Sayup-sayup aku membuka kedua mataku. Nampak sedikit buram. Aku kembali mengerjapkan mataku untuk mendapatkan penglihatan normalku. Langit-langit berwarna putih? Dan ada sebuah lampu di sana. Ku alihkan pandanganku ke samping, ada sebuah kipas angin kecil yang di letakkan di atas lemari kayu dengan ketinggian sepinggangku.
Ruangan yang cukup kecil. Hanya pas untuk sebuah tempat tidur dari ranjang yang berderit ketika tubuh ku hendak bergerak. Dan sisa dari space kosongnya hanya mampu menampung sebuah lemari yang kecil dengan sebuah kipas angin kecil di atasnya.
Aku menggerakkan tubuhku yang terasa lumayan sakit dan pegal. Membuat ranjang ini berderit-derit bising. Aku mencoba mendudukkan tubuhku di atasnya.
“Udah bangun?” Tanya seseorang dari balik dinding. Ia pun menampakkan wajahnya dari balik bingkai ruangan yang tidak memiliki pintu. Seorang gadis berwajah jutek dengan rambut yang ia gerai lurus. Ia mengenakan kacamata dengan bingkai tipis, membuatnya terlihat lebih cantik.
Aku hanya terdiam. Tak menjawabnya. Ku lihat kini baju seragam sekolah yang aku kenakan telah terbuka kancingnya. Aku mengernyit dan membenarkan bajuku. Namun ketika aku menundukkan kepala, aku merasa sedikit pusing. Kepalaku berat sekali.
“Kepala gue..” Keluhku sambil mencengkram rambutku.
“Jangan nunduk-nunduk dulu dong! Lu baru aja sadar.” Ucapnya seperti sedang memarahiku.
“Siapa sih?”
“Lu di UKS.. jadi menurut lu gue siapa?” Balasnya.
Aku pun terdiam. Ku cium aroma minyak angin dari tubuh dan juga dahiku. Ku lihat perempuan ini sedang mengenakan rompi merah, dengan tulisan PMR. Sepertinya dia anggota PMR atau ketuanya.
Lalu aku kembali teringat, sebelum aku berada di sini, aku dan juga teman-temanku sedang berada di gudang untuk melihat tandatanganku di lukisan angker tersebut. Saat tahu bahwa tanda tanganku malah ada di atas cermin, seketika itu juga pandanganku menjadi gelap.
“Oh, tadi gue pingsan di gudang?”
“Terus.. mana temen-temen yang lain?” Tanyaku hingga membuat perempuan ini mengernyit.
“Lu gak sadar apa? Lu kan kesurupan tadi di gudang.” Ucapnya dengan wajah yang serius. Aku langsung menyembur tawa yang tak bisa ku tahan. Geli sekali mendengar kalau barusan aku kesurupan.
“Apaan sih. Ngaco!” Balasku hingga membuat ia mengerucutkan bibirnya.
“Mana mungkin sih gue kesurupan. Nih, denger ya.. seumur-umur, gue tuh gak pernah yang namanya kesurupan. Aneh-aneh aja. Kalau lu bilang gue pingsan, ya pasti gue percaya.” Ia mendengus kesal. Wajah putihnya kian memerah. Sepertinya dia marah pada perkataanku barusan.
“Lu kira gue bohong apa?”
“Gue gak bilang gitu.”
“Eh! Denger ya!! Buat apa juga gue bohong sama lu! Lu emang kesurupan di dalam gudang. Maxim yang bilang dan bawa lu kesini dalam keadaan pingsan! Gue tau Max! Dia gak mungkin bohong sama gue!”
“Udahlah, terserah.” Ucapku sambil beranjak dari atas tempat tidur, dan perempuan itu hanya menatapku dengan heran.
“Mau kemana lu?”
“Ke kelas lah!” Sahutku datar.
“Iih, nyebelin banget sih!! Lu tau gak!! Sebenernya sekarang kelas gue lagi ulangan! Tapi gara-gara lu kesurupan dan pingsan di sini, jadi lu harus di temenin!” Ucapnya kesal. Maksud perempuan ini apa sih? Dia mau apa? Kenapa perempuan suka menggunakan kode-kode yang tak di pahami. Apa dia mau aku mengucapkan terimakasih? Atau apa?
Aku melembutkan pandanganku dan melengkungkan senyumanku. Terdiam menatapnya beberapa saat, hingga ku rasa raut wajah galaknya kini perlahan berubah.
“Makasih ya.. Lu udah mau nemenin gue.” Ucapku hingga membuatnya salah tingkah. Ia menggaruk-garukkan kepalanya. Dan seketika ia membuka kaca mata yang sedang ia kenakan. Berpura-pura membersihkan kacanya.
“Ya.. mm.. Yaudah.. Sama-sama.” Ucapnya dengan nada yang lebih lembut di banding sebelumnya. Ia pun menatapku tanpa mengenakan kacamatanya. Benar-benar, apa siswi di Sma ini cantik-cantik semua ya?
“Oh, sampai lupa.. nama lu siapa?”
“Lian.”
“Iya.. Lian. Gue Agam. Gue balik ke kelas dulu ya.. Lian.. maaf kalau gue sampai bikin lu harus ulangan susulan.” Ucapku kembali berbasa-basi. Ibuku selalu mengajariku untuk memperlakukan perempuan dengan baik, dan setiap aku membuat ibu kesal, dia akan dengan mudah memaafkanku jika aku bermulut manis. Ku rasa semua spesies perempuan pasti seperti itu.
“Daaah..” Ucapku lagi dengan nada yang rendah namun terdengar merdu. Ku lihat Lian menahan senyum di wajahnya. Aku keluar dari ruang Uks setelah itu.
***
*Author POV
Maxim, Ciko, Zaki dan yang lainnya di panggil ke ruang Bk untuk memberikan kesaksian atas apa yang terjadi. Seluruh kelas heboh di jam istirahat tadi, pasalnya, anak-anak nakal ini pergi ke gudang bersama dengan anak baru yang bernama Agam.
“Bapak kecewa sekali sama kamu Max.. kamu kan ketua osis, masa’ kamu menggiring temen-temen kamu ke tempat seperti itu. Kalian kan udah tau kalau siswa di larang masuk ke dalam gudang dengan tujuan apa pun!” Ucap guru Bk pada Maxim hingga membuatnya tertunduk.
“Bawa-bawa murid baru lagi! Apa kalian lagi ngerjain dia karena dia gak tahu apa-apa tentang pantangan di sekolah ini?” Maxim tetap terdiam, sementara Ciko dan Zaki saling menyikut satu sama lain.
“Terus kata pak Wanto, semalam ada murid-murid datang ke sekolah di atas jam sepuluh malam.. apa itu kalian juga?” Maxim masih saja terdiam.
“Kenapa sih kalian pakai acara ke situ segala.. kalian liat kan sekarang apa yang terjadi?”
“Maaf pak..” Sahut Maxim yang sedari tadi hanya terdiam.
“Awalnya Max Cuma iseng nantangin, gak nyangka juga dia masih mau nerusin tantangan dari Maxim. Pas malem tadi juga listrik di sekolah mati, dan Max udah minta Agam untuk berenti nerusin tantangan ini, tapi Agam nolak. Dia tetep mau nerusinnya, pak.” Dalih Maxim, mengatakan apa yang sesungguhnya terjadi. Guru Bk hanya terdiam mendengarnya.
“Huh.. jiwa muda anak-anak emang begitu. Lebih mentingin gengsi dari pada keselamatan!”
“Apa kalian semua yang ada di ruangan ini mau bapak rumahkan tiga hari?” Maxim langsung terbelalak mendengarnya. Pasalnya Maxim bukanlah anak nakal yang suka bolos, ia adalah murid teladan dan pintar. Tentu di rumahkan tiga hari akan membuatnya terpukul, dan ia juga tidak mau kedua orang tuanya tahu akan apa yang telah ia lakukan ini.
“Saya di skorsing, pak?” Tanya Maxim tak percaya.
“Iya!”
Maxim seketika langsung beranjak dari tempat duduknya. Ia segera menghampiri Pak Edi untuk membujuknya.
“Pak, saya mohon pak.. jangan skorsing kita.. kita mau nerima hukuman apa aja kok, pak. Asal jangan itu. Saya gak mau ketinggalan pelajaran pak. Bersihin toilet cowok juga Max mau pak.. asal jangan di skorsing pak.. tolong lah pak..” Desak Maxim hingga membuat pak Edi kelabakan.
“Iya, pak.. bener.. Gimana kalo bunda saya tau.. pasti dia kecewa banget, pak.” Sambung Ciko.
“Zaki juga jangan pak, bapak Zaki galak. Kalau bapak tahu, bisa-bisa Zaki bakal di sambit pakai iket pinggang..” Desak mereka beramai-ramai pada pak Edi.
“Ya ya ya!! Sudah sudah!! Aduuuh.. pusing bapak!! Berisik!!”
“Jadi gimana, pak? Hukuman yang lain aja ya pak.” Rayu Ciko lagi.
“Yaudah.. kalau begitu, kalian semua, habis ini, harus bersihin taman sekolah. Sampai bersih!! SEKARANG!”
“Oke pak!!!”
"Tapi kalau kalian mengulangi perbuatan kalian lagi, bapak gak akan segan-segan ambil tindakkan tegas ya!"
"Baik pak!!"
“Sana kalian.. keluar!”
“Makasih pak!!!” Seru mereka kegirangan. Mereka pun bergegas keluar dari ruang Bk setelah selesai mencium tangan pak Edi.
*Author POV End
****
Aku keluar dari ruang UKS, bertepatan dengan Maxim dan yang lainnya keluar dari sebuah ruangan juga. Ku lihat tulisan yang ada di pintu adalah ruang BK. Mungkinkah mereka semua masuk ke ruang BK? Tapi... gara-gara apa? Apa yang di katakan Lian tadi benar? Kalau aku kesurupan di dalam gudang? Tapi.. itu mustahil kan?
Ku lihat Maxim menatapku. Kami saling beradu pandang, hanya sebentar. Dan kulihat ia segera membalikkan wajahnya dariku. Apa ia sedang menghindariku? Tapi kenapa? Apa dia marah karena harus masuk ke ruang Bk gara-gara aku? Tapi memangnya gara-gara aku?
“Max..” Sapaku sambil berlari menghampirinya yang hendak berjalan cepat menjauhiku.
Ku lihat Max tak menoleh sama sekali atas panggilanku. Ia masih saja berjalan cepat. Sepertinya ia memang sedang menghindariku.
“Woi.. Max!! Lu tuli ya?!” Pekikku kesal sambil berusaha mengejarnya. Ku lihat, Ciko dan Zaki menoleh ke arahku. Wajah mereka pucat, tak tahu kenapa. Tapi sepertinya mereka sedang ketakutan padaku. Tapi kenapa?
Buru-buru mereka membalikkan wajah mereka lagi dariku. Kenapa sih? Mereka ngambek? Kok kayak anak cewek sih?
Seketika aku berlari kencang menyusul mereka. Aku pun berdiri tepat di depan ketua mereka, untuk menghadangnya. Karena, kalau aku menghadang lelaki yang satu ini, teman-teman yang lain pun pasti akan ikut berhenti.
“Woi!!” Bentakku ketika telah berada di hadapan Maxim. Maxim langsung terbelalak. wajahnya seketika memucat Ia menghentikan langkahnya. Ku lihat, wajah, leher dan lengannya lebam-lebam. Ciko dan juga Zaki pun demikian. Bahkan di sela bibir Ciko, sedikit berdarah. Apa mereka berkelahi selama aku pingsan? Ia menatapku dari atas ke bawah, dengan tak henti-hentinya mengernyitkan alis.
“Apa?!" balasku kesal.
“Lu...”
“Lu gak apa-apa Gam?” Tanya Maxim lirih. Di luar dari perkiraanku tadi. Ku kira ia akan berperilaku songong seperti biasanya padaku. Aku pun mengernyit.
“Maksud lu?!” Mereka kembali terdiam, dan saling memandangi satu sama lain.
“Ck.. gue Cuma mau tau, apa yang terjadi di dalam gudang tadi? Kok, gue gak sadar apa-apa?” Tanyaku hingga membuat mereka bergidik. Ada raut wajah bersalah dari mereka. kenapa ya kira-kira?
“Maafin kita ya, Gam.. sumpah, kita gak ada niatan kok buat jahilin lu!” Aku kembali mendecakkan lidah mendengarnya.
“Jahilin? Maksud lu apa sih?”
“Tentang pantangan di sekolah kita itu. Harusnya gue gak ngasih tantangan konyol gitu ke elu.. gue gak tau kalau kejadiannya bakal kayak gini.”
“Kayak apa?”
“Sorry, Gam.. kita harus ngejalanin hukuman kita dulu.. Kalau gak, kita bakal di skorsing selama tiga hari sama pak Edi.”
Aku mengernyit mendengarnya. Di skorsing? Tiga hari? Bukankah kalau sudah menyangkut skorsing seperti itu, artinya kesalahan yang mereka perbuat ini lumayan besar ya? Tapi, memangnya kesalahan apa yang sudah mereka perbuat? Masa’, hanya karena mengerjaiku ke gudang sekolah, mereka harus menjalani skorsing?
“Tunggu!” Ucapku lagi hingga membuat langkah mereka terhenti.
“Sebenernya, sefatal apa kesalahan kalian.. sampai-sampai harus nerima hukuman kayak gitu?” Maxim berbalik menatapku. Ia menatap teman-temannya yang lain, seolah ingin mendapatkan izin mengatakan suatu hal padaku.
“Sejak peristiwa enam belas tahun yang lalu, yang menyebabkan seorang anak menghilang di sekolah ini, gudang itu jadi di tutup. Gak boleh ada yang masuk, kecuali OB atau yang berkepentingan aja.”
“Saat anak itu di kabarkan menghilang, yang di temukan darinya Cuma sebuah lukisan dengan beberapa bercak darah yang ada di atas lantai. Jadi di simpulkan oleh pihak sekolah dan juga kepolisian, kalau anak itu udah tewas, dan mayatnya di buang sampai gak bisa di temukan sama sekali.”
“Mayat anak itu sampai hari ini tidak di temukan juga.. beredar kabar dari keluarga, kalau semasa hidupnya, ia sering ke sekolah di atas pukul sepuluh malam. Ia suka melukis sambil bersiul di sana, karena ia suka kesendirian. Di rumahnya terlalu besar dan megah, serta ramai akan asisten rumah tangga yang akan mengganggunya, sehingga ia suka sekali melukis di dalam sekolah.”
“Tapi setelah pamit pergi ke sekolah dengan membawa alat lukisnya dan sebuah kanvas, selama tiga hari ia tidak pulang ke rumah. Ia juga tidak masuk ke sekolah, jadi.. pihak keluarga segera menghubungi pihak kepolisian untuk menyebarkan poster berisi foto anak itu dan mencarinya. Namun selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, anak itu tidak di temukan. Bukti yang tersisa hanya lah lukisannya dan juga bercak darahnya.”
“Cerita ini viral pada masanya, dan sejak saat itu, sering terdengar siulan di dalam gudang. Serta suara gesekkan kuas pada kanvas. Orang-orang berkesimpulan, bahwa itu adalah suara hantu dari anak yang meninggal di dalam gudang tersebut. Jadi, gudang itu di tutup.”
“Tapi, beberapa tahun setelah itu, ada seorang OB yang penasaran dengan lukisan dan cerita anak itu. Ia datang ke dalam gudang di atas jam sepuluh malam. Besoknya ia masih bisa selamat, tidak terjadi apa-apa padanya. Namun kejadiannya terjadi setelah ia mengalami kesurupan. Ia di temukan tewas di dalam gudang, tepatnya di hadapan lukisan anak itu, di hari ketiga setelah ia menyentuh lukisan angker itu. Ia mati dalam keadaan berdiri, dan lehernya seolah di patahkan ke sisi kiri.”
Aku terdiam mendengar cerita Maxim yang sepanjang itu. Membuatku mengantuk saja. Entah apa inti dari cerita yang ia maksud ini? Tapi sedari tadi aku melihat wajahnya serius sekali. Sepertinya ia tidak sedang membohongiku. Aku juga kalau tidak salah pernah mendengar cerita ini dari kedua orang tuaku. Tapi saat aku masih kecil. Ku pikir itu hanya cerita bohongan saja.
“Lu mau ngomong apa sebenernya?”
“Lu.. gak bakal selamat setelah ini.” Ucap Maxim hingga membuat bulu kudukku seketika berdiri.
“Gue.. minta maaf kalau sampai terjadi sesuatu sama lu, tapi gue gak bisa bantu apa-apa.” Sambungnya lagi.
“Apaan sih.” Keluhku sambil mengernyitkan dahi. Aku tak mengerti.
“Karena sekarang.. elu udah jadi miliknya.”
“Dan umur lu.. satu hari lagi..”
.
.
.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
V.I.A
cwok tuh buaya, gk bs lht cwek ckp
dsr mas Agam, nybln 😑
2024-09-22
0
Zuhril Witanto
masa iya cuma 3 hari... pengecualian lah
2024-02-15
0
Rahma Hayati
😍
2023-08-19
0