Episode 15

"kenapa adikmu belum ada kabar juga ya Baim" ibu Fatiyah masih di ruang tengah bersama Ibrahim. hanya mereka berdua sebab Sulaiman sejak pukul sepuluh malam, dirinya sudah masu ke dalam kamar untuk tidur.

Ibrahim melihat jam dinding di rumah mereka itu, sudah hampir pukul sebelas malam. Keadaan Ibrahim semakin membaik setelah melakukan operasi tempo hari. Pekerjaannya sekarang adalah membantu kedua orang tua Malik untuk mengelola kebun mereka. Sebab Malik telah pergi ke kota, maka ayah Malik meminta bantuan kepada Ibrahim untuk membantunya.

Hal itu tentu saja diterima dengan senang oleh Ibrahim, setidaknya dia tidak pengangguran berdiam diri saja di rumah.

sementara ibu Fatiyah, pekerjaan yang ia lakukan sekarang adalah berjualan nasi bungkus. Setiap dini hari wanita baya itu akan bangun untuk memasak nasi juga lauk yang akan ia jual.

"nanti besok aku tanya paman Karno ya bu. Mungkin saja Elang sekarang sibuk sampai tidak memberikan kabar. Lagi pula di sini kan tidak ada signal bu, kecuali ke bukit yang ada di sungai sana. Dan juga Elang tidak memiliki ponsel untuk menghubungi kita" Ibrahim menyahut.

Ibu Fatiyah menarik nafas, kursi kayu yang menjadi tempat duduknya menjadi sandaran punggungnya. Wanita itu sebenarnya begitu merindukan anak bungsunya itu, tapi mau diapa jika keadaan tidak memihak untuk berkomunikasi.

"sebaiknya ibu tidur, nanti Baim bangun membantu ibu menyiapkan jualan besok pagi"

"tidak usah" ibu Fatiyah menggeleng kepala. "itu pekerjaan ibu. kamu hanya perlu fokus di pekerjaan mu sekarang. ibu kasian sama mas mu, harusnya sudah menikah namun sekarang dia dan juga mawar harus banting tulang untuk mencari uang lagi"

Ibrahim yang mendengar itu merasa bersalah kepada Sulaiman. Karena dirinya Sulaiman tidak jadi menikah dan karena dirinya pula adiknya merantau ke tempat yang jauh.

"maaf ya bu. aku janji akan membantu mas Sulaiman untuk mengumpulkan uang. Sekarang aku sedang menabung sedikit demi sedikit. Semoga nanti bisa membantu mas Sulaiman"

Ibu Fatiyah tersenyum lembut dan mengambil tangan Ibrahim kemudian menyimpannya di atas pahanya.

"jangan terus merasa bersalah seperti itu. Semuanya sudah jalan takdir. Bagi ibu dan mas mu, asal kamu sembuh semuanya akan kami lakukan. Sekarang kita tidur, sudah larut malam" ibu Fatiyah beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamar.

Hanya Ibrahim yang masih betah berada di ruangan itu. Dirinya memikirkan nasib Elang yang entah bagaimana sekarang.

"apa aku susul Elang saja ke kota ya. Aku minta alamat rumah paman Hamid di kota" gumamnya.

_____

di rumahnya Ainun masih memandangi terangnya bulan di langit sana. Pikirannya melalang buana memikirkan Elang yang jauh dari pandangannya. kedua sudut bibirnya tersenyum saat ia mengingat dengan berani dirinya menyusup masuk ke kamar pemuda itu. Hangat bibir Elang masih ia rasakan sampai sekarang.

"aku rindu El" gumamnya dengan mata terpejam, membayangkan Elang tersenyum kepadanya.

Tidak lama suara ketukan pintu terdengar dari luar. Suara seorang wanita memanggil nama Ainun. wanita itu segera menutup pintu jendela kamar dan melangkah menuju pintu kamarnya. Ketika di buka, ibunya sedang berdiri dan tersenyum hangat kepadanya.

"ada apa bu...?"

"belum tidur nak...?"

"belum, tapi sebentar lagi Ai akan tidur. Memangnya kenapa bu...?" Ainun penasaran, sebab sudah hampir larut malam namun ibunya datang mengetuk pintu kamarnya, tidak seperti biasanya ibunya seperti itu.

"ayahmu memanggil mu, ayo temui dulu"

Kening Ainun mengkerut, ia terdiam beberapa saat sebelum ibunya memegang bahunya untuk menyadarkannya.

"kenapa malah melamun. Ayo"

Beribu pertanyaan masuk di kepala Ainun. Karena penasaran maka ia pun mengikuti langkah kaki ibunya menuju ke ruang tengah. Di sana, ayahnya sedang duduk sambil meminum kopi. laki-laki baya itu melirik kedatangan anak dan istrinya.

"ayah manggil Ai...? Ada apa yah...?" tanya Ainun setelah dirinya duduk di kursi.

"ada yang mau ayah katakan padamu, dan ini penting" pak Parnomo menatap Ainun.

"tentang apa memangnya yah...?"

"sini" pak Parnomo mengajak Ainun untuk duduk di dekatnya. Ainun menurut, ia beranjak dari kursinya dan mendekati ayahnya kemudian duduk di samping ayahnya itu. "besok akan ada yang datang ke rumah kita" pak Parnomo mengaitkan anak rambut Ainun ke telinga putrinya itu.

"siapa yang datang...? Terus apa hubungannya sama Ai...?" Ainun menjawab.

"pak Regan yang akan datang bersama istri dan anaknya, Bisma. Kamu masih ingat Bisma kan, dulu kalian sering bermain saat masih kecil"

"Bisma...?" Ainun mengulang nama itu, pak Parnomo mengangguk tersenyum.

"itu loh nak, yang sering mengajak kamu kabur dari rumah pergi ke sungai. Sekarang dia sudah dewasa sama seperti kamu, tampan lagi" ibunya menyahut mengingatkan Ainun sosok seorang Bisma.

"oh iya, Ai ingat. sudah lama sekali Ai tidak bertemu dengannya. Kira-kira dia seperti apa sekarang ya. Dulu kan dia itu gemuk" Ainun sudah mengingat.

Pak Parnomo senang ternyata anaknya tidak lupa akan sosok Bisma. ia kembali meneguk kopinya dan memegang kedua tangan Ainun.

"kamu senang mereka datang...?"

"jelas senang ayah. Ai penasaran bagaimana dia sekarang, apa dia masih ingat Ai atau tidak. Dulu kan mereka pindah ke kota saat kami masih SD, sekarang udah dewasa seperti ini" Ainun bersemangat saat itu.

"kalau kamu bertemu dia, sepertinya kamu akan jatuh cinta nak. Ganteng sekarang dia loh, punya usaha sendiri lagi" ibu Haniyah memuji.

"begitukah...? tapi baguslah, dulu kan dia sering minta uang jajan sama Ai. Nanti kalau dia datang, Ai akan meminta jajan yang banyak padanya"

Respon yang diberikan Ainun membuat kedua orang tuanya saling pandang dan tersenyum. Mereka tidak perlu lagi menjelaskan apa maksud dan tujuan kedatangan sahabat masa kecilnya itu.

Setelah tidak ada lagi yang akan dibicarakan, Ainun di suruh kembali untuk masuk ke dalam kamarnya. Ibu Haniyah langsung merapat di samping suaminya.

"lihatlah bu, Ainun terlihat senang saat Bisma akan datang"

"tapi Ainun tidak tau maksud tujuan mereka datang yah, kenapa ayah tidak beritahu saja"

"nanti setelah pak Regan datang, maka kita akan beritahu Ainun. Ayo tidur, ayah sudah mengantuk" pak Parnomo menggandeng tangan istrinya untuk masuk ke dalam kamar.

_____

"kita mau kemana Bram...?" Marvel yang menjadi pilot saat itu, melirik Bram yang duduk di sampingnya.

"ke rumah Marco" Bram menjawab.

Marvel belum sadar dengan wajah Elang. akan tetapi ketika dirinya memutar kepala untuk melihat ke belakang, kedua matanya membulat sempurna dengan mulut yang menganga.

"ARJUNA" pekiknya

Bram memukul lengan Marvel karena teriakannya itu mengagetkan dirinya. Sementara Elang, tidak menanggapi teriakan Marvel. Dirinya membuang wajah ke arah lain melihat pemandangan di bawah sana. Malik bersandar di bahunya dalam keadaan

"hei pilot, fokus ke depan. Kamu mau kita menggelantung di pohon" Bram memaksa kepala Marvel untuk kembali.

"dia bos Arjuna loh Bram. Kenapa tidak pernah bilang selama ini kalau kamu telah menemukan bos" Marvel masih saja memutar kepala untuk melihat Elang.

"saya bukan Arjuna" ucap Elang dengan tegas.

Kening Marvel mengerut dan beralih menatap Bram. Detik berikutnya ia kembali lagi melihat Elang yang membuang wajah ketika pandangannya bertemu dengan Marvel.

"ada bos amnesia...?" ucap Marvel

"entah. Mungkin otaknya berganti dengan otak ikan lumba-lumba sehingga dia tidak mengenal kita" Bram menjawab asal.

"yang benarlah kalau ngomong, aku serius tau" Marvel mencebik.

"nanti saja kita meminta penjelasannya padanya. Sekarang turunlah, itu rumah Marco" Bram menunjuk ke bawah.

Marvel merendahkan kendaraan udara itu. Di halaman belakang rumah Marco yang luas, helikopter itu mendarat. Semua orang turun dan seorang laki-laki telah menunggu mereka di ambang pintu.

Elang memapah tubuh Malik sebab pemuda itu begitu lemas sekarang. tanpa di sangka Malik jatuh pingsan, lukanya semakin mengeluarkan darah. Marvel segera membantu Elang untuk mengangkat tubuh Malik masuk ke dalam rumah.

Malik di bawa ke dalam kamar dan mulai di obati oleh Marco. Sementara Bram, juga Elang dan Marvel, mereka duduk di ruang tengah yang luas.

Marvel tidak hentinya menatap Elang membuat pemuda itu risih. "kenapa menatap ku seperti itu. Seperti saya punya utang saja" ucap Elang sinis.

"bos kan memang punya utang sama saya. Warung makan mbok Imah sudah jadi loh. Bos pernah berjanji untuk mentraktir makan di tempat itu. sampai sekarang bos belum tepati juga. Ingat ya bos, janji adalah utang"

"sejak kapan saja berjanji padamu"

"sejak zaman purbakala sebelum negara api menyerang dan bahkan Upin Ipin masih bocil meskipun sekarang mereka masih bocil, bos sudah berjanji padaku"

"ngomong apa sih kamu" Bram yang menutup mata terpaksa membukanya karena mulut Marvel yang tidak bisa diam.

"kamu nanya...?"

Plaaaak

"ya ampun Bram...selalu saja kamu meng kdrt diriku. Apa salah dan dosaku coba"

"mau ku tabok lagi...?"

Marvel mencebik dan berpindah tempat. Elang senyum-senyum melihat kelakuan Marvel, akan tetapi ketika Bram melihat ke arahnya, Elang kembali memasang wajah juteknya.

Marco keluar setelah menjahit kembali luka Malik. dirinya mengambil tempat di samping Bram dan mulai memeriksa luka tembak laki-laki itu.

"bagaimana teman saya...?" Elang bertanya.

"dia sudah tidur, mungkin besok baru bangun" Marco melirik sekilas ke arah Elang kemudian menatap Bram dengan tatapan penuh pertanyaan.

"obati aku dulu, kamu mau aku mati di sini"

Marco mencebik dan mulai melaj tugasnya. Semua orang diam tanpa bersuara. Marco selesai menjahit luka Bram, semua orang masih diam juga.

"boleh aku tau siapa kamu...?" Bram akhirnya mengeluarkan suara. Ia menatap Elang yang sebenarnya gelisah.

"tidak perlu tau siapa namaku yang jelas saya bukanlah Arjuna yang kalian maksud. kenapa banyak sekali orang yang menyangka aku adalah Arjuna padahal aku itu bukan dia"

"jangan bohong lah bos, nggak mungkin ini bukan kamu. Atau mungkin bos hilang ingatan" Marvel tetap Keukeh kalau Elang itu adalah Arjuna.

"kalau bukan Arjuna kenapa begitu mirip" ucap Marco.

"mana saya tau, mungkin saja dia mengcopy paste wajahku. saya kan ganteng dan membahana" Elang memuji diri.

semua orang saling tatap, tidak pernah sekalipun Arjuna bersikap kepedean seperti itu meskipun memang harus diakui kalau wajahnya tampan.

"lalu kenapa kamu bisa mengenal Akira...?" Bram kembali bertanya.

"wanita yang stress itu...? Saya tidak mengenalnya, dia saja yang tergila-gila padaku dan mengatakan kalau saya adalah calon tunangannya"

"kalau Selena apakah kamu kenal...?" tanya Marco.

"ya ampun, siapa lagi itu. Selena Gomez kah...? saya pernah mendengar kalau dia itu artis di luar negeri. Memangnya iya...?"

Marvel menggeser tubuhnya ke arah Bram dan berbisik. tidak ingin ketinggalan, Marco mendekatkan telinganya.

"sepertinya otaknya geser, apa perlu harus dipalu dulu agar dia stabil...?

Pletak

"aw...astaga kenapa sih kalian ini suka sekali main tangan" Marvel memegang keningnya tatkala Marco menjitak kening laki-laki itu.

"hei apa yang kalian bisik-bisikkan...kenapa tidak berbagi denganku" Elang memicingkan mata.

Sebenarnya Elang waspada, ia khawatir ketiga orang itu akan sama saja seperti Steven. Ketengilannya itu untuk mengusir rasa gugupnya. ia melirik sekitar, tidak ada apapun untuk ia jadikan senjata jika Bram dan kedua temannya tiba-tiba menyerangnya. Hanya ada vas bunga yang ada di sudut ruangan itu.

"apa mungkin Arjuna renkarnasi...? Tapi itu sepertinya tidak mungkin kan...?" Bram menatap lekat wajah Elang.

Elang terbahak mendengar hal itu. Renkarnasi....? Sungguh hal konyol yang pernah ia dengar.

"besok pagi setelah teman saya siuman, kami akan meninggalkan tempat ini. jangan halangi kami berdua, saya tidak mengenal kalian semua" Elang memasang wajah serius.

"kamu pasti mati kalau bertemu anak buah Danuela atau Manuela. Wajahmu begitu mirip dengan Arjuna. siapa yang akan percaya kalau kamu bukan Arjuna. Pengelakkan mu hanya akan menjadi omong kosong bagi mereka"

"persetan dengan Danuela, Manuela atau siapa lagi itu. Saya tidak ingin berurusan dengan kalian semua"

"sayangnya kamu sudah terlibat dengan Danuela. Kamu pikir bisa pergi begitu saja. Dia akan mencari kamu sampai ke ujung bumi sekalipun" Bram menatap tajam Elang.

Elang membalas tatapan Bram dengan tajam. Kesabarannya habis, kepalanya sudah pusing memikirkan semua itu.

"kalau begitu saya pergi sekarang tidak perlu lagi menunggu esok hari" Elang bangkit hendak menuju ke kamar Malik.

"temanmu belum siuman, kamu ingin dia celaka lagi seperti tadi...?" ucap Bram

Elang melengos pergi begitu saja. di dalam kamar dirinya menjambak rambut frustasi. terlintas di pikirannya ia harus menjauhi semua orang yang menganggapnya Arjuna. Malam itu ia menunggu Malik untuk siuman setelah itu keduanya akan meninggalkan rumah itu tanpa sepengetahuan Bram juga yang lainnya.

Steven yang masih berbicara dengan seseorang harus menjauh sebab ponselnya bergetar.

[halo bagaimana...?]

[dia berhasil kabur]

[bodoh... bagaimana bisa kalian sebanyak itu harus kehilangan dia]

[ada yang membantu mereka bos, kalau tidak salah laki-laki itu adalah sahabat dari Arjuna]

[sahabat Arjuna...? Siapa yang kamu maksud...?]

[Bram... yang membantu mereka]

"Bram" gumamnya

Panggilan langsung dimatikan, Steven menggenggam ponselnya dengan erat.

"ternyata benar kalau dia adalah Arjuna. Buktinya Bram ada di tempat itu dan menyelamatkan mereka. sampai ke ujung dunia, aku akan tetap akan mencarimu Arjuna" Steven mengeraskan rahangnya.

Terpopuler

Comments

LANANG MBELING

LANANG MBELING

Marvel bener² keluarga akmal nih

2023-09-14

0

LANANG MBELING

LANANG MBELING

astaga apakah ini keluarga akmal ya??? wkwkwkwk

2023-09-14

0

LANANG MBELING

LANANG MBELING

bawangnya bisa di buang gak??? perih nih

2023-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!