Episode 6

Mematung dan masih belum percaya dengan apa yang ia lihat, laki-laki itu tidak bergegas pergi melainkan ia menunggu Elang keluar dari toilet. Dia ingin memastikan sekali lagi kalau apa yang dilihatnya bukanlah kehaluan semata.

Saat itu, ketika pintu toilet terdengar dibuka dari dalam, laki-laki itu menatap lurus ke arah depan. Arah dimana seseorang akan keluar dari ruangan yang tidak begitu besar itu.

Elang yang memang mengisi kekosongan toilet tadi, keluar sambil merapikan bajunya dan belum ia mengangkat kepala.

"El"

suara panggilan itu membuat Elang mengangkat kepala. Maka terlihatlah dengan jelas wajah Elang di hadapan laki-laki itu.

Laki-laki itu meremas ponsel yang ada di tangannya dengan tatapan yang tidak pernah lepas dari Elang.

Kaget...?

Tentu saja dirinya begitu terkejut. Sosok yang dianggap telah meninggal kini berada di hadapannya sekarang.

"mau menabung juga...?" Elang bertanya saat Malik datang menghampirinya.

"ho'oh, tiba-tiba perut aku sakit" secepat kilat Malik masuk ke dalam toilet.

Elang menggeleng kepala, ia pun hendak akan melangkah. Ketika dirinya tidak sengaja mengalihkan pandangan ke arah laki-laki itu, laki-laki yang tadi sempat ia tabrak, Elang tersenyum ramah dan mendekatinya.

"mas yang tadi saya tabrak kan...? Maaf sekali mas, tadi saya benar-benar tidak sengaja. Apakah emmm... apakah ponselnya rusak...?" Elang melirik ke bawah, dimana ponsel yang sempat terjatuh karena ulahnya di genggam oleh laki-laki itu.

"tidak" satu kata jawaban yang keluar dari laki-laki itu.

"oh syukurlah. saya kira ponselnya rusak, sebab sepertinya ponsel itu harganya mahal dan saya harus membanting tulang untuk menggantinya"

Laki-laki itu tidak menjawab, namun ia terus menatap wajah Elang. di tatap lekat seperti itu, membuat Elang tidak nyaman.

"emmm kalau begitu saya permisi mas. Sekali lagi saya minta maaf" Elang menundukkan kepala sebagai permintaan maaf kemudian ia melangkah bergegas meninggalkan toilet.

Sementara laki-laki itu, menatap kepergian Elang dengan penuh tanda tanya.

"kenapa dia tidak mengenalku" gumamnya.

Drrrttt.... Drrrttt

Ponselnya bergetar, seseorang menghubunginya. Tombol hijau menjadi sasaran jari jempolnya untuk mengangkat panggilan itu.

[halo]

[Kamu dimana, bukannya sampai 30 menit lagi. Ini sudah hampir satu jam]

[saya di SPBU]

[cepatlah datang dan memilih pemimpin baru. Kita tidak boleh seperti ini terus. Perusahaan juga membutuhkan pimpinan. Kamu tidak ingin kan semuanya hancur dalam sekejap mata. Setidaknya dengan adanya pimpinan baru, semuanya lebih terarah kembali. Kita juga bisa melawan Manuel yang ingin berusaha mengambil alih kekuasaan Arjuna]

[ya, tunggu beberapa menit lagi...saya segera ke sana]

[dan ingat Bram, Selena kembali drop lagi. Apakah tidak sebaiknya kita bawa dia ke LN untuk pengobatannya]

[akan kita bahas itu]

panggilan terputus, laki-laki yang bernama Bram itu mengayunkan langkah meninggalkan toilet.

Di dalam mobilnya, ia masih melihat Elang sedang berdiri di pinggir jalan. Tidak lama Malik datang menghampiri sahabatnya itu. Keduanya tengah terlibat perbincangan yang tidak ia dengar. Dua pemuda itu sesekali menoleh ke arah beberapa mobil yang mengantri untuk mengisi bahan bakar.

Hingga kemudian sebuah mobil berhenti di dekat mereka. Baik Elang maupun Malik langsung masuk ke dalam mobil.

"itu... mobil Akira"

Tanpa rencana yang ia susun, Bram mengikuti kemana perginya mobil merah di depannya.

Isi kepalanya dipenuhi tanda tanya yang begitu besar. Bagaimana bisa Arjuna bersama Akira. Itu artinya Arjuna mengenal Akira namun kenapa Arjuna tidak mengenal dirinya. Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya.

Mobil Akira berhenti di kawasan perumahan elit, kawasan orang-orang kaya yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan. Mobil merah itu masuk ke halaman rumah setelah pagar di buka secara otomatis. Sementara Bram, yang tidak bisa ikut masuk hanya bisa melihat dari arah luar.

"El, mimpi apa aku semalam bisa datang ke rumah yang besar seperti ini" bisik Malik. Pemuda itu begitu takjub dengan rumah besar yang dilihatnya sekarang.

Keduanya memang mengambil tempat di kabin tengah. Tadinya Akira protes karena ia inginnya Elang duduk di sampingnya. akan tetapi Elang menolak dan mengancam tidak akan ikut dengannya jika Akira terus memaksa ia untuk duduk di depan.

"ini mah Istiana di negeri dongeng" Elang ikut takjub.

"ayo mas" ajak Akira.

Wanita itu sudah lebih dulu keluar kemudian di susul oleh dua orang itu. Keduanya celingukan memandang takjub rumah yang megah itu. Selama mereka hidup, baru kali ini menginjakkan kaki di rumah yang bak istana.

Beberapa orang yang memakai pakaian serba hitam, berada di setiap sudut rumah menjaga keamanan. Akira mendekati Elang dan mengapit lengan pemuda itu dengan mesra.

"nona" Steven yang baru keluar dari rumah, terkejut melihat Akira datang. Sebenarnya ia bukan terkejut karena kedatangan Akira, namun ia kaget karena Akira membawa Elang ke rumah itu.

"mas Steven, papa ada kan...?" Akira tidak hentinya tersenyum. Dirinya tetap mengapit lengan Elang dan tidak membiarkan pemuda itu terlepas dari dirinya.

"bos Danu ada di dalam"

"ayo mas, papa pasti senang bertemu dengan kamu" Akira menarik Elang untuk melangkah masuk ke dalam rumah.

Malik mengekor di belakang, kemana lagi ia akan pergi kalau bukan mengikuti sahabatnya itu.

Sementara Steven, ia langsung menyiapkan anak buah Danuela untuk bersiap dan berjaga. Senjata telah siap di tangan mereka. Setelahnya, Steven bergegas cepat masuk ke dalam.

"papa...papa" Akira memanggil Danuela dengan suara keras ketika mereka telah berada di ruangan yang begitu luas.

"bos Danu di kamarnya nona. Tunggulah saja, dia akan segera turun" ucap Steven.

"panggilkan mas Steven, mas Arjun di sini, katakan itu pada papa"

"tunggu sebentar nona"

Steven bergegas menaiki anak tangga menuju ke lantai dua. Sementara Akira mengajak Elang dan Malik untuk duduk di sofa empuk yang panjang.

Ketika melihat banyak laki-laki berpakaian hitam berdiri tidak jauh dari mereka, bahkan bisa di bilang mereka dikelilingi, Elang mulai merasa was-was. Salah sedikit saja sepertinya nyawanya juga Malik akan melayang.

"El...aku kok merinding ya" Malik berbisik, dirinya mulai takut memandang anak buah Danuela yang berbadan besar-besar.

"sssttt...diam dan bersikap biasa saja" Elang memperingati.

Di lantai dua tepatnya di pintu kamar yang berwarna putih, Steven mengetuk tiga kali kemudian memanggil nama bosnya.

"bos...ada nona Akira di bawah"

"aaah...aaah, yes baby"

bukannya jawaban yang Steven dengar malah suara yang membuat kepalanya pusing. Meskipun begitu ia tetap bertahan sampai suaranya dijawab.

"saya akan turun sebentar lagi, biarkan dia menunggu" Danuela menjawab dari dalam.

Steven meninggalkan kamar itu setelah ia mendapatkan jawaban.

"oh sayang, kamu begitu enak" Danuela meracau.

Pertempuran dirinya dengan seorang wanita di dalam kamarnya belum juga selesai sampai sekarang.

"oooh baby...aaah...aku mau keluar"

"bersama sayang... bersama"

"oooh..aaah AAAH AAAAH FASTER"

Suara nafas yang begitu memburu dan suara lenguhan panjang mengakhiri permainan mereka.

Di bawah, Akira meninggalkan Elang juga Malik menuju ke arah dapur. Wanita itu memanggil asisten rumah tangga untuk membuatkan minuman dan di bawa ke ruang tengah.

Sementara Steven, dirinya turun dan melangkah mendekati Elang juga Malik yang duduk berhimpitan. Lebih tepatnya, Malik yang duduk ingin melengket di dekat Elang.

Steven terus menatap Elang dengan lekat, sementara Elang berpura-pura celingukan memperhatikan sekitar. Sebenarnya di dalam hati ia sudah begitu tidak nyaman dan segera ingin pergi meninggalkan rumah itu.

"papa mana mas...?" Akira baru saja datang.

"di atas, sebentar lagi bos turun" jawab Steven.

Akira kembali duduk di samping Elang. Wanita itu meraih jemari Elang dan mengaitkan dengan jemarinya yang lembut.

"maaf mbak, tolong jangan seperti ini, saya tidak nyaman" Elang menarik tangannya.

"memangnya kenapa mas, aku kan calon tunangan kamu. Masa gitu aja nggak nyaman"

"banyak orang yang melihat" Elang mencari alasan.

Akira tersenyum dan kembali meraih jemari Elang kemudian mengaitkan kembali dengan jemarinya.

"biasakan mas, toh mereka juga anak buah papa dan tidak akan komplen"

Elang pun hanya pasrah. ia tidak ingin membuang tenaga hanya untuk berdebat dengan Akira. Tujuannya datang adalah sekedar bertemu orang tua Akira dan menjelaskan bahwa putrinya telah salah paham menganggap dirinya sebagai calon tunangannya.

Minuman yang dibuat oleh asisten rumah tangga sudah berada di atas meja. Bersamaan dengan itu, Danuela turun dari lantai dua bersama seorang wanita cantik juga seksi. Wanita itu bergelayut manja di lengan kekar Danuela.

"aku pergi dulu ya baby. Ummaach"

Danuela membalas ciuman itu bahkan tanpa malu m****at bibir seksi wanita itu di depan semua orang. Setelahnya ia membiarkan wanita itu pergi.

"papa kapan sih berhenti bermain wanita" Akira mulai kesal dengan sikap papanya itu.

Setiap harinya selalu bergonta-ganti wanita yang datang ke rumah untuk memuaskan nafsunya. Entah sudah wanita keberapa yang ia bawa tadi, yang jelas bukan hanya satu atau dua kali saja.

Danuela tersenyum kecil akan tetapi seketika senyuman itu lenyap ketika ia bersitatap dengan Elang.

Terpopuler

Comments

V3

V3

lanjutkan lagi

2023-08-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!