Hanna mematung saat Bobby mengatakan jika dia memcat Carissa. Kejadian yang berlangsung di depannya terlalu cepat dan dia tidak sempat bereaksi apa-apa, tau-tau Bobby sudah meninggalkan ruangan itu. Dia hanya melihat Jhon dan Carissa digiring keluar, setelah itu hanya ada dia dan beberapa staff yang lain.
“Kak Han, Kakak nggak apa-apa?” Gita tampak khawatir.
Hanna baru menyadari luka di tangannya yang sudah membengkak dan merah. Rasa sakit yang teramat sangat langsung melilitnya, padahal tadi dia merasa rasa sakitnya tidak separah ini.
“Kakak harus ke dokter.” Seru Gita.
Hanna mengangguk setuju. Dia memang berpikir untuk segera memeriksakan tangannya pada dokter karena dia tidak mau lukanya menghalangi kegiatannya. Mau tidak mau, hari ini dia terpaksa mengajukan izin dan melimpahkan pekerjaannya pada Gita. Gadis itu bisa dia andalkan untuk memback up kegiatannya jika dia berhalangan atau cuti seperti ini.
Hanna menarik nafas panjang saat menunggu lift turun. Kejadian tadi sangat memalukan. Walau dia tidak salah namun seisi kantor akan menggosipkannya juga dalam hal ini. Dia yakin mereka akan menatap aneh pada Hanna saat dia keluar masuk kantor selama beberapa hari ke depan.
Sambil menahan rasa sakit, Hanna berusaha menyembunyikan luka di tangannya di balik tas kerjanya. Aneh sekali. Saat terjatuh tadi lukanya belum sesakit ini, namun ternyata semakin lama rasa sakit dan ngilunya membuat Hanna nyaris menangis.
“Ikut saya.”
Tiba-tiba Bobby yang muncul entah dari mana menarik tangan Hanna masuk ke dalam mobilnya saat Hanna sedang berdiri di depan kantor, menunggu taksi online yang sudah dia pesan. Hanna yang tidak sempat bicara tidak bisa menolak, dan dengan terpaksa masuk ke dalam mobil Bobby.
“Ba..Bapak mau membawaku ke mana?”
“Pasang sabukmu.”
Alih-alih menjawab pertanyaan Hanna, Bobby malah menyuruhnya melakukan hal lain. Hanna hanya menurut. Dia menarik sabuk dan memakaikannya menggunakan tangan kanannya. Dalam otak Hanna mulai berkecamuk banyak hal. Tiba-tiba dia teringat apa yang dia lakukan dengan Liam juga berawal dari dirinya yang tidak kuasa menolak ajakan Liam. Namun, harusnya Bobby tidak melakukan apa-apa padanya karena dia adalah bawahannya, kan?
Dengan cepat mobil yang dikendarai Bobby melesat menuju salah satu rumah sakit besar yang berada tak jauh dari kantor. Setelah memarkir mobil, Bobby menyuruh Hanna turun. Wajah Hanna mulai pucat karena menahan rasa sakit dari luka di tangannya. Bobby meraih tangan Hanna, menuntunnya ke bagian Ortopedi tanpa meminta persetujuan Hanna.
Setelah memeriksa luka di tangan Hanna, dokter memutuskan untuk melakukan CT Scan untuk melihat apakah ada retak di pergelangan tangannya. Hanna tidak bisa menolak walau sebenarnya dia bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan Bobby. Entah apa yang merasuki atasannya itu. Kenapa dia membawa Hanna ke dokter? Kenapa dia tiba-tiba baik? Dia sudah terbiasa dengan sikap dingin Bobby, jadi hal ini benar-benar membuatnya tidak nyaman.
“Fraktur radius distal.”
Dokter menerangkan gambar foto CT Scan pada keduanya setelah hasilnya keluar. “Ini bukan sesuatu yang serius, tapi tetap harus ditangani. Saya akan memasang gips untuk mempercepat proses penyembuhannya.”
“Apa dia akan baik-baik saja Dok? Wajahnya terlihat sangat pucat.” Bobby tiba-tiba bicara dengan nada suara rendahnya yang khas.
Dokter menatap Hanna, menunggu apa yang akan dikatakan Hanna karena dialah pasien dan keterangannya lah yang harus dipertimbangkan dokter. Dengan ragu-ragu akhirnya Hanna membuka mulutnya untuk bicara walau sebenarnya dia tidak nyaman berada di dekat Bobby. Untuk apa dia masih di sini? Kenapa dia tidak pergi saja?
“Aku...tidak bisa menahan rasa sakitnya.”
“Saya akan meresepkan obat untuk mengurangi rasa sakitnya. Kalau kira-kira kamu tidak bisa menahannya, kamu bisa meminumnya. Tapi kalau rasa sakitnya masih bisa dibawa bergerak, tidak perlu diminum.”
Hanna menerima resep dari dokter sementara satu perawat sedang membungkus pergelangan tanganya dengan gips. Dan Bobby masih ada di dalam ruangan ini, menunggunya seolah-olah sebelumnya mereka sudah dekat.
“Pak, aku bisa melakukannya sendirian.”
Bobby tidak menyahut. Aneh memang, Bobby sendiri tidak paham kenapa dia masih menunggui Hanna padahal dokter sudah mengatakan jika lukanya tidak parah. Sepertinya dia memang dibodohi oleh perasaannya pada Hanna yang disimpannya rapat-rapat.
Dia tahu Hanna tidak nyaman karena jika dia berada di posisi Hanna, dia juga akan merasakan hal yang sama. Namun seandainya Hanna tahu kenapa dia melakukan semua ini, mungkin reaksinya akan berbeda. Han, aku sudah lama menyukaimu. Mungkinkah akan ada celah di hatimu untukku walau hanya sedikit?
*
“Kenapa aku merasa sejak pertemuanmu dengan perempuan itu kamu menjadi lebih pendiam dan sering melamun?” Noah meletakkan satu kaleng cola dingin di atas meja.
Keduanya baru saja selesai bermain game setelah seharian Liam melakukan pemotretan dari salah satu brand eksklusif yang sangat terkenal. Liam menatap Noah, lalu mengalihkan tatapannya pada cola yang terletak di atas meja.
“Jangan bilang kamu menyukai perempuan itu.”
“Sepertinya.” Liam mengangguk, diikuti decakan tak percaya dari Noah.
“Maksudku, entahlah..” Liam meluruskan bahasanya.
“Dia nggak berminat padaku sama sekali, dia nggak mengenaliku, dan..” tidak mungkin Liam memberitahu Noah jika Hanna pertama kali melakukan hal itu dengannya dan bahkan meninggalkannya lebih dulu.
“Jadi kamu mau kembali ke sana?”
Sepertinya Noah mengerti keinginan Liam, namun laki-laki itu menggeleng.
“Kita nggak akan menemukan dia lagi di sana. Dia mengatakan jika dia nggak nyaman berada di dalam club dan aku yakin dia nggak akan kembali.”
“Kenapa kamu nggak meminta nomor handphonenya kalau kamu menganggap dia cukup penting? Dengan begitu, kamu bisa bertemu dengannya, kan?”
Noah tidak perlu mengungkit kebodohannya itu sekali lagi. Dia tidak tahu bagaimana menyesalnya Liam saat Hanna tidak ada di dalam hotel, pergi begitu saja. Harusnya dia tahu jika Hanna itu spesial dan berbeda. Rasanya benar-benar sial. Baru pertama kali bertemu perempuan seperti itu malah dia harus kehilangannya secepat itu.
“Baiklah. Aku masih ada pertemuan dengan beberapa brand yang ingin menggaetmu sebagai model mereka. Aku akan meninggalkanmu sendiri, dan tolong jernihkan pikiranmu. Wajah kusutmu bisa mempengaruhi hasil jepretan mereka dan bukan nggak mungkin kamu akan ditendang dari industri ini. Really, Liam. Kamu agak payah!”
Liam tahu arah pembicaraan Noah. Tadi saat pemotretan, dia beberapa kali melakukan kesalahan hingga membuat mereka harus take berkali-kali. Untuk pertama kalinya Liam tidak bisa konsentrasi karena sesosok perempuan. Luar biasa memang pengaruh Hanna padaku, gumam Liam.
Dia menenggak habis cola di tangannya dan setelah itu dia bangkit berdiri, mengisi bathup dengan air dingin hingga penuh. Setelah itu dia membuka semua pakaiannya, menghadapkan tubuhnya ke depan cermin seraya membayangkan kembali bagaimana Hanna bisa memuaskan keinginannya. Apa Hanna juga akan berpikiran sama sepertiku? Apa saat ini dia juga masih ingin bertemu denganku?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments