*Author POV
Di antara tubuh yang bergelimpangan, Maxim berjalan lihai menghindari tubuh teman-temannya itu. Tentu di belakang ada Gino yang mengekorinya. Mereka berjalan cepat menuju toilet pria di dekat lapangan upacara.
Tak sekali pun Maxim menoleh ke arah Gino. Ia benar-benar merasa panas dan tujuannya hanya ada pada Agam yang berada di balik pintu toilet itu.
Gino tersenyum sumringah. Ia benar-benar merasa puas karena mampu memperdaya pikiran Maxim. Tak seperti dugaannya, Maxim terlihat lebih mudah memanas hanya karena masalah ini ia sangkut pautkan pada Agam. Di luar dugaan, Maxim ternyata lumayan munafik menurut Gino. Maxim nampaknya masih memendam rasa ketidaksukaannya atas kehadiran Agam. Memanas hanya karena dugaan sepihak dari Gino. Gino menilai kalau Maxim masihlah menyimpan dendamnya pada lelaki tampan yang berusaha merebut jabatan Maxim, dan merebut kekasih Gino itu.
"Max.. lu kok ke toilet?" Tanya Gino sambil berlari kecil, mengikuti langkah terburu-buru dari Maxim.
Maxim tak bergeming. Ia pun nampaknya tak tertarik membalas perkataan Gino. Gino tidak tahu kalau orang yang sedang mereka cari berada di dalam sana, pun Maxim tak ingin mengatakan apa-apa padanya.
"Max!!" Seru Gino ketika melihat Maxim menarik gagang dan mendorong pintu toilet. Gino terhenti di belakang tubuh Maxim yang tengah berdiri di tengah-tengah pintu, namun ia bersikeras untuk melihat sesuatu yang berada di dalam sana.
Ia mengedarkan pandangannya, dan seketika pupil matanya membesar, mendapati sosok lelaki berkulit putih yang sejak tadi mereka cari.
Itu Agam. Ia seorang diri berada di dalam toilet, menghadap ke cermin namun tak serta merta memandang dirinya sendiri. Ia menundukkan wajahnya. Tatapan matanya kosong, dan ia tak bergerak sedikit pun ketika mendengar suara pintu toilet yang terbuka.
Tangannya terkepal kuat, kadang ia membuka kepalannya dan kemudian ia kembali mengepalkannya lagi. Ia melakukan hal itu berulang-ulang, dan tentu saja Maxim nampak mengernyit menatapnya.
"Ngapain lu disini? Lu gak liat apa? Di luar sana temen-temen kita pada kesurupan?! Lu mau melarikan diri dari tanggungjawab?" Protes Maxim. Namun, perkataannya tak lantas di balas oleh Agam. Agam lebih memilih terus menunduk dan mengerjapkan matanya dengan perlahan.
Agam hanya bergumam kecil, namun suaranya tak terdengar jelas. Merasa kesal karena tidak di hiraukan Agam, Gino pun masuk dan menabrak tubuh Maxim yang menghalanginya. Ia segera menghampiri Agam dari dekat.
"Woi!! Gak usah belagak budek deh lu!! Gue tau!! Elu dalang di balik semua ini! Elu yang udah bikin kesurupan massal ini terjadi!!"
"Sebelum lu nginjek kaki di sekolah ini, hal mistis kayak gini gak pernah terjadi!!"
"Dan semenjak kemunculan elu!! Hal-hal ini terjadi!! Elu udah ngerepotin semua orang di sekolah ini!!" Pekik Gino lagi. Namun Agam masih saja memunggungi. Ia tak gentar sedikit pun oleh bentakkan amarah Gino.
"Gino bener!! Gue sependapat!!" Sambung Maxim.
"Sebelum lu muncul!! Ini gak pernah terjadi! Dan gue gak pernah suka sama kehadiran seseorang yang bisanya cuma bikin orang susah dan buat keributan!!"
"Apalagi lu sampe buat onar di ranah sekolah kayak gini!" Maxim mengambil jeda, bermaksud untuk menghirup sedikit napas ke paru-parunya.
"Sebagai ketua osis, keselamatan dan kepentingan siswa dan siswi adalah prioritas utama buat gue, jadi.. siapa pun yang mengusik dan mengganggu ketentraman kami..."
"....Gak layak buat sekolah di sini!!" Timpal Maxim dengan tatapan penuh kebencian, hingga membuat Gino tersenyum bangga. Ia bangga mendengar kalimat itu keluar dari mulut Maxim. Karena Maxim telah membantunya menyerang Agam. Mereka berdua terdiam, menunggu reaksi yang akan di berikan Agam.
Maxim pun mengernyit, ia rasa ada yang aneh dari gelagat Agam sejak tadi. Tidak biasanya ia terdiam seperti itu. Dan lagi, sejak tadi ia terus menerus memunggungi mereka.
"Gam??" Panggil Maxim ragu.
Keraguannya semakin menjadi ketika melihat Agam merekahkan jari-jari tangannya. Ia lantas menatap kuku-kuku tangannya, dan menelengkan kepalanya kesamping.
Ia meletakkan kukunya ke permukaan cermin, menggaruk benda licin itu hingga menimbulkan bunyi denyitan yang menyakiti telinga, dan membuat gigi ngilu.
Maxim dan gino meringis mendengarnya. Mereka menutupi telinga dan tanpa sadar membuat tubuh mereka membungkuk menahan sakit.
"Ah!! Ngilu banget!!" Keluh Maxim sambil berusaha mengangkat tubuhnya yang tertunduk.
"Apa-apaan sih ni anak?!" Bentak Gino hingga membuat Agam menghentikan cakarannya. Ia terdiam, namun entah kenapa, diamnya itu membuat suasana toilet kian mencekam, membuat bulu kuduk merinding tak karuan.
Maxim bergidik dan seketika mengusap tengkuknya. Ia pun menoleh ke arah Gino, memastikan apakan Gino merasakan apa yang kini ia rasakan.
Agam melanjutkan menyakar cermin, namun kini ia membuat Maxim dan Gino kembali bergidik, seolah tak membiarkan dua orang ini merasakan perasaan normalnya. Ia bersiul merdu..
Lagu apa ini?? Seperti pernah mendengarnya.. Tidak asing.
Dari yakin 'ku teguh
Hati ikhlas 'ku penuh
Akan karunia-Mu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
Ke hadirat-Mu Tuhan
Seketika juga lirik itu terngiang-ngiang di telinga Maxim dan juga Gino. Meskipun Agam hanya sekedar menyiulkannya saja.
Entah kenapa, di tengkuk bagian belakang, Maxim merasa kedinginan yang luar biasa, sampai-sampai pori-pori tangannya mengembang dan menimbul dengan besarnya.
"Hachim!!"
Baik Gino dan juga Maxim bersin beberapa kali secara bergantian. Tubuh mereka terkejut karena merasa dingin yang setiba-tiba ini.
"Hihihik..." Gumam Agam terkikik ketika telah menghentikan siulannya.
"Kalian bersin." Tambahnya lagi sambil terus terkikik. Gino mulai kesal dengan ulahnya.
"Woi!! Pemuja setan!! Ngaku aja deh!! Elu kan yang bikin semua setan di sini ngerasukin temen-temen kami?! Dan sekarang lu pura-pura kesurupan buat nipu kami?!!
Lu kira kita b*go?!" Bentak Gino hingga membuat pundak Agam yang semula naik turun karena tertawa menjadi mematung.
Tubuhnya diam terpaku, dan entah kenapa diamnya ini membuat Maxim dan Gino kembali merasa ngeri.
Agam mulai beriak. Ia menggerakkan kepalanya perlahan, menatap lurus ke arah Maxim dan juga Gino.
Sekontak!!
Ketika mereka sekontak dengan kedua bola mata Agam, merinding di tubuh mereka terasa menjalar-jalar. Membuat Gino bergidik berkali-kali. Dan yang bisa di lakukan Maxim hanya terbelalak. Dadanya terasa berhenti berdetak sekian detik. Ia tercekat.. Ludahnya tak kental, namun serasa begitu sulit untuk ditelan.
"Kurang ajar kamu!" Seru Agam datar sambil menatap sinis ke arah mereka.
Beberapa lampu penerangan di toilet langsung berkelap-kelip bak sedang di permainkan oleh anak kecil. Agam masih pada posisinya, namun Maxim memundurkan langkahnya perlahan. Langkahnya bergetar, karena Maxim pernah merasakan situasi yang sama kala itu. Rasanya bak dejavu. Peristiwa mengerikan yang ia alami di gudang dan menyebabkan dirinya, Ciko, Zaki dan yang lainnya babak belur.
Ia benar-benar tak ingin melihat Agam yang kesurupan seperti setan itu lagi. Setan bermata hijau yang mempunyai tenaga yang begitu kuat, bak seorang iblis.
"Apa lu bilang barusan?!" Pekik Gino sambil menghampiri Agam yang masih mematung. Maxim seketika tersentak melihat langkah gontai Gino pada Agam. Ia ingin menghalangi, namun tubuhnya terasa mati.
"JADI LU NANTANG GUE??" Sentak Gino sambil meletakkan tangannya di leher Agam. Ia lantas mendorong tubuh Agam, menyudutkannya ke dinding.
Melihat itu, Maxim hanya bisa sesak napas meskipun tak punya riwayat asma. Ia tak tahu, mana yang sebentar lagi akan terpelanting ke dinding terlebih dahulu.
"Saya? Nantang kamu?!" Gumam Agam datar. Dan tentu bahasa ini bukanlah bahasa yang sering di pakai Agam dalam kesehariannya.
"Banyak bacot ni bocah!!" Gino langsung mengangkat kepalan tangannya sejajar di sisi wajahnya. Ia melesatkan tangannya dengan cepat ke arah Agam.
Bugh!!
Pukulan keras terjadi, dan saat Maxim menyelis, kini tubuh Gino terduduk di atas lantai menahan sakit.
Agam tertawa cekikikan, dan suara itu bak pekikkan yang menyakiti telinga. Begitu nyaring namun tak terputus oleh tarikan napas.
Toilet yang lembab kini terasa dingin mencekam, bak di dalam kulkas yang tak memiliki banyak penerangan.
Gigil? Itulah yang kini tubuh rasakan. Tak tahu menebak rasa dingin atau panas yang terus menjalar bergantian di belakang punggung, bak sedang main kejar-kejaran.
Agam menghentikan tawanya seketika, menatap Gino dengan tatapan yang sulit di deskripsikan. Dan tolonglah, kali ini diamnya lebih terasa meremas jantung dan membuat dada berdebar tak beraturan. Menantikan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
Posisi Gino yang lebih rendah dari Agam tentu menjadi santapan bagus untuk Agam melayangkan kakinya ke arah Gino. Tanpa pertahanan mutlak, tubuh Gino bak melayang di bantai Agam dengan kaki kirinya. Gino terhenti ketika tubuhnya menghantam dinding dengan keras, membuat lelaki berbadan kekar ini memuntahkan darah dari mulutnya.
Tendangan kaki Agam pada perutnya benar-benar sempurna. Terasa bagai hantaman sebuah sepeda motor atau truk yang sedang melaju kencang. Belum sempat Gino mengatur napasnya, Agam sudah melangkah kembali ke arahnya.
Seolah tak puas, Agam kembali menghampiri tubuh Gino yang kesakitan. Baru beberapa langkah ia berjalan, Maxim langsung masuk di antara perkelahian mereka.
"Tolong!! Stop!!" Ucap Maxim hingga membuat Agam menghentikan langkahnya.
"Saya tau kamu bukan Agam!" Ucap Maxim, menyelaraskan bahasanya dengan bahasa yang sama dengan makhluk yang merasuki Agam.
"Tapi tolong, keluarlah dari tubuh Agam! Dan berhentilah memukul Gino!!" Pekik Maxim dengan sekuat tenaganya. Ia sudah bersiap kalau sewaktu-waktu tubuhnya akan ikut melayang seperti waktu itu karena di hajar oleh roh yang merasuki Agam.
"Kalau saya tidak mau.. Kamu mau apa?" Maxim mengernyit mendengarnya. Tubuhnya menggigil menahan getar. Namun ia tak bisa membiarkan roh itu menghajar Gino di hadapannya. Baginya, keselamatan pelajar itu penting, dan ini juga termasuk tanggung jawabnya sebagai ketua osis.
"Jadi saya harus apa supaya kamu mau mendengarkan saya?" Tanya Maxim dengan suara yang sedikit bergetar.
"Saya tak perduli kamu!! Saya harus membunuh anak itu!" Ucap Agam hingga membuat Gino tersedak mendengarnya. Ia berusaha bangkit, namun tubuhnya butuh beberapa waktu untuk dapat pulih dan melakukan itu.
"Kenapa??"
"Kenapa kamu mau melakukan itu?" Tanya Maxim sambil menatap ragu, ke bola mata Agam yang kini berwarna hijau.
"Kenapa katamu?" Agam mendengus.
"Karena dia lancang dan kurang ajar!!" Kecam Agam sambil menunjuk ke arah Gino yang sedang meringis.
"Dia memanggil kami semua!! Dia mengusik kami semua!! Beraninya kamu ya!!" Pekik Agam lagi hingga membuat beberapa bohlam di atas langit-langit toilet pecah. Maxim menutup telinganya yang terasa berdengung, tak kuat menahan lengkingan suara Agam.
"Apa maksud kamu?" Maxim mengernyit sambil menurunkan tangan dari telinganya.
"Anak itu memanggil kami!! Mengusik kediaman kami. Dia membuat kami marah!!!" Geram Agam dengan wajah yang memerah padam.
"BERANINYA DIAAAA!!" Pekik Agam dengan seluruh tenaganya. Urat dahi dan lehernya sampai keluar, tubuhnya berdiri melentik kebelakang, seolah tulang punggungnya sedang tertarik.
Apa yang hantu itu lakukan? Dia tentu menyakiti tubuh Agam.
Maxim terbelalak, apalagi Agam menjerit tanpa jeda. Wajahnya merah padam, namun ia masih menjerit kuat tanpa menarik napasnya. Maxim ketakutan, takut kalau Agam sampai kehabisan napas karena ia berteriak sepanjang pita suara Agam.
Mulutnya menganga lebar, sebesar yang ia bisa, sampai-sampai Maxim khawatir kalau itu akan merobek mulut wakilnya. Gino menutup telinganya sekuat tenaga, ia tak tahan mendengar teriakan Agam.
Bruk!!
Tubuh Agam oleng dan terhempas ke atas lantai toilet yang sedikit basah dan kotor karena pasir yang tertempel di setiap kaki siswa yang memasukinya.
Maxim terenyuh. Ia terdiam dan terpaku menyaksikan tubuh Agam yang di hempas kasar oleh sesosok roh yang baru saja memakai tubuh wakil ketua osisnya itu.
Maxim segera menghampiri tubuh Agam. Memeriksa apakah temannya itu masih bernapas. Ia membalikkan tubuh Agam yang jatuh tersungkur.
"Gam.. Agam.. Lu udah sadar??" Panggil Maxim beberapa kali sambil menggoyang-goyangkan tubuh Agam.
"Gam?? Pingsan ya?" Gumam Maxim ketika tak mendapat jawaban dari Agam. Namun telah memastikan kalau temannya itu masih bernapas.
"Bagus deh kalau raja setannya udah mati!" Sambung Gino tiba-tiba, ia telah berdiri di belakang tubuh Maxim. Menatap datar Agam yang sedang tak sadarkan diri. Maxim tercekat, dan menyelis ke arah Gino.
Melihat lelaki yang kini tergopoh sambil terus memegangi perutnya. Ia berdiri penuh getar, kesakitan sekali nampaknya.
"Belum puas lu di pukulin setan di badan Agam? Masih mau gue tambah?" Tantang Maxim kesal.
"Loh, bukannya tadi elu di pihak gue ya?! Kok sekarang lu plin plan banget sih!!"
"Lu kira gue gak punya kuping?"
"Lu kira gue gak denger kalo setan tadi bilang pelakunya adalah elu?!" Gino melotot ke arah Maxim.
"Sial*n!! Lu nuduh gue?"
"Maling teriak maling? Bodohnya juga gue terpancing ama ucapan lu tadi!" Keluh Maxim menyesali perbuatannya tadi.
"Lu sadar lagi ngomong sama siapa?!" Bentak Gino pada Maxim.
"Sama preman sekolah? Sama anak geng motor berandalan? Atau sama pengecut yang udah babak belur?" Gino mengepalkan tangannya dengan kuat, menatap Maxim penuh amarah.
"Lu gak bakal menang juga lawan gue sekarang, jadi lebih baik lu ngaku aja.."
"Kalau kesurupan massal ini, elu dalang di balik semuanya!!" Tambah Maxim hingga membuat kedua mata Gino terbelalak.
Kenapa Maxim bisa begitu percaya dengan ucapan setan yang ada di badan Agam barusan? Lagian setan tadi kenapa harus berkata jujur, dan membuat Gino terdesak.
Gino mendengus. Beberapa saat setelahnya ia terbahak hingga perut sakitnya bertambah sakit lagi. Ia tertawa sejadi-jadinya mendengar perkataan Maxim barusan.
"Elu percaya ama kata-kata dia tadi? Bisa aja kan dia pura-pura kesurupan!!"
"Diem lu brengs*k!! Gue tau dia beneran kesurupan!!" Mata Gino kembali membelalak mendengar ucapan Maxim. Namun buru-buru ia menghilangkan rasa bersalahnya, sebelum Maxim menuduhnya lebih jauh.
"Lagian elu jangan asal tuduh deh Max.. Lu punya bukti apa kalau gue adalah dalangnya?" Maxim terdiam mendengarnya.
"Lu mau bilang ke semua orang, kalau pelakunya adalah gue.. Padahal lu gak punya bukti apa pun?" Maxim masih terus terdiam, membiarkan Gino berbicara hingga ucapannya selesai.
"Bisa-bisa kali ini lu bakal bener-bener di lengser dari jabatan andalan lu itu!!" Ucap Gino hingga membuat Maxim mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Ia tak terima setiap orang menghina jabatan yang ingin ia capai dengan tulus, demi tercapainya visi dan misi yang telah ia buat dengan kerja keras, ia ingin tulisan tersebut dapat terealisasikan. Namun kenapa begitu banyak orang-orang yang ingin menurunkan ia dari jabatannya?
Menyedihkan!
Tiba-tiba saja sebuah suara terdengar, melenyapkan pikiran Maxim yang telah melayang jauh karena terbawa perasaan.
Drrrrt Drrrt
Suara getar sebuah ponsel. Maxim langsung tersentak, mencari tahu dari mana asal suara tersebut. Dan tatapannya terhenti pada Gino.
Gino mengeluarkan ponsel miliknya dari saku celana, ia tak lantas langsung mengangkatnya. Ia lebih memilih berjalan tertatih keluar dan meninggalkan Maxim bersama Agam di dalam toilet.
Sepertinya ia tak ingin pembicaraannya di ketahui Maxim.
"Apa?" Sayup-sayup suara Gino terdengar dari luar, namun semakin mejauh. Maxim menggelengkan kepalanya sambil menghela napas panjang dan mengalihkan pandangannya dari Gino ke Agam.
Saat tak sengaja pandangan kedua matanya menyapu lantai toilet, ia melihat sebuah kertas yang sebelumnya tak ia lihat.
Apakah kertas itu keluar dari saku celana Gino saat ia mengambil ponsel di celananya?
Sepertinya iya!
Tanpa pikir panjang, Maxim pun menjangkau kertas tersebut dan membukanya. Ia mengernyit heran ketika membuka kepalan kertas yang berbau tembakau itu.
Kedua matanya terbelalak menatap isi dari kertas tersebut.
"Tu.. Tulisan macam apa ini?"
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Tazaina
gak papa max tambahin aja,gue tambah suka kok:v
2024-04-27
0
Zuhril Witanto
si Gino emang bener2 minta di gebukin massal
2024-02-19
0
shalsabella
tegang banget baca eps ini😳
2023-05-18
0