Bram sebenarnya masih tetap ingin berada di depan rumah Danuela. Namun karena ponselnya terus bergetar, ia pun memutuskan untuk meninggalkan kediaman Danuela. dirinya akan memberitahu yang lain mengenai sosok yang begitu mirip dengan Arjuna.
Mobil itu bergerak pelan meninggalkan rumah besar itu.
Sementara di dalam rumah, Sadar dua pemuda itu kabur, Danuela mengerahkan anak buahnya untuk mengejar. Dirinya benar-benar marah dipermainkan oleh Elang juga Malik.
"mau Arjuna atau Elang, harusnya kamu sudah tidak di dunia ini lagi" Danuela menggertakkan giginya. "bodoh sekali yang membunuhnya, bagaimana bisa sampai Arjuna bisa hidup kembali"
"kami akan mengurusnya bos" ucap Steven.
"hidup atau mati, bawa dia dihadapanku"
"baik bos" Steven melesat pergi.
Danuela menghela nafas kasar, ia menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan tangan yang terkepal erat.
"apa jangan-jangan dia memang Arjuna namun dirinya mengalami amnesia. Itu bisa saja terjadi bukan. Semoga nanti anak buah Manuela menemukannya dan menghabisinya. Dengan begitu aku tidak perlu repot-repot mengotori tanganku" Danuela tersenyum licik.
Terus berlari tanpa tujuan, Elang dan Malik harus bisa menyelamatkan diri. sayangnya anak buah Danuela begitu cepat menemukan mereka. Berbekal kedua kaki yang terus berlari sementara anak buah Danuela menggunakan mobil, kedua pemuda itu ngos-ngosan hampir kehabisan nafas.
Masuk ke setiap lorong agar tidak dapat dikejar, anak buah Danuela tentu saja tidak menyerah segampang itu. Mereka keluar dari mobil dan mengejar. Steven lebih dulu berlari cepat menyusul dua pemuda yang melempar apa saja untuk menghentikan anak buah Danuela mengejar mereka.
"Kanan Malik kanan" teriak Elang dari arah belakang.
Malik yang sudah melewati lorong sebelah kanan, berbalik lagi dan menyusul Elang yang sudah berada di depannya.
Dor
Dor
Dor
"eh busyet...main tembak aja tuh orang" Malik panik ketika suara tembakan terdengar mengenai apa saja yang mereka lewati.
Tembakan Steven tidak mengenai keduanya. Gara-gara suara tembakan itu, semua penghuni lorong berbondong-bondong keluar rumah untuk melihat kejadian apa yang terjadi.
Anak-anak yang sedang bermain-main di tengah jalan yang sempit itu, dilompati oleh mereka.
"tembak mereka Malik" teriak Elang.
"lah gimana caranya...?"
"tadi kan kamu tau cara pakainya gimana"
"tadi itu aku refleks nekan pelatuknya, eh rupanya berfungsi"
Dor
"astaga tuh orang, senang banget bikin aku jantungan" Malik menggerutu dalam pelarian mereka. ia kesal karena Steven selalu menembaki mereka.
"keluar dari gang Malik"
"kanan atau kiri...?"
Keduanya berhenti dan saling pandang. mencoba mengambil kesimpulan jalan mana yang harus mereka ambil. Akhirnya Elang menarik Malik untuk mengambil jalan sebelah kanan.
"berikan pistolmu"
"nih" Malik melempar benda itu.
Elang berhenti sejenak dan mengarahkan pistol itu ke depan.
Dor
"aaaggghh" satu orang terkena tembakannya tepat di bagian paha sebelah kiri.
Dor
Elang menargetkan tembakannya ke arah Steven namun laki-laki itu bersembunyi di balik dinding.
Dor
Elang kembali menembak dan kali ini mengenai lengan salah satunya lagi. Steven keluar dari persembunyiannya dan menembaki Elang. pemuda itu bersembunyi di balik motor yang terparkir di dekatnya.
"El ayo" Malik ternyata kembali setelah dirinya sadar kalau Elang tidak bersamanya.
Dor
Dor
Dor
Sengaja Elang terus mengeluarkan tembakan dengan begitu Steven dan juga anak buahnya tidak menembakinya. Kembali keduanya berlari namun naasnya mereka malah mendapatkan jalan buntu, pagar yang tinggi yang sulit untuk di lewati.
"berpijak di drum dan tumpukan karung itu. Ayo sebelum mereka datang" ucap Elang.
"kamu yang duluan. Mereka mengincar kamu, biar aku yang belakangan"
"baiklah"
Elang mundur beberapa langkah kemudian berlari dan melompat berinjak di sebuah drum juga tumpukan karung yang lumayan tinggi.
hap
Kedua tangannya berhasil berpegangan. Ia menarik tubuhnya menggunakan kekuatan kedua tangannya. Setelah itu dirinya memanggil Malik untuk melompat menyusulnya.
"ayo Mal"
Malik melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Elang. ketika keduanya berhasil dan akan segera melompat, Steven juga pengikutnya datang. Laki-laki itu mengarahkan pistolnya dan
Dor
tembakan itu bersamaan dengan melompatnya kedua pemuda yang mereka kejar. Di mobil pickup tumbukan barang, keduanya mendarat.
"sial" Steven kesal mereka berhasil melarikan diri.
Di atas mobil, Malik meringis sakit sebab bahunya terkena tembakan yang dilesatkan Steven tadi. Bajunya sudah dilumuri darah, pemuda itu menekan lukanya dengan telapak tangannya.
"astaga Malik, kamu terluka" Elang panik. Ia dengan cepat mencari kain apa saja yang ada di dalam tasnya. baju miliknya ia robek kemudian luka Malik diikatnya agar darah tidak terus keluar.
brak
brak
"pak berhenti pak... berhenti" Elang memukul kap mobil yang ada di dekat sopir.
Merasa mendengar suara, sopir mobil itu menepi di pinggir jalan kemudian keluar.
"loh kok bisa ada orang" ia bingung menggaruk kepala.
"mas tolong, bawa kami ke rumah sakit. Teman saya terluka terkena tembakan. Dia harus diobati"
"terkena tembakan...?" laki-laki itu naik ke atas mobil untuk melihat kondisi Malik yang sudah lemas bersandar di karung. Melihat darah yang ada di baju Malik, laki-laki itu kaget.
"astaga, kenapa bisa seperti ini. siapa yang menembaknya...?"
"panjang ceritanya mas. Tolonglah bawa kami ke rumah sakit"
"baiklah baiklah" laki-laki itu segera turun kembali dan masuk ke dalam mobil. Ia pun kembali menjalankan mobil itu menuju rumah sakit.
Elang mengambil kepala Malik dan menyandarkan di dadanya. Air matanya mengalir begitu saja, tanpa bisa ia hentikan.
"kamu kuat Mal, kamu kuat. Bertahanlah, tetap bersamaku" Elang melap keringat Malik yang sudah membanjiri keningnya.
"s-sakit El"
"iya, bertahan ya... sebentar lagi kita sampai di rumah sakit"
"aku nggak kuat"
"tidak...kamu kuat...kamu harus kuat. Jangan tinggalkan aku Mal. Kita sudah berjanji untuk selalu bersama mengadu nasib di kota orang. Jangan tinggalkan aku" Elang semakin menangis.
Malik tersenyum dibalik wajahnya yang pucat. Perlahan-lahan penglihatannya mulai kabur dan ia pun tidak sadarkan diri saat itu juga.
"Mal... Malik" Elang menepuk wajah Malik.
"Malik....jangan pergi Mal. MAS CEPAT MAS, TEMAN SAYA KRITIS... CEPAT MAS"
"hiks... hiks... aku mohon bertahanlah"
Elang tergugu memeluk tubuh Malik yang tidak lagi merespon dirinya.
Mobil pickup itu berhenti di halaman rumah sakit. Laki-laki yang menjadi sopir tadi, buru-buru keluar dari mobil dan membantu Elang menurunkan tubuh Malik.
Seorang perawat yang melihat mereka, bergegas masuk ke dalam mengambil brankar dan mengeluarkannya bersama salah satu perawat lainnya.
Tubuh Malik dibaringkan di atasnya dan langsung dilarikan ke ruang operasi. Sementara Elang bersama laki-laki yang membawa mereka ke rumah sakit, keduanya menunggu di depan ruang operasi.
laki-laki itu memindai penampilan Elang yang berantakan. Bajunya pun berdarah karena terkena darah dari sahabatnya. Dua tas ransel berada di dekatnya.
"mas tidak ingin berganti pakaian...?" laki-laki itu akhirnya memberanikan untuk bertanya.
Elang mengangkat kepalanya, ia menggeleng pelan membalas jawaban pertanyaan laki-laki itu.
"dia satu-satunya yang aku punya di tempat asing ini. Bagaimana aku bisa pulang ke desa dan mengatakan kepada ibunya kalau seandainya terjadi sesuatu dengannya" Elang menatap nanar pintu ruang operasi. Wajahnya kusut dan begitu lelah.
"kalian perantau...?"
"iya" Elang menjawab lesu.
"kalau boleh tau memangnya apa yang terjadi sehingga kalian seperti ini...?"
Elang menghela nafas berat. ia menatap langit-langit rumah sakit dan memikirkan kejadian yang tidak terduga yang akan mereka alami.
niat hanya datang untuk mencari pekerjaan, malah dikejar oleh orang yang tidak ia kenal dan bahkan dirinya akan dibunuh.
"entahlah...aku bingung mau menceritakan darimana. tapi untuk kamu, terimakasih sudah membantu kami. Maaf sekali sudah merepotkan mu" Elang tersenyum getir. kembali ia menatap pintu ruang operasi, berharap dokter segera keluar dari ruangan itu.
"aku Rayan"
Elang memutar kepala kembali melihat laki-laki itu. "aku Elang dan temanku tadi Malik"
"jadi sebenarnya kalian mau kemana. Siapa tau aku bisa mengantar kamu ke rumah keluarga yang ada di kota ini"
"kami tidak mempunyai siapapun. Sebenarnya kami ingin ke alamat sahabat ayah dari temanku ini. tapi entah dimana alamatnya itu, aku tidak tau"
Rayan terdiam, ia merasa kasihan terhadap Elang. Dirinya pun berinisiatif untuk mengajak Elang ke tempat tinggalnya.
"kalau kamu mau, kamu bisa ke tempatku. Kebetulan aku tinggal sendiri. Sambil mencari pekerjaan nantinya, kalian bisa tinggal di tempatku terlebih dahulu"
"apa tidak merepotkan...?"
Rayan tersenyum dan menggeleng kepala. "tentu saja tidak. Kalau bisa sekarang kita pulang terlebih dahulu setelah itu baru kita kembali lagi ke sini. Kamu harus membersihkan diri"
Elang memutar kepala untuk melihat ke arah pintu ruang operasi itu. Dirinya menggeleng pelan dan menolak ajakan Rayan.
"aku harus tetap di sini untuk menunggunya"
Rayan pun tidak lagi memaksa. Ia melihat jam tangannya, dirinya harus segera pergi membawa barang-barang yang ia bawa tadi.
"kalau begitu begini saja, kamu tetap di sini dan aku tinggal sebentar. setelah itu aku akan kembali lagi"
"tidak" Elang menggeleng. "aku tidak ingin merepotkan dirimu. Pergilah dan terimakasih sekali lagi"
"jangan sungkan denganku, sesama manusia kita memang harus saling menolong bukan. Aku akan kembali lagi, sekalian membawakan makanan untukmu. Aku pergi dulu"
Rayan beranjak dan meninggalkan Elang. Elang hanya menatap punggung Rayan yang sudah tidak terlihat lagi.
begitu lelahnya ia, sehingga kepalanya ia sandarkan ke dinding. Kejadian tadi membuat rahangnya mengeras dan tangannya terkepal kuat.
"siapa sebenarnya Arjuna, kenapa bisa mereka mengira kalau aku adalah dirinya"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
V3
Manuela dan Danuela ... apakah mereka saudara Kembar ❓🤔❓ dan seperti nya mereka bermusuhan ❓🤔❓
aku kasihan sama Malik , smg Malik baik-baik saja
2023-08-27
0