kedatangan kendaraan udara besi itu, membuat warga sekitar yang berada di dalam rumah keluar di halaman untuk melihat. Untuk pertama kalinya mereka melihat dengan nyata, sebuah helikopter mendarat di tepian pantai.
Anak-anak yang sedang bermain di bawah pohon kelapa, berlarian mendekati kendaraan capung itu. hanya orang dewasa yang tetap berada di depan rumah tanpa berniat untuk mendekat. Mereka beranggapan jangan sampai yang datang itu adalah orang yang mempunyai niat tidak baik.
baling-baling helikopter itu berhenti berputar, anak-anak tadi berdiri dengan mata yang menatap serius ke arah benda itu.
Bram turun lebih dulu, kemudian menyusul Marvel. Keduanya menyapa anak-anak yang berbaris bagai sedang menyambut kedatangan mereka.
"om berdua ini siapa...?" anak laki-laki yang mungkin berumur sembilan tahun, bertanya kepada keduanya. Ternyata rasa penasarannya memaksa dirinya untuk bertanya.
Marvel tersenyum kemudian berjongkok di hadapan anak-anak itu agar tingginya sejajar dengan para bocah itu.
"om dan teman om ini sedang berjalan-jalan saja dan berniat menemui seseorang"
"bukan orang jahat seperti yang datang sebelumnya kan...?" anak yang bertanya tadi menatap penuh selidik.
Kening Marvel mengkerut dengan tatapan yang ia alihkan kepada Bram yang saat itu dirinya sedang menghubungi Perwira kalau mereka telah sampai.
"memangnya pernah ada yang datang kemari selain om berdua...?" Marvel kembali menatap anak laki-laki itu.
"ada....bahkan merampas uang warga di sini karena tidak bisa membayar utang. badan mereka besar-besar, pakaian mereka serba hitam"
Marvel kembali berdiri dan menatap sekeliling. Tempat itu memang lumayan jauh. Kalau diperkirakan mungkin penduduk desa hanya sekitar enam puluhan tidak mencapai seratus.
"kenapa...?" Bram bertanya setelah ia selesai menghubungi Perwira.
"kata anak ini, pernah ada yang datang ke sini. Merampas harta penduduk desa ini karena tidak bisa membayar utang"
jawaban Marvel membuat pandangan Bram tertuju kepada beberapa anak laki-laki yang berada di depan mereka.
"siapa namamu...?" Bram menunjuk anak yang berbicara dengan Marvel tadi.
"Doni"
"sudah berapa lama orang-orang itu datang ke tempat ini...?"
"emmm... mungkin empat hari yang lalu. Waktu itu saya tidak ada di sini, tapi adik saya melihat mereka datang. Waktu itu saya dan ayah ke kota untuk menjual ikan hasil tangkapan ayah"
"mereka berpakaian serba hitam. Apa mungkin itu anak buah Danuela...?" ucap Marvel.
Tidak lama ponsel Bram kembali bergetar, Perwira menghubunginya dan mengatakan kalau laki-laki itu menunggu mereka di rumah yang paling ujung yang ada di desa itu.
[rumah siapa...]
[pak Wanto]
[baiklah, tunggu kami di situ]
"om bukan orang jahat kan. Kalau orang jahat kami tidak akan membiarkan om berdua merampas harta milik warga lagi. Biarpun kami anak kecil, kami tidak takut dengan om berdua" anak satunya lagi, malah telah bersiap dengan kayu yang ada di tangannya dan menghadang Bram juga Marvel.
Aksi anak-anak itu langsung di datangi oleh orang tua mereka, sembari meminta maaf dengan tangan mengatup di depan dada.
"tidak apa-apa pak. Kami ke sini hanya untuk bertemu pak Wanto. Kira-kira rumahnya di bagian mana...?" Bram berucap sopan, dengan begitu warga tidak akan mencurigai mereka sebagai penjahat.
"di ujung desa ini, jalanlah lurus ke sana" seorang bapak memberitahu letak rumah pak Wanto.
Bram berterimakasih dan mengajak Marvel untuk pergi. Sepanjang jalan mereka memperhatikan warga desa langsung masuk ke dalam rumah ketika keduanya melewati rumah mereka.
"mereka seperti melihat hantu saja" ucap Marvel.
"setelah ini selesai, mari kita cari tahu apa yang sebenarnya terjadi di desa ini"
"baiklah, aku setuju dengan itu"
Rumah terakhir yang mereka lihat sudah berada di depan mata. Seorang laki-laki tengah duduk kursi kayu yang ada di teras rumah itu. Ketika melihat Bram dan Marvel, laki-laki itu melambaikan tangan ke arah mereka.
"dimana orangnya...?" Bram langsung bertanya ketika dirinya tiba di rumah yang tidak cukup besar itu. Kalau diperkirakan mungkin hanya muat dua kamar tidur.
dua jaring menggantung di samping rumah. di halaman rumah, dijadikan tempat untuk menjemur ikan-ikan yang sepertinya akan dijadikan ikan asin. Marvel duduk di tumpukan karung sebab hanya ada dua kursi dan itu sudah di duduki oleh Bram.
"di dalam, sebentar lagi keluar" Perwira menjawab setelah menyeruput kopinya yang telah dingin. Ada juga pisang goreng di tengah-tengah mereka. Marvel langsung mengambil satu pisang goreng itu dan memasukkan ke dalam mulutnya. Ia juga mengangkat gelas kopi Perwira dan meminumnya. Perwira hanya membiarkan tanpa menegur.
"di sini adem ya. Kalau berlibur beberapa hari di tempat ini, sepertinya seru" Marvel melihat ke arah pantai. Pohon kelapa yang berjejer, menjadikan tempat itu teduh dan nyaman. Angin yang menerpa kulit pun, serasa begitu sejuk.
Tidak lama pak Wanto datang dengan dua gelas kopi dan satu piring pisang goreng. Senyuman teduhnya menghiasi wajahnya yang sudah keriput.
"maaf ya, saya hanya bisa menyediakan ini saja" pak Wanto duduk di tumpukan karung seperti Marcel.
"ini saja sudah cukup pak. Maaf sudah merepotkan" Bram tersenyum sopan.
"jadi, apa yang ingin kalian tanyakan" pak Wanto memulai pembicaraan yang serius.
"waktu itu, apa yang bapak lihat. Saya tidak perlu lagi menyebutkan apa itu sebab teman saya ini pasti sudah menceritakan semuanya" Bram menatap Perwira sekilas.
Pak Wanto memperbaiki posisi duduknya. ia menghela nafas sejenak sebelum akhirnya mulai bersuara. "waktu itu sekitar jam sembilan malam, saya baru pulang dari rumah kerabat yang ada di tengah desa ini. kebetulan saat itu sedang turun hujan. Dari arah gapura desa, saya melihat cahaya mobil yang masuk ke dalam desa. mobil itu bukan berhenti di sekitar sini namun mencari tempat yang sunyi untuk berhenti. Karena penasaran maka saya mengikuti mobil itu"
"saya melihat dari kejauhan, seseorang tidak sadarkan diri sedang di gotong dua orang dan menuju perahu kemudian di bawa ke tengah laut. Setelahnya dua orang kembali namun tidak lagi bersama seseorang tadi. Mungkin memang mereka membuangnya. Kemudian mobil itu kembali pergi setelah melakukan hal itu"
"saya sempat melihat wajah salah seorang dari mereka. Ketika itu dia memalingkan wajah ke arah saya. Kebetulan juga saat itu ada cahaya petir yang menyambar, sehingga saya bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki itu"
Dengan cepat Bram mengambil ponselnya kemudian mencari sesuatu. Ia perlihatkan salah satu foto yang ada di layar ponsel itu.
"apakah dia yang bapak lihat...?"
pak Wanto menatap wajah sosok itu, tidak lama ia menggeleng pertanda berarti bukanlah laki-laki itu orangnya.
"kalau yang ini...?" kembali Bram menggeser layar ponselnya untuk memperlihatkan foto berikutnya.
"bukan" pak Wanto kembali menggeleng lagi.
"kamu memperlihatkan foto Danuela juga Manuela. Sudah pasti bukan mereka yang melakukannya meskipun mereka adalah dalangnya. Tangan kanan dan orang-orang mereka pasti yang melakukan itu" ucap Perwira.
"bagaimana kalau dua orang ini...?"
Bram memperlihatkan foto Steven juga foto seorang laki-laki yang merupakan tangan kanan Manuela.
"bukan juga dua-duanya" pak Wanto menggeleng lagi.
"astaga...lalu siapa yang melakukannya. Jika dua bos besar itu salah satu dalangnya, sudah pasti tangan kanan keduanya yang akan bergerak" Marvel menghela nafas.
Bram memijit pelipisnya, ia kembali memasukkan ponselnya di dalam jasnya. "lalu apakah paginya warga desa ini tidak menemukan mayat seseorang...?"
"tidak. Saya bahkan heran, harusnya yang mereka buang itu akan terbawa ombak sampai di tepi pantai namun pagi hari tidak ada apapun. Saya tidak tau jika mungkin terdampar di pesisir pantai lain dan ditemukan oleh penduduk desa lain. Akan tetapi, saya juga tidak mendengar desas-desus warga desa lain yang menemukan mayat saat itu"
Penjelasan pak Wanto membuat ketiganya masih berharap kalau Arjuna masih hidup. Entah di suatu tempat yang terpencil, Bram begitu berharap sahabatnya itu masih bernyawa sampai sekarang.
Mereka kemudian berniat untuk pulang. di perjalanan menuju kendaraan udara, terjadi aksi perampasan saat itu. Dimana beberapa orang dengan kasar dan tidak beradab mengambil semua uang penduduk desa sebagai bayaran dari hutang mereka.
"sudah aku katakan, jika tidak bisa membayar maka semua uang kalian akan saya ambil" seorang laki-laki menginjak kepala kepala rumah tangga yang ia rampas hartanya.
"Brengsek, biadab sekali mereka datang ke tempat ini mencari uang. Akan ku habisi mereka" Marvel begitu emosi sampai menggulung lengan kemejanya dan ia berjalan cepat menuju ke arah keributan itu.
"hei"
Panggilan Marvel membuat laki-laki itu menoleh. Satu tendangan bebas meluncur di wajah lelaki itu sehingga dirinya tersunkur pasir.
buaaak
Bram melayangkan pukulan siku di kepala salah satunya. Laki-laki itu oleng dan pingsan seketika. Perwira sudah tidak bersama mereka lagi. Laki-laki itu harus segera berangkat ke Bali untuk mencari keberadaan Valencia, wanita yang pernah bersama Arjuna sebelum akhirnya laki-laki itu dinyatakan meninggal.
Kedatangan Marvel juga Bram, membuat beberapa orang yang membuat keributan itu, melawan keduanya. Mereka menggunakan pistol untuk melumpuhkan dia lelaki itu.
Dor
Dor
Bram pun tentu saja harus bertindak lebih jauh agar dirinya selamat juga penduduk desa itu. Warga berteriak dan bersembunyi di tempat aman, sementara pertarungan antara Bram, Marvel juga orang-orang itu masih terus berlanjut.
Dor
Satu tembakan menembus kepala yang menjadi bos mereka. Semuanya tewas di tangan Bram dan Marvel.
"om" Danu memanggil keduanya. Anak itu berlari menghampiri mereka dan memeluk pinggang Bram.
"terimakasih om, terimakasih"
Warga desa bersyukur Bram dan Marvel membereskan orang-orang itu. karena orang-orang itu datang untuk membuat ricuh, akhirnya mayat mereka di kuburkan di tempat yang seharusnya. Bram tidak ingin membawa para mayat itu di helikopter yang mereka gunakan.
"mereka bukan anak buah Danuela juga Manuela" ujar Marvel setelah mereka meninggalkan desa itu.
"mungkin hanya rentenir biasa" Bram menjawab tanpa rasa curiga.
"lalu kita kemana sekarang...?" Marvel menjadi pilot lagi saat itu.
"kita pulang dan arahkan semua anak buah kita untuk mencari keberadaan laki-laki yang bernama Elang itu"
"masih ingin menemukannya...? Bukankah jelas-jelas dia mengatakan kalau dirinya bukan bos Arjuna"
"meskipun dia bukan Arjuna, tapi nyawanya dalam bahaya sekarang. aku tidak ingin dirinya menjadi korban salah sasaran yang menganggap musuh kita kalau dia adalah Arjuna"
"baiklah, aku mengerti"
_____
"mati kamu bilang....?"
"iya bos, mereka di serang dua orang yang tiba-tiba saja datang ke tempat itu"
Laki-laki yang dipanggil bos itu mengeram kesal. Dipukulnya meja sampai benda di atasnya berhamburan bahkan terjatuh.
"BRENGSEK"
Begitu kesal sampai melempar gelas minumannya ke dinding hingga pecah berserakan di lantai.
"cari tau siapa dua orang itu. berani sekali mereka membunuh anak buahku. cari tau dan bunuh keduanya"
"baik bos"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Defi Amoy
🤦🤦
2023-09-28
0
LANANG MBELING
ku menunggu sampe lumutan thort
2023-09-28
0
V3
tambah seruuu nih ,, lanjutkan Thor
2023-09-27
0