“Jadi managernya menemuimu dan mengatakan semua itu?”
Hanna dan Lona bertemu di cafe yang bias mereka datangi. Hanna hanya mengangguk, kemudian mengalihkan pandangannya menuju orang-orang yang berlalu lalang di jalan. Hari ini cuaca cenderung panas dan Hanna tidak menyukainya karena iklim ini seolah mendukung emosi yang menggebu-gebu di dadanya.
Hanna mengaduk minumannya, namun bukannya meminumnya, dia malah bertopang dagu. Dia memang emosi, namun wajah Noah waktu itu sangat bersungguh-sungguh seolah-olah dia memang hanya bertujuan untuk memberitahu Hanna kebenaran tentang kontrak Liam. Namun tetap saja hal itu membuatnya Hanna sakit hati.
“Jadi apa rencanamu selanjutnya?”
“Apa lagi? Kembali ke rencana awal tentu saja.”
Lona menghela nafasnya panjang. Karena Liam, dia jadi mengikuti beberapa akun fans Liam di internet dan beberapa kali berinteraksi dengan mereka. Jadi sebenarnya Lona sudah tahu jika Liam mungkin akan kesulitan untuk bertanggung jawab pada Hanna karena tanggung jawabnya memenuhi ikatan kontrak.
Tapi ini semua tidak adil bagi Hanna. Lona menatap Hanna lekat-lekat. Sahabatnya itu tidak sering mengeluh, walaupun dia yakin di otaknya berkecamuk banyak hal, Hanna biasanya akan bersikap tenang seperti saat ini. Hanya ekspresi wajah dan gestur tubuhnya lah yang menunjukkan seberapa parah pergumulannya kali ini.
“Baiklah..” Lona menepuk meja sehingga mau tidak mau Hanna menoleh.
“..karena kamu tetap bersikukuh dengan planning awal, sekarang saatnya kita memanjakan diri sejenak.”
Lona menarik tangan Hanna dengan penuh semangat, berbanding terbalik dengan Hanna yang menggeliat, menolak dengan wajah yang memelas.
“Kamu nggak boleh menolak. Sekarang kita belanja dan ayo puaskan diri kita sendiri.”
Hanna tidak bisa menahan diri lagi. Dia berdiri dan menyelempangkan sling bagnya lalu menggandeng tangan Lona meninggalkan cafe.
*
“Han, aku ingin bicara denganmu..”
Liam berusaha menahan pintu Hanna yang ditutup olehnya secara paksa. Hanna tidak menyahut, dia mendorong pintunya sekuat tenaga dan akhirnya di berhasil. Tadinya Hanna berpikir dia kurir pengantar barang karena dia sedang menunggu sebuah paket. Dia tidak menyangka jika seseorang yang mengetuk pintunya adalah Liam, laki-laki yang sudah dijanjikannya dalam hati untuk tidak ditemuinya lagi.
“Aku sudah bilang nggak ada yang harus kita bicarakan lagi.” teriak Hanna.
“Kalau kamu seperti ini terus, aku akan melaporkanmu ke polisi.”
Liam mematung. Dia memegang handle pintu rumah Hanna dengan erat dengan pundak yang naik turun karena menahan amarah dalam dadanya. Liam tidak marah pada Hanna, dia hanya marah pada dirinya sendiri karena bersikap sangat bodoh.
“Apa yang kamu lakukan di sini?”
Liam menoleh saat Lona tiba di rumah Hanna dengan menenteng satu buah kantong plastik berisi cemilan.
“Ikut aku, ada yang ingin ku bicarakan denganmu.”
Liam mau tidak mau mengikuti langkah Lona menuju sebuah taman mini yang tidak terlalu ramai. hanya ada beberapa pasangan lansia yang sedang berolah raga sore, menggerakkan tubuhnya dengan diiringi musik khas senam jasmani zaman dulu.
“Aku tahu kamu tidak mengetahui masalah ini, jadi sebaiknya aku memberitahumu.”
Liam menatap Lona serius. Masalah apa maksudnya? Apa ada masalah yang lebih serius dari kehamilan Hanna?
“Beberapa hari yang lalu, managermu mendatangi Hanna..”
Wajah Liam mulai memerah. Tatapannya begitu serius, seolah-olah dia sudah mengantisipasi apa yang akan dikatakan Lona. Seharusnya ini pasti ada hubungannya dengan kedatangan wanita malam itu di apartemennya. Liam sangat mengenal Noah. Dia akan melakukan berbagai cara agar Liam bisa melupakan pesona Hanna –walau Liam yakin, dia tidak akan mampu melakukannya.
“..dia meminta Hanna untuk...menjauhimu..”
Tepat sekali dugaannya. Noah, sejauh itu dia bertindak untuknya tanpa memberitahunya apa-apa. Dia memang managernya, tapi bukan berarti dia bisa mengatur seluruh aspek kehidupannya, bukan?
“..dia bilang kalau kamu akan membayar penalti yang besar jika harus bertanggung jawab pada Hanna..”
Itu memang benar. Tapi alih-alih menemui Hanna, kenapa Noah tidak membantunya mencari jalan lain? Kenapa dia malah menambah beban di hati Hanna yang mengantarnya pada rasa benci yang makin membuncah pada Liam?
“..dan kamu nggak akan mampu membayar semua denda itu.”
Liam menegakkan punggungnya. Sial memang. Ini kali pertama dia bertemu wanita yang tidak hanya bisa memuaskannya dengan cara yang tidak bisa dia lupakan, namun juga meninggalkan perasan merindu dan mendamba yang penuh, seolah-olah Liam tidak akan bisa hidup tanpanya. Dan Hanna adalah satu-satuny wanita yang bisa memporak-porandakan hidupnya –ibu kandung yang membuangnya tidak masuk hitungan karena Liam tidak menginginkannya.
“Jadi, setelah kami bicara, mungkin ada baiknya kamu menjauh dari Hanna. Kamu punya tanggung jawab yang besar terhadap kontrakmu, managermu, dan juga tim yang bekerja denganmu. Urusan Hanna...aku akan membantunya. Aku akan merawat bayinya...”
“Itu adalah bayiku..” tukas Liam cepat.
“..satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab penuh adalah aku, bukan kamu, bukan juga Noah.”
“Tapi kalau situasinya seperti ini, mempertimbangkan bagaimana sifat Hanna, dia nggak akan mau menerimamu apa pun yang terjadi. Itu sebabnya laki-laki bajingan seperti Jhon sanggup memanfaatkan Hanna, karena dia lemah dalam hal perasaan. Dia nggak akan mau mempersulitmu..”
“..Aku akan mengurus ini semua.” Liam mendengus kesal.
Noah kali ini benar-benar sangat keterlaluan. Bisa-bisanya dia menemui Hanna dan bicara omong kosong padanya.
Tatapan dingin dan tajam Liam seolah-olah mampu menyibak bebatuan keras sekalipun. Lona mendesah. Walau awalnya menganggap Liam laki-laki brengsek, akhir-akhir ini dia justru merasa sebenarnya laki-laki ini baik. Hanya saja dia pasti memiliki banyak hal yang harus dipertimbangkan mengingat profesinya yang berbeda dari dia atau Hanna.
“Liam, aku ingin menanyakan satu hal padamu.”
“Apa?”
“Apa kamu menyukai Hanna?”
Pertanyaan yang tidak pernah Liam sangka akan ditanyakan padanya. Sejak dulu, dia begitu bebas, berpindah dari pelukan wanita satu ke wanita yang lain. Tidur semalam, lalu keesokannya berpisah dan tidak pernah bertemu lagi. Selalu begitu, tanpa adanya ikatan apa pun atau perasaan apa pun. Dan sekarang dia dipertemukan dengan Hanna, wanita yang sangat dikaguminya. Apa perasaan dalam dirinya ini bisa disebut perasan suka? Atau justru hanya karena harga dirinya yang terluka ketika Hanna meninggalkannya?
"Karena aku juga berpikir, kalau kamu hanya ingin bertanggung jawab pada bayinya tanpa terikat apa pun dengan Hanna sendiri, aku takut pada akhirnya dia akan terluka. Karena bagaimana pun, katakan lah jika kelak kalian menikah tapi tanpa adanya perasaan suka, lebih baik nggak usah dilanjutkan. Hanna memang butuh ayah dari bayinya, tapi percayalah, jauh di dalam hatinya dia juga butuh seseorang yang mengerti dia dan memahaminya. Kamu...paham maksudku bukan?"
Liam paham tentu saja. Tapi dia tidak tahu, otaknya buntu. Dia tidak yakin dengan apa yang dirasakannya kini. Dan kenyataan jika dia harus membentuk suatu ikatan keluarga membuatnya gugup dan takut. Bagaimana jika aku gagal?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments