Setelahnya tidak lama angkot itu berhenti dan pak supir memberitahu kalau mereka telah sampai di jalan Raya Kenanga. Elang dan Malik langsung turun kemudian membayar.

"rumahnya dimana El...?" Malik bingung sebab di sekitar itu hanya ada bangunan toko bukan sebuah rumah.

"bukan rumah Mal tapi cafe. cafe Rayan namanya" Elang memperhatikan sekitar.

Bingung harus ke arah mana, Elang pun bertanya kepada seorang wanita yang sedang melintas ke arah mereka.

"oh cafe Rayan di bagian sana mas. Jalan lurus ada pertigaan di depan, ambil jalur kiri. Nah hanya beberapa meter saja cafe Rayan sudah terlihat di jalan itu" wanita itu menjelaskan.

"terimakasih ya mbak" Elang berterima kasih mengangguk sopan.

"iya sama-sama"

Keduanya berlalu berjalan sesuai arah yang dijelaskan oleh wanita tadi. Elang yang tidak memakai sendal, sedikit sedikit berhenti karena kakinya kepanasan.

"nih pakai" Malik melepaskan sendalnya dan memberikan kepada Elang.

"nggak usah, sebentar lagi kita sampai. Kamu saja yang pakai, kamu kan lagi sakit" Elang menolak dan mengambil sendal itu menaruh kembali di depan Malik.

"aku sudah memakainya sejak tadi, sekarang giliranmu" Malik malah menjauh agar Elang mengambil sendal itu.

Dengan berat hati Elang memakainya namun hanya satu bagian saja sedangkan bagian lainnya ia berikan kepada Malik. Dengan begitu dirinya merasa adil untuk keduanya. Sungguh sahabat yang sejati.

Ketika tiba di pertigaan, mereka mengambil jalan kiri. Benar saja cafe Rayan sudah terlihat di jalan itu. Dan yang lebih membuat mereka tersenyum lebar, orang yang mereka cari sedang berbicara dengan seseorang di depan cafe itu. Dengan cepat Elang menarik langkah agar secepatnya sampai di halaman cafe itu.

"RAYAN" Elang memanggil keras.

Laki-laki yang mereka panggil membalikkan tubuhnya untuk melihat. Dilihatnya Elang melambaikan tangan kepadanya dan juga Malik yang sedang tersenyum padanya.

"masya Allah.... Elang... Malik" Rayan langsung berjalan cepat ke arah mereka. Laki-laki itu menarik keduanya dan memeluk mereka dengan erat. Begitu bahagia bisa bertemu dengan kedua pemuda itu lagi. "kalian kemana saja, aku ke rumah sakit tau-taunya kalian sudah tidak ada tapi tas kalian berdua masih ada di sana. Pihak rumah sakit mengatakan kalau kalian diburu oleh orang-orang banyak. Apa itu benar...?"

"panjang ceritanya Ray, tapi kami berdua bersyukur masih bisa selamat. Aku ingat alamat cafe yang kamu beritahukan padaku kemarin makannya kami berdua ke sini" Elang menjawab.

"ya sudah ayo masuk, kita ke ruangan ku saja"

Ketiganya berjalan ke arah pintu masuk. Laki-laki yang berbicara dengan Rayan tadi masih tetap di tempatnya. Rayan hanya berbicara sebentar kemudian mempersilahkan kedua temannya untuk masuk. banyak pasang mata yang memperhatikan dua pemuda itu terlebih lagi sendal yang mereka pakai. Ada yang menertawakan namun ada juga hanya berbisik-bisik, dan yang melakukan itu adalah mereka yang bekerja di cafe tersebut.

"dasar miskin, masa sendal saja nggak bisa beli" seorang wanita menghina dengan tatapan sinis. Ucapannya itu terdengar di telinga Elang dan Malik namun keduanya tidak ambil pusing. Bukan waktunya untuk berdebat apalagi dengan seorang wanita.

Rayan membawa mereka ke lantai dua. Dua ruangan tertutup ada di lantai dua itu. Yang satu adalah kamar dan yang satunya adalah ruang kerja Rayan.

"mandilah dulu, ada baju di lemari tinggal pilih mana suka. Tas kalian ada di rumahku, nanti kita pulang ke rumahku saja. Aku mau pesankan makanan dulu"

"eh nggak usah Ray, kami berdua sudah makan" Malik menolak.

"kalau begitu aku pesankan kue juga minuman" Rayan meninggalkan mereka turun ke lantai bawah.

Di lantai bawah pegawainya ternyata masih menggosipkan kedatangan Elang dan Malik. bahkan wanita yang menghina tadi, terlihat begitu tidak suka dengan kedatangan keduanya.

"pasti mereka berdua hanya jadi benalu untuk si bos"

"jangan gitu lah Mel. Mereka itu temannya di bos, hargai itu"

"idih ogah banget orang miskin mau dihargai"

"siapa yang miskin...?" Rayan tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

Mereka kaget dan terdiam. wajah dingin Rayan membuat mereka semua bumkam. Akan tetapi wanita yang bernama Melani itu malah memasang wajah sok cantik dan centil.

"bos ada yang bisa saya bantu...?" dirinya tersenyum manis berusaha menarik perhatian Rayan.

"dimana Vee...?" bukannya menjawab, Rayan malah mencari pegawainya yang lain.

"sedang membawakan minuman pesanan tamu bos" yang lain menjawab.

"bilang padanya bawakan kue juga minuman di atas untuk kedua sahabat saya"

"baik bos"

Rayan balik badan dan berlalu kembali ke atas. Wanita yang bernama Melani itu, menghentakkan kaki karena kesal lagi-lagi di acuhkan oleh Rayan.

_____

"bagaimana, apakah kamu sudah mencari tau siapa yang membuat ulah di desa itu...?" seorang laki-laki yang duduk di kursinya bertanya kepada seseorang yang ada di depannya. Asap rokok keluar dari mulutnya.

"sudah bos, mereka adalah Bram dan juga Marvel"

Hembusan nafas kasar keluar dari lubang hidungnya. Ia meremas batang rokok yang ada ditangannya padahal masih dalam keadaan menyala ujungnya. Sayangnya rasa geram dan kesal lebih mendominasi sehingga rasa sakit tidak ia rasakan ketika ujung rokok itu membakar telapak tangannya.

"beri keduanya pelajaran"

"tidak langsung dibunuh bos...?"

"siapa yang menyuruh kamu untuk membunuh mereka...? mau ku penggal kepalamu...?" amarah muncul di wajahnya.

"tapi... bukannya bos mengatakan kalau mencari pelakunya dan membunuh mereka" takut namun masih menjawab.

"aku tarik yang itu. Bukan di bunuh tapi hajar saja namun jangan sampai tewas"

"baik bos" balik badan dan pergi.

Braaaakkk

Pukulan keras mendarat di mejanya. ia melempar pisau yang ada di atas meja hingga tertancap di dinding.

"harusnya kalian berdua diam saja" ucapnya dengan lirih.

Terpopuler

Comments

V3

V3

cm pegawai saja tp mulut nya pd julid bgt ,, giliran di pecat ja nangis 🤣🤣🤣🤣🤣

2023-09-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!