pukul dua dini hari, ibu Fatiyah sudah sibuk di dapur memarut kelapa untuk dijadikan santan. Setiap dini hari wanita yang tidak muda lagi itu namun kecantikan diwajahnya tidak pudar, sudah menjadi rutinitasnya untuk melakukan hal itu. Selepas melaksanakan sholat malam, maka ibu Fatiyah akan berkutat di dapur yang sederhana.
"ibu"
Suara seseorang membuat kedua tangan ibu Fatiyah terhenti. Wanita itu menatap anak sulungnya yang berdiri di ambang pintu, menggunakan sarung dan baju kaos.
"sini biar Sulaiman bantu" Sulaiman bergegas mendekati ibunya.
"tidak usah, ibu masih kuat. sudah kamu kembali tidur lagi, ini masih larut malam. Besok kan kamu harus membantu orang tua Mawar panen" ibu Fatiyah mendorong tangan anaknya yang hendak mengambil pekerjaannya.
"aku tidak bisa tidur lagi bu, habis sholat mana bisa tidur kalau melihat ibu sibuk di dapur. Sudah biar aku bantu, ibu mengerjakan yang lainnya saja. Dengan kekuatan aku, sekejap langsung selesai bu" tanpa menunggu jawaban ibunya, Sulaiman mengambil kelapa yang ada ditangan ibunya juga parutan yang digunakan.
Ibu Fatiyah tersenyum, mengelus lembut bahu anaknya sebelum akhirnya ia berpindah tempat mengerjakan pekerjaan lainnya.
"adikmu sudah kamu bangunkan untuk sholat...?"
"Baim masih sementara sholat, mungkin sebentar lagi dia ke sini" Sulaiman mulai melakukan tugasnya.
"bagaimana usaha yang kamu rintis dengan mawar...?"
"Alhamdulillah lancar bu, doakan ya bu supaya Sulaiman bisa secepatnya mendapatkan rezeki dan menghalalkan Mawar"
"tanpa kamu minta, doa ibu selalu menyertai ketiga putra ibu. Kalau seandainya orang tua Mawar sudah mulai mendesak untuk menikahkan kalian, ibu akan mencari pinjaman"
"mau meminjam apa bu...?" Ibrahim datang ke dapur itu. Sama seperti Sulaiman, ia hanya memakai sarung dan baju kaos. Dirinya duduk di lantai kayu menghadap ke arah ibunya. "ibu mau minjam apa...?" tanyanya sekali lagi.
"tidak minjam apapun, kamu salah dengar" sahut Sulaiman. "sudah sholatnya...?" Sulaiman mengajukan pertanyaan agar Ibrahim tidak lagi mencari tahu apa yang mereka bahas tadi.
"sudah. Sini bu biar aku yang cuci berasnya" Ibrahim mengambil loyang kecil yang ada ditangan ibu Fatiyah kemudian bergerak ke tempat penyimpanan beras. "berapa liter bu...?"
"tiga saja, biasanya juga seperti itu" ibu Fatiyah menjawab. "kalau begitu ibu mau keluar ambil daun pandan dulu, tadi sore ibu lupa mengambilnya" ibu Fatiyah beranjak dari duduknya, mengambil senter yang ada di atas meja kemudian membuka pintu dapur. Di luar tidak ada lampu sebagai penerangan sehingga keadaan diluar itu begitu gelap gulita.
Sulaiman langsung mengguyur kelapa yang ia parut tadi dengan air bersih. Pekerjaan itu mereka lakukan dengan telaten.
"bagaimana kalau kita buka kios di depan. Kan sekalian dengan tempat ibu menjula nasi bungkus. Di sekitar kita ini belum ada penjual kan, yang ada hanya di bawah sana. Jauh juga kalau jalan kaki" Ibrahim memberikan ide.
"mau ambil uang darimana untuk membuka warung nak. Lagipula kan ibu jualannya pagi, paling habis jam sembilan sudah paling lama. Tidak usah terlalu boros" ibu Fatiyah yang sedang memasak nasi, menolak usul Ibrahim.
"aku punya uang loh bu kalau untuk belanja ke kota sebagai isi warung. Kalau papan dan segala macam untuk membuat warung, banyak papan pak Karno yang masih bagus. Nanti aku tanya sama dia. Lumayan loh bu untuk menambah penghasilan. Dengan begitu kita bisa menabung untuk membantu mas Sulaiman menikah nanti"
Ibu Fatiyah melirik Sulaiman, anak sulungnya itu terlihat sedang menghela nafas panjang.
"mas bisa usaha sendiri Baim, tidak perlu kamu terlalu memikirkan masalah mas. Lagipula orang tua Mawar mengerti dengan kondisi mas sekarang. simpan saja uangmu untuk kamu sendiri. Kalau membangun warung buat ibu, nanti saja setelah perekonomian kita membaik. Lagipula mas juga baru membuka kios bersama Mawar, doakan saja agar terus lancar"
"tapi mas"
"Baim"
Satu kata ketegasan yang keluar dari mulut Sulaiman langsung membuat Ibrahim diam. Sulaiman bergeser mendekati adiknya itu dan menarik kepalanya untuk bersandar di bahunya.
"andai kata Elang tidak memaksa untuk merantau di kota, mas tidak akan pernah mengizinkannya pergi. Kalian berdua juga ibu adalah tanggung jawab mas setelah ayah pergi. Jangan membebani dirimu dengan hal yang tidak penting. Tabung uangmu untuk dirimu kedepannya. Kehidupan kita, mas masih sanggup membiayai. Usaha warung yang mas bangun dengan mawar juga Alhamdulillah lancar dan ramai pembeli. Urusan uang pernikahan, itu adalah urusan aku dan Mawar"
"tapi karena aku...mas tidak jadi menikah"
"bukan tidak jadi dek, tapi diundur. Jangan terus menerus merasa bersalah seperti itu. Bahkan mas rela melakukan apapun asal kamu sembuh termasuk jika memang mas tidak jadi menikah dengan Mawar.
"mas" Ibrahim menarik kepalanya dan menatap sendu wajah Sulaiman yang tersenyum teduh kepadanya.
"keluarga adalah harta yang paling berharga untuk mas, tidak akan ada yang dapat menggantikan itu"
Ibu Fatiyah nampak berkaca-kaca melihat suasana itu. Seketika ia teringat dengan almarhum suaminya.
"lihatlah mas, anak-anak kita sudah dewasa" batinnya menahan sesak.
Dengan cepat ia menghapus air matanya agar tidak dilihat oleh kedua anaknya hingga membuat keduanya kepikiran.
Ibrahim seketika langsung memeluk Sulaiman. Begitu bersyukur dirinya memiliki kakak sebaik Sulaiman.
Pagi harinya, nasi bungkus yang dibuat ibu Fatiyah telah tersusun rapi di atas meja kecil yang disimpan di depan rumah. Karena tidak ingin repot membuat sarapan pagi, maka terkadang orang-orang di desa itu lebih memilih membeli nasi bungkus ibu Fatiyah dan bahkan mereka membeli banyak untuk bekal pergi tempat kerja nantinya.
masih pagi tapi dagangan ibu Fatiyah mulai habis dan tidak terasa sudah ludes dibeli. Rasa syukur begitu ia panjatkan, begitu berterima kasih kepada yang Maha Kuasa atas rezeki yang diberikan kepadanya.
"habis ya bu...?" Ibrahim yang baru keluar rumah, mendekati ibunya.
"Alhamdulillah, sudah habis semua" senyuman ibu Fatiyah tidak pernah luntur.
Tidak lama Sulaiman keluar dari rumah dan berpamitan kepada mereka untuk ke rumah Mawar. Pagi ini dirinya harus membantu orang tua Mawar untuk panen hasil perkebunan mereka.
Kepergian Sulaiman menggunakan sepeda, bersamaan dengan kedatangan ibu Haniyah yang entah apa maksudnya mendatangi mereka. ia datang bersama Ainun, keduanya berhenti tepat di depan Ibrahim dan ibu Fatiyah.
Ibrahim melirik ai Ainun, wanita itu hanya tersenyum tipis dan mengangguk kecil. Bagaimanapun juga Ainun adalah cinta pertama Ibrahim, sayangnya cinta itu harus ia kubur dalam-dalam sebab yang dicintai oleh Ainun adalah Elang, adik Ibrahim sendiri.
"selamat pagi bu Hani, ada yang bisa saya bantu...?" ibu Fatiyah bertanya dengan nada lembut.
"nasi bungkusnya sudah laku ya bu tiyah...?" ibu Haniyah melihat keranjang kecil yang sudah kosong di atas meja.
"Alhamdulillah sudah bu, ibu telat datangnya"
"sayang sekali, padahal saya ingin membeli" ada raut kecewa di wajah ibu Haniyah. "emm ibu tiyah boleh saya minta tolong...?" kini tatapnya tertuju kepada wajah ibu Fatiyah.
"minta tolong apa ya bu...?" kening ibu Fatiyah mengekerut.
"begini, saya akan kedatangan tamu hari ini dan mungkin sebentar siang. Di desa ini sudah banyak yang mengatakan kalau masakan ibu tiyah itu enak. Jadi saya mau meminta tolong agar ibu tiyah membantu saya memasak di rumah. Tidak gratis kok bu, tetap saya akan bayar jasa ibu. Bukannya saya tidak tau memasak, tapi masakan saya tidak seenak buatan ibu tiyah. Bagaimana bu tiyah, ibu bersedia membantu saya...?"
"aduh bagaimana ya... sebenarnya setelah ini saya ada pekerjaan lain. Mungkin ibu Hani bisa meminta bantuan kepada ibu lainnya" bukannya menolak namun semalam Ibrahim mengajak ibunya untuk ke rumah pak Karno ayah dari Malik. Istri pak Karno ingin agar ibu Fatiyah membantunya memasak di rumah, sebab bukan hanya Malik dan pak Karno yang akan bekerja membantu memanen tapi juga beberapa bapak-bapak yang dipanggil pak Karno untuk membantu mereka"
"ayolah bu, tolong bantu saya. Saya akan gaji lebih banyak asal ibu mau membantu saya"
Ibu Fatiyah melirik Ibrahim, laki-laki itu menarik nafas dan menggeleng pertanda ibu Fatiyah harus menolak sebab dirinya sudah terlanjur mengiyakan ajakan ibu Desi.
"maaf sekali lagi bu, saya tidak bisa"
"saya bayar dua kali lipat ya bu, asal ibu mau" ibu Haniyah mulai memaksa.
"bu, tidak baik memaksa seperti itu. Lagipula ibu Fatiyah sudah mengatakan ada urusan lain" Ainun mulai menegur ibunya.
Tidak lama pak Parnomo menyusul mereka dengan sepeda motor yang ia pakai. sebagai kepala desa, memang pak Parnomo memiliki barang yang tidak dimiliki oleh kebanyakan masyarakat desa itu. Hanya orang yang berada yang dapat menyaingi gaya selangit kepala desa itu.
"bagaimana bu...?" tanpa turun dari motornya, pak Parnomo bertanya.
"ndak bisa yah, ibu Fatiyah sibuk ada urusan lain" ibu Haniyah memberitahu.
"allaaah...sok sibuk sekali kamu ibu Fatiyah. Memangnya janda seperti kamu itu sibuk bikin apa...? cari mangsa baru untuk dijadikan suami...?" pak Parnomo terlihat mengejek
"ayah" Ainun melotot, tidak menyangka begitu kasar ucapan ayahnya kepada ibu laki-laki yang ia cintai.
"jaga ucapan anda ya pak kepala desa yang terhormat. Ibu saya tidak seperti yang anda katakan" Ibrahim mengepalkan tangan. Darahnya mendidih ketika pak Parnomo menghina ibunya.
"memang kenyataannya seperti itu kan...? sudah miskin masih belagu sok sibuk. sibuk apalagi kalau bukan sibuk mencari mangsa untuk..."
Bughhh
Belum selesai pak Parnomo menyelesaikan kalimatnya, Ibrahim sudah melayangkan pukulan ke wajah laki-laki baya itu sehingga pak Parnomo terjungkal dan jatuh. Dirinya di tindih oleh motornya sendiri.
"ayah" ibu Haniyah kaget melihat suaminya dipukul. Ainun pun tidak kalah kagetnya. Keduanya membantu pak Parnomo untuk bangun.
"SEKALI LAGI KAMU MENGHINA IBUKU...KU BUNUH KAU MANUSIA SIALAN" Ibrahim tidak dapat lagi menahan amarahnya.
Ibu fatiyah menarik tangan Ibrahim untuk menjauh sebab putranya itu masih ingin menghajar pak Parnomo.
Akibat pukulan Ibrahim yang keras, hidung pak Parnomo berdarah dengan bibir yang robek. Kejadian itu mengundang sebagian orang menghentikan langkah saat mereka sedang melewati jalan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Bunda Silvia
aihhh pak kades mulutnya ngga di didik pake bangku sekolah kayaknya
2025-01-21
0
LANANG MBELING
Ayo bunuh aja tuh pak kadesnya dek baim...
Kasian sulaiman belum bisa wkwkwikwik.
Arjuna beneran dah koid kah?
Terus tokoh utamanya gimana ya? bab sekarang gak ada pembahasan.....
Bab selanjutnya kapan????????????? cepet up ya hihihihihiihihihih
2023-09-18
1
V3
Astaghfirullah al'adzim .... ada yaa Kades yg spt itu ,, sombong bgt jd orang dn seenaknya ja menghina orang lain
benar-benar Kades Lucnut tuh 😡🤬
2023-09-16
0