“Kamu mau titip apa lagi?”
Hanna mendengar suara Lona lewat speaker handphone yang dia nyalakan ketika sedang memasak mie instant, makanan andalannya ketika dia sedang malas.
“Nggak ada. Aku cuman butuh minyak ikan dan beberapa bungkus mie instant favoritku.” Jawabnya.
“Kamu nggak butuh sanitary pads? Produk dari merek yang selalu kamu pakai lagi ada diskon lima puluh persen. Diambil nggak?”
Ngomong-ngomong tentang sanitary pads, kenapa dia tidak pernah memakainya lagi?
“Nggak Na, aku baru membelinya beberapa minggu lalu.” dia berbohong.
Hanna mematikan kompor. Dia berlari mendekati kalender yang terletak di atas meja, lalu menghitung tanggal demi tanggal. Seharusnya aku sudah datang bulan, tapi kenapa sampai sekarang belum datang juga? Terakhir aku datang bulan adalah...
Tiba-tiba wajah Hanna memerah, jantungnya mulai berdebar-debar. Jangan-jangan aku... Tapi tidak, tidak mungkin.
Setelah menghitung mundur, Hanna pun sadar jika menstruasinya terlambat. Dia pernah mengalaminya dulu, namun hanya berbeda beberapa hari dan itu pun mungkin karena dia stress dan terlalu capek. Saat itu perusahaannya baru melakukan akuisisi dan Hanna sangat sibuk memeriksa detail laporan keuangannya. Namun kali ini berbeda. Tidak hanya terlambat beberapa hari, namun sudah berminggu-minggu. Dan dia tidak dalam keadaan lelah atau stress. Putus dari Jhon tidak bisa dibilang membuatnya stress, tidak sampai separah itu. Lalu hal apa yang membuat menstruasinya terlambat kali ini?
Tiba-tiba seluruh bulu kuduknya merinding manakala dia ingat kemarahan Lona padanya, dan hal-hal yang tidak diinginkan itu, apakah akan terjadi? Apa mungkin dia....hamil? Peluh memenuhi wajah Hanna. Dia gugup dan sekujur tubuhnya gemetar karena takut. Bagaimana jika dia benar-benar hamil?
Hanna tidak sanggup meraih handphonenya lagi saat benda pintar itu bergetar. Dia duduk di samping sofanya, menenggelamkan kepalanya diantara kedua kakinya. Nafas Hanna memburu, dadanya naik turun karena ritme nafasnya yang mulai tidak stabil. Hanna kembali menggeleng membayangkan kemungkinan terbesar penyebab mestruasinya terlambat adalah karena dia hamil.
Tapi, Liam menggunakan pengaman waktu itu dan bukankah seharusnya dia baik-baik saja sekarang?
“Kenapa kamu nggak angkat teleponku sih? Aku menelepon berkali-kali untuk menanyakan apa kamu mau dibelikan ice cream kesukaanmu atau nggak.”
Lona menghentakkan kakinya, seperti biasa merengut sambil meletakkan belanjaannya di dapur. Namun melihat Hanna tidak mengucapkan apa pun –dan bahkan tatapannya kosong, Lona langsung mendekati Hanna dan menemukan Hanna mengeluarkan banyak keringat.
“Han, kamu baik-baik saja? Kamu sakit? Kenapa?” Lona terlihat panik.
Hanna bukan seseorang yang gampang sakit. Dia selalu menjaga tubuhnya dengan olah raga dan pola makan yang teratur, kecuali jika dia sedang malas baru dia akan mengkonsumsi mie instant, itupun pasti dia tambahi telur dan sayuran ke dalamnya. Tapi kenapa dia pucat dan keringat dingin seperti ini?
“Lona...”
“Iya. Kenapa? Ada apa?”
“Sepertinya aku...hamil!”
Wajah Lona memerah mendengar pengakuan Hanna yang tiba-tiba, namun hampir saja membuat jantungnya berhenti. Hamil? Astaga, kenapa bisa?
“Kamu sudah melakukan tes?”
Hanna menggeleng. Mana berani dia membeli tespack dan melakukan tes? Bagaimana jika hasilnya memang positif? Jika dia hamil, hal buruk selanjutnya adalah, di mana dia harus mencari Liam? Bagaimana dia akan menjelaskan kehamilannya pada orang tuanya dan juga teman-temannya? Dia hamil karena melakukan one night stand dan laki-laki itu menghilang dari hidupnya, apa yang akan orang-orang bilang?
“Kamu tenang dulu.” Lona menuntun Hanna duduk di sofa.
“Aku akan membeli alat tes nya dan kamu nggak boleh panik. Apa pun yang terjadi padamu, aku akan ada bersamamu.”
Hanna hanya bisa mengangguk. Sedetik kemudian Lona sudah pergi, dan dia kembali sendirian. Hanna mencoba tenang. dia mencari handphonenya, memasukkan kata kunci ‘ciri-ciri kehamilan’. Morning sickness, mudah lelah, mood swing, sering buang air kecil, dan masih banyak lagi, semuanya tidak dirasakan oleh Hanna. Aku tidak hamil. Bisa jadi gangguan kesehatan yang lain dan apa pun boleh, asal jangan hamil, batinnya.
Dia kembali mengetik di handphonenya, memasukkan kata kunci ‘seberapa besar keberhasilan pengaman’, dan wajahnya langsung memerah membaca jawaban yang muncul. Delapan puluh lima persen? Hanya delapan puluh lima persen? Kenapa aku berpikir pengaman bisa berhasil seratus persen? Astaga, bodohnya aku. Bisa-bisanya aku berpikir kalau pengaman bisa seratus persen berhasil. Kenapa mereka menciptakan sesuatu yang tidak berfungsi dengan sempurna sih?
“Han, ini alatnya.” Lona tiba membawakan tiga alat tes berbeda sekaligus.
“Tarik nafas dulu, tenangkan dirimu. Ingat, semuanya akan baik-baik saja. Aku akan menemanimu selalu.”
Itu adalah bentuk penebusan yang harus dilakukan Lona. Jika bukan karena dia mengajak Hanna ke club dan mendorong sahabatnya itu untuk bersenang-senang, mereka tidak mungkin menghadapi masalah seburuk ini sekarang. Setelah merasa agak tenang, Hanna berdiri dibantu oleh Lona. Dia dituntun oleh Hanna menuju kamar mandi dan Lona segera menutup pintu.
Tarik nafas, lepaskan. Tarik lagi, lepaskan. Lakukan berkali-kali Han, kamu pasti akan baik-baik saja. Kamu tidak hamil.
Sembari menunggu hasil dari tes itu muncul, Hanna terus membisikkan kata-kata positif untuk melakukan sugesti pada dirinya sendiri. Dia memejamkan matanya, menunggu dengan hati yang teracak-acak. Setelah beberapa menit, Hanna memberanikan diri menatap ketiga tes di tangannya dan tungkai kakinya langsung lemah saat melihat dua buah garis pink keunguan.
“Aku hamil.”
Hanna menatap Lona, memberikan ketiga alat tes di tangannya yang menunjukkan hasil yang sama. Dengan gontai Hanna melangkah kembali ke sofa dan menenggelamkan tubuhnya memeluk sofa. Lona juga tidak bisa melakukan apa-apa. Dia sama terkejutnya dengan Hanna, bahkan lebih lagi.
“Han..”
“Ke mana aku akan mencari Liam? Ke mana aku harus mencari Ayah bayi dalam perutku ini?”
“Aku akan berusaha mencarinya. Untuk sekarang, kamu harus banyak istirahat dan jaga kesehatan. Bagaimana pun juga, kamu sedang....hamil. Jadi, jangan sampai stress.”
“Lona..” Hanna bangkit.
“Bagaimana kalau kita nggak bisa menemukan Liam?”
*
“Performamu cukup bagus. Kamu sudah kembali menjadi Hazer yang dulu.”
Noah memujinya ketika Liam selesai melakukan syuting untuk menjadi model video klip salah satu band terkenal. Liam tidak pernah setuju jika tawaran menjadi model video klip diberikan padanya karena dia tidak ingin profesinya sebagai dosen diketahui banyak orang. Bagaimana pun juga akan ada banyak orang yang menunjuknya sembari berkata: lihat, dia mirip sekali dengan Hazer.
Tidak. Satu-satunya zona nyamannya sekarang adalah hanya ketika dia bisa bebas kesana kemari di kampus tanpa menggunakan masker. Walau terkadang beberapa mahasiswinya mengenalinya, dia bisa melempar candaan dengan memuja wajahnya dan itu cukup ampuh mengalihkan perhatian mereka.
Namun berhubung Liam sangat ingin mencari Hanna dan ingin bertemu kembali dengannya, mau tidak mau dia harus tampil lebih sering di media sosial atau media elektronik. Setidaknya, -jika Hanna menonton klip musik, dia bisa melihat Liam dan mungkin akan menghubunginya.
Liam juga sudah berpesan pada Noah untuk mencantumkan satu nomor telepon di setiap penampilannya, entah itu sebagai seorang model majalah atau iklan. Dia ingin Hanna bisa menemukannya dengan mudah.
Namun sudah hampir dua bulan setelah dia memasang nomor telepon itu, tidak satupun panggilan masuk yang berasal dari Hanna. Ke mana perempuan itu pergi? Segitu sibuknya kah dia dengan dunianya sehingga dia benar-benar tidak punya waktu untuk dunia lain?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments