Tut… tut….. Tut…
Suara denyut jantung normal terdengar mengalun di telinga ibu Lastri. Dia yang setia menatap wajah pucat putranya pun kembali bersedih karena putra kesayangannya tidak juga sadarkan diri..
Dokter berkata, bahwa kecelakaan yang menimpa Angga adalah kecelakaan yang sangat mengerikan. Tapi nasib baik masih memihak kepadanya, karena menurut hasil ronsen, seluruh tubuh Angga tidak ada yang mengalami patah tulang maupun luka serius.
Namun tidak dengan bagian kepala Angga. Kepala Angga mengalami benturan yang sangat hebat, bahkan Dokter mengingatkan agar bersikap berlapang dada, jika hal terburuk terjadi kepada Angga.
Ibu Lastri menghela nafas kasar ketika mengingat kembali perkataan Dokter itu. Air mata tidak hentinya berlinang membasahi pipinya yang sudah mengeriput.
"Hiks.. Hiks.. Kenapa kamu belum sadar juga nak? Apakah kamu tidak mau lagi menatap wajah ibumu ini?" tanya Ibu Lastri mencium tangan Angga.
"Andai, ibu tidak mengizinkanmu pergi pagi itu. Pasti kau tidak akan mengalami nasib menyedihkan seperti ini." lirih ibu Lastri merasa menyesal.
Sungguh, hati ibu Lastri merasa sangat sakit. Apalagi ketika mengingat bahwa pengorbanan yang dilakukan putranya tidak dihargai sama sekali oleh Cika maupun kedua orang tuanya.
Bahkan sudah satu minggu ini, Cika maupun kedua orang tuanya tidak datang ke rumah sakit menjenguk Angga. melihat pengorbanan putra mereka begitu rendah di mata mereka semua, membuat ibu Lastri bertambah sedih.
"Angga! Kau harus kuat Nak. Dan kau harus selamat. Agar kau tahu, bahwa wanita yang kau cintai itu tidak baik untukmu. Dia bahkan tidak menghargai pengorbananmu sedikitpun sayang. Sungguh malang nasibmu Nak." bisik ibu Lastri sambil meneteskan air mata.
Hingga tak lama kemudian, datang seorang suster yang memanggil ibu Lastri. Lalu suster itu mengatakan bahwa waktu besuk pasien sudah habis.
"Mohon, jaga putra saya ya suster." pinta ibu Lastri sebelum keluar dari ruangan ICU.
Hingga kini dengan langkah lunglai tidak bertenaga, ibu Lastri berjalan mendekati suaminya yang sedang duduk di kursi tunggu.
"Pak.....!" panggil ibu Lastri membuat pak Burhan menatap terkejut.
Betapa menyedihkan keadaan istrinya saat ini. Dia terlihat pucat dan tidak terurus karena terlalu memikirkan keadaan putra mereka.
Lalu dengan cepat pak Burhan memeluk tubuh istrinya, seakan memberikan kekuatan kepada wanita lemah itu.
"Buk! Kita serahkan semuanya kepada yang maha Kuasa. Bapak yakin, setiap cobaan yang dilimpahkan untuk hambanya pasti itulah yang terbaik untuk Angga maupun kita semua. Saat ini kita hanya bisa berdoa. Jadi jangan putus asa buk." ucap pak Burhan menasehati ibu Lastri.
"Kau benar pak. Seharusnya ibu gak boleh sedih seperti ini. Ibu yakin kalau putra kita adalah laki laki yang kuat."
Pak Burhan tersenyum lirih mendengar perkataan istrinya, sambil memeluk tubuh bu Lastri erat. Tanpa siapapun sadari jika pak Burhan berkali-kali menelisik tempat dia duduk saat ini.
"Semoga tidak ada yang mengenaliku." gumam Pak Burhan di dalam hati.
****
Sedangkan di tempat lain, di rumah yang paling besar yang ada di kampung tempat tinggal Angga.
Terdengar perdebatan alot yang terjadi di antara ibu dan anak. Cika yang sudah seminggu dikurung di dalam rumah, kini berusaha kabur karena ingin menjenguk Angga di rumah sakit.
Namun, belum juga dia berhasil keluar, ternyata ibu Ratih sudah memperegoki aksi putrinya yang hendak membuka pintu ruang tamu menggunakan kunci cadangan.
"Masuk Cika! Mama tidak akan mengizinkanmu keluar menjenguk pria miskin itu." ibu Ratih menarik paksa pergelangan tangan Cika dan kembali menutup pintu.
Sedangkan Cika, yang mendapat larangan dari Mamanya pun merasa sangat geram.
"Enggak Ma! Aku harus jenguk Angga. Karena dia yang sudah menyelamatkan nyawaku Ma. Aku mau lihat keadaan dia saat ini."
"Untup apa melihatnya? Kau itu bukan siapa siapa dia lagi. Jadi kau tidak perlu repot repot melakukan itu. Apakah kau mau jika kedua orang tuanya menyuruhmu untuk bertanggungjawab atas apa yang sudah kau lakukan! Apakah kau mau seperti itu Cika!" teriak ibu Ratih membuat Cika mengeryit tidak mengerti.
"Apa maksud Mama. Memangnya kenapa mereka harus menyuruhku bertanggungjawab? Ini semua bukan kesalahanku ma!" sangkal Cika.
"Iya, ini memang bukan kesalahanmu. Tapi karena menyelamatkan nyawamu, sehingga Angga mengalami kecelakaan. Bisa kau bayangkan jika Angga menjadi cacat dan tidak bisa berjalan lagi, lalu kedua orang tuanya meminta agar kau menjadi kaki untuk putra mereka, dengan kata lain menjadikanmu sebagai istrinya, apakah kau bersedia melakukan itu Cika!"
"Apa! Istri. Tidak ma. Aku tidak mau, aku tidak mau mempunyai suami cacat seperti Angga. Aku tidak mau Ma!" jawab Cika menggelengkan kepalanya..
Sungguh dia tidak dapat membayangkan akan seperti apa masa depannya jika dia menikah dengan Angga yang cacat.
"Ya sudah, kalau begitu, kau turuti perkataan mama Cika. Besok kau harus pergi dari kampung ini. Sebelum Angga pulang dari rumah sakit dan mengejar ngejar dirimu guna meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah menimpa dirinya." kata ibu Ratih berusaha meracuni otak Cika.
"Baik ma. Sekarang juga aku akan mengemasi barang barangku." Cika yang ketakutan langsung termakan perkataan mama Ratih.
Dia juga tidak sudi jika harus membayar pengorbanan yang dilakukan oleh Angga. Maka dari itu, Cika setuju dengan keputusan mamanya yang akan membawa dirinya pindah secepatnya ke kota Jakarta.
****
Hingga keesokan harinya, mereka satu keluarga sudah bersiap siap untuk segera pergi menuju ke kota Jakarta.
Namun ketika Cika sedang berdiri di depan pintu pagar, dia langsung terkejut dengan kehadiran pria paruh baya yang tak lain adalah bapaknya Angga.
"Om Burhan!" pekik Cika merasa panik.
Pak Burhan menatap nyalang kearah gadis itu. Sungguh keluarga mereka benar-benar tidak punya hati sedikitpun. Bisa bisanya mereka lepas tangan begitu saja setelah memutuskan hubungan secara sepihak, ketika putranya belum sadarkan diri.
Pak Burhan yang melihat koper di tangan Cika pun langsung mengeraskan rahangnya. Dia sudah tidak dapat lagi menahan amarah yang mengumpul di dalam dada.
"Apakah begini caramu membalas pengorbanan putraku Cika!" teriak pak Burhan dengan nada emosi.
Cika tersentak kaget kala mendapatkan teriakan tersebut, dengan terbata bata dia pun menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh pria paruh baya itu.
"Om. Maaf, tapi aku sungguh harus pergi. Karena jadwal kuliahku akan segera berlangsung."
"Bohong! Kau sama saja liciknya dengan kedua orang tuamu itu Cika. Setelah kau membuat putraku kecelakaan, kini kau pergi begitu saja. Apakah kau tahu apa yang terjadi kepada putraku saat ini! Apakah kau tahu?"
"Tidak. Aku tidak tahu om. Tapi aku yakin Angga akan baik baik saja. Karena dia adalah pria yang kuat.
"Cih! Baik bagaimana yang kau maksud itu hah! Saat ini putraku menjadi buta. Dia sudah tidak bisa melihat lagi Cika. Dokter baru saja memberitahu kepada kami pagi ini. Dan Angga di vonis tidak dapat melihat untuk selamanya. Kau tahu betapa hancurnya hatiku ini Cika."
Jeduarrr… .. .
Jantung Cika seakan mencolos dari tempatnya. Setelah mengetahui berita yang diucapkan oleh pak Burhan.Dan keyakinannya sudah semakin bulat, jika dia harus secepatnya menjauhi Angga agar kedua orang tua Angga tidak menuntut dirinya agar menjadi mata pengganti untuk Angga.
"Tidak, aku tidak mau. Secepatnya aku harus pergi dari kampung ini." gumam Cika di dalam hati merasa ketakutan sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Entis Sutisna
Wow Ayah nya si Angga mendatangi rumahnya si Cika,entah mau apa urusannya....lanjuuuutkan Thor..💪💪😡😡😍🔥
2025-03-05
0
Sulaiman Efendy
TERNYATA SIFAT ASLI CIKA SPRTI ITU, MNURUN DRI KDUA ORG TUANYA YG SOMBONG...
2024-06-16
0
Debbie Teguh
misteriuus
2024-04-24
1