Hanna, ini aku Noah, manager Liam. Kalau kamu punya waktu, apa kita boleh bertemu?
Hanna membaca pesan yang baru masuk lewat whatsapp ke handphonenya saat dia sedang sibuk bekerja. Kening Hanna mengerut. Apa dia meminta pertolongan pada managernya untuk bicara denganku?
Boleh. Aku pulang kantor sekitar pukul lima sore. Kalau kamu tidak keberatan kita bertemu di Restoran Yellow Grill sekitar pukul enam sore.
Baiklah Han. Sampai bertemu nanti.
Hanna kembali menyibukkan diri dengan data-data yang menumpuk di atas mejanya, seolah-olah tumpukan kertas itu tidak ada habis-habisnya. Lelah, Hanna meregangkan ototnya. Tiba-tiba dia mendengar suara getaran handphonenya sekali lagi.
Jangan terlalu capek, kasihan bayimu.
Hanna menoleh ke sekelilingnya, mendapati Bobby sedang berada di dalam ruangan Pak Hara. Pantas saja dia tahu jika Hanna sedang meregangkan ototnya karena lelah, ternyata dia sedang ada di bagian keuangan.
Thanks Bob.
Hanya kata-kata itu yang bisa dia ucapkan sambil tersenyum diam-diam pada Bobby yang sedang menatapnya. Setelah itu, Hanna kembali langsung menyibukkan dirinya, kali ini hanya untuk menghindari tatapan Bobby.
Hanna sudah berjanji pada dirinya untuk memberi kesempatan kedua pada Liam. Dan keputusan itu sudah bulat, jadi tidak ada kemungkinan dia bisa bersama dengan Bobby. Hanna hanya berharap Bobby bisa menemukan seseorang yang jauh lebih baik darinya.
Setelah jam pulang kerja berakhir, Hanna langsung membereskan barang-barangnya. Dia melesat pulang menuju lokasi tempat pertemuannya dengan Noah, manager Liam. Saat dia masih setengah jalan, dia mendapat pesan dari Noah jika dia sudah tiba dan sudah memesan ruangan di restoran itu.
Dengan diantar oleh seorang pegawai restoran, Hanna berjalan menuju ruangan privat yang dipesan oleh Noah. Dengan ragu-ragu Hanna masuk, dan dia langsung disambut senyum dan jabatan hangat dari Noah.
“Hai, kenalkan, aku Noah, manager Liam.”
“Hanna.”
“Silahkan duduk Han. Aku sudah memesan beberapa jenis makanan dan kalau kamu masih butuh makanan yang lain, kita bisa memesannya nanti.”
“Oh, okay.” Hanna mengangguk-anggukkan kepalanya.
Hanna menyapu sekeliling ruangan itu, dan tiba-tiba..
“Liam nggak tahu aku bertemu denganmu, jadi...dia nggak ada di ruangan ini.”
Sepertinya Noah menjawab rasa penasaran Hanna. Hanna memang tadinya berpikir jika Noah meminta bertemu karena Liam yang meminta, namun ternyata dia salah. Segurat kekecewaan memenuhi dada Hanna, namun dia memaksakan senyumnya pada Noah untuk mencegah suasananya menjadi canggung.
“Hanna..”
Noah mengeluarkan beberapa file dari dalam tas yang dia letakkan di kursi sebelahnya. Dia membariskan semua file itu di depan Hanna, membuat Hanna mengernyit tidak mengerti.
“Ini...apa?”
“Ini semua adalah harta kekayaan yang dimiliki Liam sejauh ini..”
Wajah Hanna mendadak berubah merah. Kenapa tiba-tiba Noah menunjukkan semua ini pada Hanna? Apa di matanya Hanna adalah perempuan materialistis yang hanya mengejar uang Liam?
“Ini file berisi aset-aset berupa properti yang dimilikinya...” Noah menunjuk file berwarna merah.
“...yang ini berisi daftar kepemilikan sahamnya di beberapa perusahaan dan beberapa surat berharga lainnya..” Noah menunjuk file berwarna biru.
“...yang ini file berisi...” dia berhenti sejenak dan membuka kembali.
“Oh, ini file...”
“Untuk apa ini semua? Kenapa kamu menunjukkannya padaku?”
Hanna menyela karena tidak ingin mendengar apa pun lagi.
Darah Hanna mulai mendidih. Kedua ibu jarinya saling bergesekan di balik tablecloth demi meredam kegelisahan dan kemarahannya. Sorot matanya tajam, dan Hanna mulai sangat tidak nyaman berada dalam ruangan ini.
“Selain ini, aku juga ingin menunjukkan sesuatu padamu.”
Noah kembali membariskan beberapa file di atas file harta kekayaan Liam yang lebih duluan dia berikan.
“Ini adalah kontrak yang sedang dipegang oleh Liam dan kalau kamu berkenan, kamu bisa membacanya.”
Kontrak bukan hal yang bisa dibaca oleh banyak orang, Hanna tahu itu. Kontrak bersifat confidential dan hanya orang-orang yang berkepentingan yang bisa membacanya. Itu sebabnya Hanna menggeser file itu menjauh dari depannya, sembari menatap Noah dingin.
“Langsung saja ke intinya. Ada apa sebenarnya? Kenapa kamu meminta bertemu denganku?”
Noah menarik nafasnya. Jika Liam tahu dia menemui Hanna diam-diam seperti ini, dia pasti akan mencaci Noah dan bukan tidak mungkin dia akan babak belur dibuatnya. Namun ini semua Noah lakukan demi karier Liam. Noah tidak mau dan tidak rela, mimpi yang dibangun Liam hancur begitu saja.
“Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Liam adalah, bahwa selama dia menjadi model mereka, Liam tidak boleh menikah. Dan jika dia menikah, itu artinya dia melanggar persyaratannya dan artinya, dia harus membayar biaya penalti yang nggak sedikit jumlahnya.”
“Lalu apa hubungannya denganku?” –apa ini seperti yang aku pikirkan?
Hanna mulai gelisah. Jangan, tolong jangan katakan jika apa yang akan kamu ucapkan sama dengan yang saat ini ku pikirkan.
“Beberapa hari yang lalu aku bicara dengan Liam dan dia mengungkapkan keinginannya untuk menikahimu sebagai bentuk pertanggungjawabannya. Tapi Han, dengan semua harta kekayaannya yang dimilikinya saat ini dan bahkan jika disatukan dengan asetku sekalipun, semua itu nggak cukup untuk menutupi biaya penaltinya. Kamu...tahu maksudku kan?”
Tentu saja Hanna tahu. Sial. Saat Hanna baru akan memutuskan menerima Liam kembali, dia dihadangkan dengan kenyataan kejam yang menghujam dadanya. Shock, tangan Hanna gemetar meraih air minum dalam gelas yang sudah tersedia di depannya.
“Tolong jangan hancurkan masa depan Liam, Han. Dia sudah cukup menderita selama ini, dan menjadi model adalah impiannya. Tolong jangan hancurkan mimpinya.”
Kenapa dia memintaku menjaga mimpi Liam? Lalu bagaimana denganku? Apa aku juga tidak punya mimpi yang harus ku wujudkan?
Tanpa dia sadari, setetes air mata mengalir dari bola matanya yang memerah. Dengan segera Hanna menghapusnya karena dia tidak mau terlihat lemah dihadapan Noah, atau di hadapan siapa pun.
“Maafkan aku Han, kalau aku harus melakukan ini semua. Liam nggak tahu kalau saat ini aku menunjukkan ini semua padamu. Aku tahu aku nggak bisa membujuk Liam, jadi aku hanya berharap padamu. Aku harap kamu bisa mempertimbangkan untuk...menolak atau menjauh dari Liam. Berapapun jumlah uang yang kamu minta, aku akan berusaha memberikannya padamu.”
Uang? Apa menurutnya Hanna membutuhkan uang? Dia juga memilikinya, walau tidak sebanyak yang mereka punya. Apa dia mengerti jika ini semua bukan tentang uang, tapi tentang nyawa seorang bayi? Hanna memejamkan matanya dan menarik nafasnya dalam. Dadanya mulai sesak, seolah-olah dihimpit oleh sesuatu yang menyebabkan jalan nafasnya buntu.
“Apa masih ada yang ingin kamu sampaikan padaku? Kalau nggak ada, aku pamit dulu. Ada hal penting yang harus ku lakukan.”
Tidak ada hal penting yang akan dilakukan oleh Hanna. Dia hanya ingin cepat-cepat keluar dari ruangan itu dan menemukan tempat yang tepat untuk menumpahkan kepedihan hatinya. Hanna benar-benar ingin menangis, matanya terasa panas dan sedikit kaku sehingga dia harus mengerjapkannya beberapa kali karena berusaha bertahan untuk tidak mengeluarkan air matanya di depan laki-laki ini.
Noah menggeleng. Hanna segera berdiri dan meninggalkan ruangan itu dengan terburu-buru. Noah menyandarkan tubuhnya, dan menghela nafasnya dalam. Dia tahu dia sudah melakukan kesalahan yang sangat besar dan sekarang perasaan Hanna pasti sangat tertekan. Namun dia juga tidak punya pilihan lain. Hanya inilah satu-satunya cara agar karier Liam terselamatkan –dan hidupnya juga otomatis akan selamat juga.
Setengah berlari, Hanna meninggalkan ruangan tempat dia bertemu dengan Noah. Hanna menyesal, sangat menyesal sudah bertemu dengannya. Hatinya benar-benar sangat sakit mendengar apa yang dikatakan Noah padanya dan semua permintaan konyolnya itu. Hanna benar-benar sakit hati!
“Ahh...”
Hanna menubruk seseorang, dia langsung limbung dan beruntung orang itu menangkap tubuhnya namun kepala Hanna sempat terantuk mengenai dinding pembatas restoran itu.
“Hanna...”
Bobby masih berusaha menyeimbangkan tubuh Hanna yang kembali hampir jatuh.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” Bobby menatapnya khawatir.
Hanna tidak tahu sore ini Bobby juga memiliki pertemuan dengan beberapa klien di restoran ini. Dan saat dia berjalan tadi dia sama sekali tidak memperhatikan arah langkahnya karena matanya sudah mulai kabur oleh bongkahan air mata.
“Kamu kenapa? Ada apa?”
Bobby membelai wajah Hanna dengan lembut dan penuh kekhawatiran. Bibir Hanna bergetar menahan rasa sakit di dadanya dan tanpa mengeluarkan suara apa pun, air matanya menetes terus menerus menuruni wajahnya yang memerah. Hanna hanya menatap Bobby tanpa bicara apa-apa.
Merasa kondisi Hanna berantakan, Bobby membawa Hanna keluar dari restoran itu dan saat berada di parkiran, Bobby segera menarik Hanna ke dalam pelukannya. Bobby memeluk Hanna dengan sangat erat, selain karena ini adalah kerinduannya, dia juga sangat khawatir pada Hanna. Di sanalah Hanna kemudian menangis tersedu-sedu, menumpahkan sakit hati dan kegelisahannya di pelukan Bobby. Dia meraung namun dia tetap mengatupkan mulutnya di balik jas Bobby untuk meredam suaranya.
“It’s okay, aku di sini, Han. Kalau mau menangis, menangis saja hingga kamu puas. Aku di sini!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments