Cemburu

Aku terdiam beribu bahasa, tidak tahu apa yang harus ku katakan pada ibu. Aku berusaha menyembunyikan raut wajahku yang sebenarnya. Takut-takut kalau sampai ketahuan aku lah yang telah memetik bunga mawar dan melati ibu.

Ku lihat ibu masih sibuk meneliti tiap dedaunan miliknya. Ia sampai membungkuk dan berjongkok berulang kali saking tak terimanya, bunga kesayangannya harus di petik tanpa sepengetahuannya.

“Iya.. ini gak salah lagi.. kalau maling, gak mungkin kan cuma metik bunga. Mendingan dia maling ps punya kamu, biar kamu gak keseringan main game lagi. Atau maling ponsel kamu. Biar gak usah main hp lagi.” Ucap ibuku nyeleneh. Ngapain juga harus maling barang-barangku?

“Ini, pasti hantu yang kemarin ibu lihat.. bener. Gak salah lagi!” Aku menggeleng sambil melipat kedua tangan di dadaku.

“Ibu ada-ada aja deh. Gak mungkin kan yang begituan bisa maling bunga. Ibu keseringan nonton sinetron sih, jadi rada ngelantur.” Dalihku. Ibu langsung beranjak sambil bertolak pinggang dan masih saja menatap tanamannya.

“Tapi kalau orang lain yang ambil, gak mungkin kan orang lain sampai masuk pekarangan rumah kita. Sampai masuk pagar rumah orang segala. Ini pasti hantu yang kemarin!”

“Saya jadi gak enak sama ibu. Apa saya muntahin aja bunga yang tadi, terus kasih ke ibu?” Aku langsung menatap Kun yang berdiri melayang di dekat ibu. Menatapnya dengan sinis. Yakali dia mau memberikan Ibuku muntahnya! Setan gila!!

Aku mengalihkan pandanganku pada ibu, menghampiri dan segera menggandeng tangan ibu. Ia sedikit terkesiap karena terlalu fokus pada tanamannya.

“Ibu pasti capek kan seharian kerja, mendingan ibu istirahat dulu, terus mandi.” Ucapku sambil membawa ibu masuk ke dalam rumah. Ibu langsung meremas pundaknya sendiri. Memijatnya pelan sambil menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan.

“Iya sih, ibu emang capek. Ngomong-ngomong, kamu masih gak enak badan Gam?”

“Mm, udah enggak kok bu. Tadi Agam udah minum obat penurun panas, terus juga udah istirahat, jadi sekarang udah agak mendingan.”

“Bagus deh. Ibu sampai pulang cepat tadi, takut kamu kenapa-napa.”

“Ibu gak usah terlalu khawatirin Agam bu, Agam kan udah...”

“Udah gede?” Potong ibu pada ucapanku. Aku hanya tersenyum diiringi dengan tawa renyah dari ibu.

.

.

.

.

Di ruang makan, sesekali aku menilik ke arah jam dinding. Hari sudah menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Seharusnya ini sudah waktunya aku makan. Tapi, sekarang aku malah duduk di meja makan sambil menghadap ke hidangan yang sedari tadi di siapkan ibu untuk kami sekeluarga.

Aku lihat sop iga buatan ibu sudah tak mengepulkan asapnya lagi. Beberapa makanan seperti tempe, tahu, dan ikan goreng sudah dingin dan mungkin saja teksturnya menjadi keras dan tidak enak lagi. Aku mulai mengetuk-ngetukkan sendok dan garpu yang berada di tanganku. Menunjukkan kalau aku sedang kesal menunggu.

"Kalian mau nunggu bedug ya?” Tanya Kun yang sedikit memperburuk moodku. Aku hanya diam dan menatapnya dengan sengit, memberikan tanda padanya kalau saat ini aku sedang kesal dan tidak ingin bercanda.

“Nunggu bedug apanya! Bedug subuh?” Gumamku tanpa bersuara, dan sepertinya hantu ini cukup cerdas untuk membaca gerakkan mulutku. Ia yang duduk di samping ibu, tepatnya di hadapanku hanya mengerucutkan bibirnya dan mengalihkan wajahnya dariku.

“Saya kira kalian lagi nunggu bedug untuk buka puasa.” Timpalnya lagi, dengan wajah yang rada polos-polos menyebalkan.

“Lagi pula masih nunggu apa? Kalian begitu sudah sejak jam setengah delapan tadi.”

Aku terdiam sambil mengernyit. Memang iya sih, kami sudah menunggu satu setengah jam. Ibu sejak tadi masih sibuk memainkan ponsel miliknya. Membuatku bertambah kesal saja, terlebih lagi sepertinya sekarang aku punya kompor yang bisa terbang. Itu dia, sedang duduk di depanku.

“Bu.. nungguin apa sih?” Tanyaku dengan nada yang sedikit di tekan. Aku berusaha menyembunyikan kekesalan ku. Ibu mengangkat kepalanya ke arahku, tapi dengan mata yang masih saja fokus ke ponselnya.

“Nungguin ayah pulang. Kita makan sama-sama, seperti biasa.” Sahut ibuku. Aku kembali menilik jam yang ada di dinding dekat ruang makan kami.

“Tumben banget ayah belum pulang.. biasanya udah pulang habis isya?”

“Emang sekarang jam berapa sih?” Gumam ibuku sambil melihat jam yang ada di ponselnya. Ia pun tersentak tak percaya.

“Ya ampun!! Udah jam segini? Ibu gak nyadar banget udah semalem ini?”

“Ibu main ponsel terus sih.” Sambung Kun, ikut campur saja dia.

“Harusnya ayah udah pulang kan dari tadi? Emangnya lembur? Tapi kok gak ngabarin? Biasanya kalo lembur, ayah pasti ngabarin.” Keluh ibuku mulai terlihat panik. Kalau panik, cerewetnya pasti keluar. Ibu mulai mengetuk layar ponselnya, lalu meletakkan ponsel miliknya ke telinga. Menunggu jawaban dari seberang sana. Tapi wajahnya kian berubah ketika menjauhkan ponsel dari telinganya.

“Kok gak di angkat?” ucapnya. Aku terdiam.

“Agam udah laper.” Ucapku hingga membuat ibu menatapku sendu.

“Ah.. yaudah, kita makan duluan aja. Kalau Agam laper.” Ucap ibu sambil membentangkan piring yang ada di hadapanku.

“Ini nasinya.. makan yang banyak ya nak.. nanti kamu harus minum obat sama vitamin, biar besok pagi.. badan kamu jadi bugar lagi!” ucapnya lagi sambil menyedokkan nasi ke piringku, dan menaruh beberapa lauk ke atasnya. Lauk yang sudah dingin dan tidak enak itu.

Dari raut wajahnya, aku bisa merasakan ibu sedang khawatir dan bingung. Ia terus tersenyum, mungkin berusaha untuk menutupi kegelisahannya dari ku. Lagi pula ayah kemana sih? Kenapa coba selarut ini belum pulang juga ke rumah? Apa ia mau tidur di kantornya?

Sambil bercerita, tanpa sadar aku dan ibu telah menghabiskan makanan kami di piring masing-masing. Lauk di hadapan kami masih tersisa banyak untuk ayah. Biasanya kalau makan sama-sama, semua lauk ini pasti segera habis. Itu karena masakan ibu adalah yang terbaik.

Aku beranjak, mengambil piringku dan bermaksud untuk meletakkannya di wastafel kami. Tiba-tiba saja aku mendengar suara pintu terbuka. Ayah memberi salam dan masuk. Aku sedikit menoleh ke arahnya yang datang ke ruang makan.

“Ayah baru pulang? Kok malem banget sih?” Tanya ibuku. Ayahku hanya diam. Wajahnya terlihat lusuh dan kelelahan.

“Ayah laper? Mau makan dulu? Ibu temenin..” Ucap ibuku sambil berdiri dari tempat duduknya.

“Ayah udah makan tadi di luar. Ada meeting. Jadi ayah langsung tidur aja sekarang.” Sahut ayahku datar sambil meninggalkan ibu yang masih berdiri mematung di tempatnya. Aku lumayan terkejut mendengar jawaban ayah yang seperti itu. Padahal sejak tadi kami sudah meluangkan banyak waktu untuk menunggunya pulang dan makan bersama.

Aku meletakkan piringku di atas galon dispenser dan hendak memerotes pada ayah. Baru selangkah aku maju, ibu sudah menghalangi sambil tersenyum menatapku. Ia menyodorkan piring bekas makannya padaku.

“Taruh punya ibu sekalian.” Pintanya. Tentu saja aku tidak bisa menolak, tapi aku tahu. Maksud ibu agar aku pergi ke wastafel dapur, dan tidak usah beradu argumen pada ayahku.

Aku meletakkan piringku di atas wastafel. Setengah menghempasnya. Ku lihat ibu membereskan meja makan kami. Kun yang sedari tadi mengikutiku pun duduk di atas keran air.

“Ayahmu itu...” Aku menoleh ke arah Kun.

“Bau wanita.” Ucapnya lagi hingga membuatku tersentak. Dadaku rasanya terbakar seketika. Langsung saja aku menatap Kun dengan sinis dan sengit.

“Apa maksud lu?!” Bentakku setengah berbisik. Dan mendesaknya dengan tatapan mataku.

“Lu mau bilang ayah gue selingkuh?” Kun terdiam heran.

“Asal lu!! Emang lu itu hantu atau anj*ng? Bisa nyium bau?!” Balasku kesal sambil meninggalkan Kun di dapur. Aku segera berjalan menuju kamarku. Dan tak ku lihat lagi bagaimana reaksi Kun atas ucapanku itu.

.

.

.......

.

.

Besok paginya, di perjalanan ke sekolah. Kun yang mengikutiku terus memerotes, kalau sekarang perutnya sangat lapar. Aku terdiam tak membalas. Bagaimana bisa aku menjawabnya di jalanan seperti ini, sementara pejalan kaki yang ada di sini banyak sekali.

“Gam.. mau makan..” Rengeknya sambil melayang ke sisi kiri dan kananku.

“Sabar, tahan sampai siang nanti!” Balasku padanya setengah berbisik.

“Emang saya di suruh puasa ya? Kalau gitu, niat puasanya apa?” tanyanya hingga membuatku kesal dan mendecakkan lidah.

“Ck! Gue gak tahu cari makanan lu di mana!”

“Di rumah!” Jawabnya.

“Mana bisa! Lu mau ibu protes lagi, dan ngeluh kalau bunga-bunganya pada ilang? Lu kan udah di curigain ibu kemarin!! Masih mau ambil bunga ibu juga?” tantangku padanya.

“Mau.. dari pada lapar.” Sahutnya polos namun lagi-lagi membuatku kesal mendengarnya.

“Aih.. bisa meledak deh kepala gue lama-lama deket elu!” Keluhku sambil mencengkram kepalaku.

“Lagian pas lu di gudang sekolah juga lu gak makan sama sekali kan? Dan elu bisa tahan gak makan selama enam belas tahun!”

“Itu terpaksa! Kalau sekarang saya bisa makan, kenapa enggak?”

“TAHAN!” Singkatku lagi.

***

Saat berjalan di pertigaan, tak jauh dari halte angkot, aku melihat sebuah toko bunga. Sepertinya di sana ada banyak jual bunga. Apa aku beli bunga di sana saja ya untuk Kun, tapi.. apa di toko itu jual bunga hidup? Atau cuma bunga tiruan aja? Mana tahu sih kalau gak di tanya langsung. Aku segera berbelok ke kiri.

“Eh, Agam.. sekolah kamu kan belok sini.” Protes Kun sambil menunjuk ke belokkan sebelah kanan.

“Cerewet!” gumamku sambil tetap berlalu darinya. Ia pun segera mengikutiku yang telah masuk ke toko bunga.

“Wah.. wangi-wangi..” Gumamnya kagum sambil sibuk melirik bunga-bunga tersebut seraya memasukinya. Aku pun menghampiri penjaga toko yang sedang duduk rapi sambil memainkan ponselnya.

“Maaf mbak, ada jual bunga mawar atau melati hidup gak?” perempuan itu segera mengalihkan matanya dari ponsel. Ketika sekontak dengannya, ia segera berdiri tegap dan membenarkan rambutnya.

“Eh.. ganteng banget.” Gumamnya pelan, namun masih saja terdengar di telingaku.

“Ada.. ada kok dek. Mau kasih bunga buat siapa? Apa di buketin atau gimana?”

“Buat kuntilanak.” Sahutku sambil tersenyum, hingga membuat perempuan itu mengernyit heran. Ia pun segera menggeplak lenganku sambil tersenyum geli.

“Aih, udah ganteng.. humoris lagi.. bisa aja sih bikin cewek klepek-klepek.” Ucapnya girang.

“Centil banget sih.. lagian kan emang buat Kun.” Keluhku dalam hati.

“Bentar ya dek, kakak cari dulu.. panggil kakak aja, jangan mbak.. kalau bisa panggil sayang juga boleh.” Ucapnya sambil membuka sebuah kulkas besar yang berisi bunga-bunga segar. Ku lihat ia mulai mengeluarkan bunga melati dan merangkainya.

“Eh, kak.. gak usah bagus-bagus kok ngerangkainya, seadanya aja.”

“Oh, oke.. mawarnya mau berapa tangkai?”

“Satu aja.” Sambung Kun secepat kilat.

“Satu aja.” Sahutku menuruti perkataan Kun.

“Okee, ini udah.” Perempuan itu memberikannya padaku.

“Mawar merahnya satu tangkai tiga puluh lima ribu, kalau melatinya seratus ribu. Totalnya seratus tiga puluh lima ribu.”

“What?!! Berapa sayang?!!” Pekik Kun hingga membuatku tanpa sengaja mengeluarkan kalimat yang sama dengannya.

“Berapa sayang?” Tanyaku spontan hingga membuat penjaga toko tersebut berteriak kegirangan.

“Seratus ribu ajaaaa deh, sayaaang!!!” Pekiknya sambil berteriak-teriak tidak jelas.

“Oh, oke.. ini.” Aku meringis sambil memberikan uang seratus ribu padanya. Dan segera pergi menjauh dari hadapannya. Aku sampai setengah berlari untuk keluar dari toko tersebut. Dia jadi lebih mengerikan dari pada Kun.

“Si*lan!! Jadi latah gue gara-gara elu!!” Keluhku.

“Tadi kan katanya, nama dia sayang.”

“Apasih!! Dia itu lagi minta digombalin!”

“Hah? Siapa yang digembelin?” aku mendecakkan lidah.

“Lagian kenapa bunganya semahal itu?”

“Emang segitu kok harganya, gue juga pernah beli bunga untuk ibu di hari ibu.”

“Jangan lu bandingin sama duit pas lu masih hidup dulu! Beda zaman tau!”

“Inget!! Ini udah enam belas tahun kemudian!!!” Timpalku lagi.

“Ooh, saya lupa.”

Aku mulai melirik ke sekelilingku. Di tempat ini sepertinya lumayan sepi untuk memberi makan Kun. Lagi pula semua orang gak bisa lihat dia, kalau seandainya dia bisa pegang benda-benda manusia, logikanya pasti yang kelihatan di mata manusia adalah benda itu terbang atau melayang, padahal kan dia yang pegang.

“Nih, makan yang cepet.. nanti ada orang.” Ucapku sambil duduk di pagar beton setinggi lututku. Kun segera melahap bunga melati itu satu-satu, hingga tanpa sadar, ia sudah menghabiskan semuanya dan hanya menyisakan dedaunannya saja.

“Cepet juga makannya.” Gumamku.

“Agam.. kamu ngapain?” terdengar suara seorang perempuan di belakangku. Aku pun bergegas menoleh, sementara Kun yang menghadapnya, tentu sudah bisa langsung menatapnya.

“Eh.. Lian..” gumamku sedikit gugup. Sejak kapan dia ada di sana? Jangan-jangan, dia tadi melihat aku dan juga Kun di sini. Ia menoleh ke arah tanganku dan tersenyum sambil membungkukkan tubuhnya sejajar dengan wajahku yang sedang duduk.

“Bunga? Buat siapa? Kamu punya pacar?” Tanya perempuan manis dengan rambut yang ia kuncir satu.

“Aah.. emm..” Aku kebingungan sambil menatap bunga yang ada di tanganku. Aku pun menyodorkan bunga tersebut ke hadapannya.

“Buat elu.” Jawabku hingga membuat rona merah terpancar di wajah putihnya.

“TIDAAAAK!!!” Pekik Kun. Sepertinya dia tidak terima itu.

“Buat aku? Kenapa?”

“Ya.. rasa terimakasih karena kemarin udah nemenin gue di UKS.” Sahutku yang sebenarnya hanya berdalih, kebetulan alasannya pas dan bagus. Lian pun tersenyum sambil menerima bunga dariku.

“Makasih..” singkatnya sambil mengulum senyum.

“Kamu udah gak apa-apa? Katanya kamu kemarin sakit, terus gak ada kabar lagi.” Aku mengusap tengkukku sambil berdiri di hadapannya.

“Yah.. udah baikan kok.”

“Yuk, ke sekolah barengan. Udah hampir masuk nih..” Ajakku sambil berdiri di sampingnya.

“Ayuk..”

.

.

.

.

Sesampainya di sekolah. Aku melihat semua mata tertuju pada kami, padahal kami lagi gak ikut Indonesian odol. Aku juga lihat tatapan cemburu dari perempuan yang baru saja kami lewati, apa lagi sejak tadi sepertinya mereka terus melihat ke arah Lian. Terlebih lagi Lian membawa bunga yang aku berikan. Kira-kira apa sih yang di pikirkan orang-orang ini?

*Author POV

“Yah, udah ada monyetnya ya?” Gumam beberapa siswi, terutama kakak kelas Agam, ketika melihat Agam datang bersama Lian.

“Kok ceweknya biasa banget gitu?  Cantikkan juga gue.”

“Emang pacaran? Gak mungkin deh.”

“Tapi itu si Lian bawa bunga, terus dateng bareng sama si Agam ganteng, pasti deh Agam yang kasih.”

“Denger-denger sih kemarin si Lian yang jagain Agam di UKS, jangan-jangan si Lian nyuri-nyuri kesempatan lagi, biar Agam tertarik.”

Dan gosip ini pun sampai di telinga Gino. Mantan pacar Lian. Gino terlihat kesal, apa lagi kalau Lian dekat dengan Agam. Ia yang sejak tadi mendengar gosip dari anak-anak yang lain pun mulai berang.

“Saingan lu si Agam bro.. kelindes jauh luu.. bagaikan pinang di belah kapak.. jadinya ancur-ancuran. Hahah!!” ledek salah satu teman kelas Gino.

“Si Agam mah ganteng, pinter, mana di calonin jadi ketua osis sama guru-guru, nah elu apa? Cuma preman doangan!”

“Bisa diem gak kalian semua!!!” pekik Gino kesal sambil menghempas buku tebal yang ada di atas mejanya.

*Author POV end

.

.

.

Di kelasku, nampak Kun merungut sedari tadi. Terkadang wajahnya juga nampak sedih. Mungkin saja dia kesal karena aku memberikan makanannya pada Lian. Tapi apa boleh buat kan? Kalau tidak ku berikan, tentu Lian akan curiga, kenapa aku membeli bunga, padahal pacar tidak punya, bukan hari spesial juga. Ya jadi mau tidak mau aku memberikannya, itu hanya untuk menutupi perbuatanku saja.

“Kun, lu marah?”

“Bukan!! Saya cemburu!!” Sahut Kun hingga membuatku terbelalak dan meringis.

“Nah kan bener! Lu ini setan maho!!” balasku lagi seraya berbisik agar teman-teman di kelasku tidak ada yang tahu dan curiga, kalau aku sedang bicara pada Kun. Buat apa coba dia cemburu? Pasti dia cemburu karena aku memberikan bunga itu pada Lian, dia pikir aku ini suka pada Lian. Tidak salah lagi, pasti dia emang Maho deh!

“Cemburu saya itu, karena kamu masih bisa merasakan sekolah.. sementara saya udah meninggal.” Aku terdiam mendengarnya. Seketika kerongkonganku tercekat, apalagi wajahnya kian memelas dan tampak begitu menyedihkan.

“Padahal sepertinya kita ini seumuran. Tapi saya harus pergi duluan dari dunia.”

“Kalau saya masih hidup, saya pasti mau sekolah.. mau sekolah seperti teman-teman seumuran saya.”

“Saya cemburu, karena kamu.. masih bisa merasakan apa yang sudah tidak bisa saya rasakan lagi.” Ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Entah kenapa aku menjadi kasihan padanya. Dia benar-benar terlihat sedih sekaligus iri padaku. Padahal sejak di rumah, ia yang terus melihat kemewahan dan barang-barang yang aku miliki, sama sekali tak membuatnya berkata seperti itu.

Aku hanya terdiam. Tapi kerongkonganku terasa tercekat, dan dadaku terasa penuh mendengarnya. Apa mengajaknya ke sekolah, sama dengan menyakiti perasaannya?

.

.

.

.

.

Bersambung..

Terpopuler

Comments

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

🤣🤣🤣🤣

2024-02-18

0

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

🤣🤣🤣

2024-02-18

0

Khalifatinadhwa Adhwa

Khalifatinadhwa Adhwa

nunggu bedukk 😭😭 ada ada aja setannya 😭

2024-02-15

0

lihat semua
Episodes
1 Tantangan VS Pantangan
2 Berhenti atau Teruskan?
3 Note Author
4 Lukisan seorang lelaki Misterius
5 Bukan Lukisan Itu?!
6 Bencana di Mulai
7 Kesurupan?
8 Diikuti
9 K.U.N
10 Pertukaran Ludah
11 Cemburu
12 Senjataku Berfungsi
13 Ayo Bertukar
14 Kun OTW Weekend
15 Kun WeekEnd
16 Besok Senin
17 Badai Datang!
18 Kesurupan Massal
19 Agam di Rasuki
20 Agam di Incar
21 Maxim Beraksi
22 Adam or Agam?
23 Jailangkung
24 Penyelesaian
25 Menangis?
26 Sudah Ingat
27 Mau Kabur???
28 Danau Kaolin / Kulong Biru
29 Rumah Nenek-Kakek
30 Sudah Sampai?
31 Menghilang di Benteng Toboali
32 Hampir Mati
33 Mimpi atau Nyata?
34 Rukiah
35 Fakta Baru Masa Lalu
36 Siswi yang Menghilang
37 Misi Milikmu
38 Klakson Tiga Kali
39 Kuburan tak Berpenduduk
40 Mulai Curiga
41 Membalik Keadaan
42 Visual Karakter
43 Di Ganggu?
44 Persiapan
45 Pencarian
46 Buku Tahunan
47 Pencarian Informasi
48 Keterkaitan?
49 Ra?
50 Dia?
51 Sia-sia
52 Gaib atau Manusia?
53 "Kun Rubbuno Nuril Jukim"
54 Kiai
55 Ayah dan Agam
56 Malet dan Kepunen
57 Insiden Gladi Resik
58 Akibat Buruk
59 Bertemu Lagi
60 Reuni Akbar
61 Kekacauan!
62 Pak Wanto
63 Aku Melihatnya?
64 Kuntilanak Laki
65 Budak Gabek
66 Sebab Kecelakaan
67 Penyebab Luka
68 Kendalikan Diri
69 Ketahuan?
70 Indigo
71 Pengakuan
72 Hubungannya adalah...
73 Cerita Hidup Kun
74 Kun dan tante Arsya
75 Penyelesaian Kesalahpahaman
76 Murid Baru
77 Pertanda Buruk
78 Tragedi di Bukit Fathin Sungailiat
79 Gino
80 Berikan Jawabannya
81 Jadi Gila?
82 Beruang Kaya Raya Lagi
83 Ketahuan Ayah
84 Jejak Ayah
85 Kembalikan Saja
86 Lagu Syukur
87 Agam is protected
88 Taruhan
89 Niat buruk
90 Rencana Terselubung
91 Bunuh Agam
92 Pesan Untukmu
93 Abah tahu, siapa kamu..
94 Ketakutan Kun
95 Foto Para Korban
96 Sebut Nama Pak Wanto
97 Rencana Akhir Pekan
98 Menuju Tempat Bersejarah Muntok
99 Menumbing Muntok
100 K.O
101 Keceplosan
102 Takdir
103 Persiapan LKS
104 LKS H-1
105 LKS Pertama Sukses
106 Perempuan Berkebaya Hitam
107 Menuju LKS H-2
108 LKS H-2
109 Misi LKS H-2 Dimulai
110 Asas Kebersamaan
111 Selamat Tinggal Agam
112 Kehilangan
113 Beliau Kiai?
114 Beberapa Analisis
115 Darah
116 LKS H-3
117 Kesurupan Massal Lagi?
118 Kun di Sisiku
119 Don't Touch Agam!
120 Merelakan Pergi
121 About Maxim
122 Pengukuhan Pelantikan OSIS
123 Terkuak!
124 Makna Tersirat
125 Sudah mati
126 Reinkarnasi?
127 K.U.N is Back
128 Together
129 Kun Muslim?
130 Salah Masuk Kamar
131 Kamar Barend Otte
132 Terbalik
133 Tugas
134 Di Larang??
135 Kayu Utas Bangka
136 Perjalanan ke Tujuan
137 Rara Menghilang
138 Berpencar
139 Berpencar Pt. II
140 Selamat
141 Pantangan Bukit Sakral
142 Legenda Bukit Maras dan Sitambun Tulang Bangka
143 Juru Kunci Bukit Maras
144 Paku
145 Rara di Temukan!
146 Kepulangan Rara
147 Terpanggil dan Terpilih
148 Seharian di Alam Gaib
149 Memutuskan dan Kembali
150 Undangan
151 Rumah Maxim
152 Maukah Kamu Ikut?
153 Ironi
154 Garis Polisi
155 Kasus Telah di Buka
156 Darah Beruang Kaya Raya
157 Alibi Licik Barend Otte
158 Nirwana Team
159 Keanehan Korban
160 Peraturan
161 Peraturan dari Agam
162 Pembuktian dari Realisasi Peraturan Baru
163 Lindungi Tim Nirwana
164 Caraku Melindungimu
165 Suatu Hal
166 Barend Otte Mulai Bergerak
167 Jangan Khawatir, Agam..
168 Murid Baru
169 Menghidupkan Kun
170 Menyesuaikan Diri
171 Berpisah Lagi
172 Ini Adikmu
173 Selalu Agam
174 Rumahmu, Agam
175 Anak kedua ibu Dinda
176 Penjelasan Kun
177 Kekhawatiran
178 Back to School
179 Pembelaan
180 Dara Selanjutnya?
181 Pernyataan Cinta
182 Mantan ART
183 Pesan dalam Games
184 Darah or Dara?
185 Ibu Maxim
186 Natasha
187 Maksud Terselubung Agam
188 Korban Berikutnya
189 Poor Zaki
190 Jangan Ikut Campur
191 Apa Maksud Natasha?
192 Kengerian Peristiwa Enam Belas tahun Lalu
193 Paras yang Mengejutkan
194 Mengundurkan Diri
195 Bukan Papi Maxim
196 Suganda
197 Darah Keturunan
198 Pertemuan Kedua
199 Masa Lalu Natasha
200 Bela Tertangkap
201 Kejar-kejaran
202 Ujian Nirwana
203 Dimensi Berbeda
204 Penjelasan
205 Kerja Sama
206 Pemberian Buku dan Kode Perpisahan
207 Hadiah dari Tuan
208 Kami di Jemput
209 Buku Aneh
210 Ludira
211 Bunker
212 Deskripsi Bunker
213 Lorong dari Perapian
214 Gudang Lantai Tiga
215 Max Tak Terima
216 Apa Tujuan Ludira?
217 Who's Next?
218 Youre Loser !
219 Perlawanan di Mulai
220 Lingkaran Permainan
221 Jatuhnya Korban Lagi
222 Terdesak
223 Nirwana Mulai Bergerak
224 Maxim dalam Bahaya
225 Bertemu Barend Otte
226 KUN POV
227 ABU
228 Flashback
229 Cerita Kematian Kun
230 Sebab-sebab
231 Catatan Alexander di Temukan
232 Bertemu Kembali
233 Pada Zaman Dahulu
234 Perlawanan
235 Rencana
236 Persiapan Kesekian Kalinya
237 Misi Terakhir di Dalam Bunker
238 Misi Terakhir Selesai
239 Misi sukses, dengan Beberapa Korban
240 Bercanda atau Jujur?
241 OTW Malam Jum'at Kliwon
242 Kemarahan Ludira
243 Telah Tiba
244 Agam Beraksi
245 Kekacauan Parah
246 Terbongkarnya S2
247 Kehancuran Team Nirwana
248 Pengkhianatan KUN
249 Agam Pulih
250 Perjanjian Sesungguhnya
251 Wake Up!!!
252 Kebangkitan Adgam Soeganda
253 Berhadapan dengan Ludira
254 Memanfaatkan Situasi
255 Saran Kun
256 Kami Semua Bersamamu
257 Last and Begin
Episodes

Updated 257 Episodes

1
Tantangan VS Pantangan
2
Berhenti atau Teruskan?
3
Note Author
4
Lukisan seorang lelaki Misterius
5
Bukan Lukisan Itu?!
6
Bencana di Mulai
7
Kesurupan?
8
Diikuti
9
K.U.N
10
Pertukaran Ludah
11
Cemburu
12
Senjataku Berfungsi
13
Ayo Bertukar
14
Kun OTW Weekend
15
Kun WeekEnd
16
Besok Senin
17
Badai Datang!
18
Kesurupan Massal
19
Agam di Rasuki
20
Agam di Incar
21
Maxim Beraksi
22
Adam or Agam?
23
Jailangkung
24
Penyelesaian
25
Menangis?
26
Sudah Ingat
27
Mau Kabur???
28
Danau Kaolin / Kulong Biru
29
Rumah Nenek-Kakek
30
Sudah Sampai?
31
Menghilang di Benteng Toboali
32
Hampir Mati
33
Mimpi atau Nyata?
34
Rukiah
35
Fakta Baru Masa Lalu
36
Siswi yang Menghilang
37
Misi Milikmu
38
Klakson Tiga Kali
39
Kuburan tak Berpenduduk
40
Mulai Curiga
41
Membalik Keadaan
42
Visual Karakter
43
Di Ganggu?
44
Persiapan
45
Pencarian
46
Buku Tahunan
47
Pencarian Informasi
48
Keterkaitan?
49
Ra?
50
Dia?
51
Sia-sia
52
Gaib atau Manusia?
53
"Kun Rubbuno Nuril Jukim"
54
Kiai
55
Ayah dan Agam
56
Malet dan Kepunen
57
Insiden Gladi Resik
58
Akibat Buruk
59
Bertemu Lagi
60
Reuni Akbar
61
Kekacauan!
62
Pak Wanto
63
Aku Melihatnya?
64
Kuntilanak Laki
65
Budak Gabek
66
Sebab Kecelakaan
67
Penyebab Luka
68
Kendalikan Diri
69
Ketahuan?
70
Indigo
71
Pengakuan
72
Hubungannya adalah...
73
Cerita Hidup Kun
74
Kun dan tante Arsya
75
Penyelesaian Kesalahpahaman
76
Murid Baru
77
Pertanda Buruk
78
Tragedi di Bukit Fathin Sungailiat
79
Gino
80
Berikan Jawabannya
81
Jadi Gila?
82
Beruang Kaya Raya Lagi
83
Ketahuan Ayah
84
Jejak Ayah
85
Kembalikan Saja
86
Lagu Syukur
87
Agam is protected
88
Taruhan
89
Niat buruk
90
Rencana Terselubung
91
Bunuh Agam
92
Pesan Untukmu
93
Abah tahu, siapa kamu..
94
Ketakutan Kun
95
Foto Para Korban
96
Sebut Nama Pak Wanto
97
Rencana Akhir Pekan
98
Menuju Tempat Bersejarah Muntok
99
Menumbing Muntok
100
K.O
101
Keceplosan
102
Takdir
103
Persiapan LKS
104
LKS H-1
105
LKS Pertama Sukses
106
Perempuan Berkebaya Hitam
107
Menuju LKS H-2
108
LKS H-2
109
Misi LKS H-2 Dimulai
110
Asas Kebersamaan
111
Selamat Tinggal Agam
112
Kehilangan
113
Beliau Kiai?
114
Beberapa Analisis
115
Darah
116
LKS H-3
117
Kesurupan Massal Lagi?
118
Kun di Sisiku
119
Don't Touch Agam!
120
Merelakan Pergi
121
About Maxim
122
Pengukuhan Pelantikan OSIS
123
Terkuak!
124
Makna Tersirat
125
Sudah mati
126
Reinkarnasi?
127
K.U.N is Back
128
Together
129
Kun Muslim?
130
Salah Masuk Kamar
131
Kamar Barend Otte
132
Terbalik
133
Tugas
134
Di Larang??
135
Kayu Utas Bangka
136
Perjalanan ke Tujuan
137
Rara Menghilang
138
Berpencar
139
Berpencar Pt. II
140
Selamat
141
Pantangan Bukit Sakral
142
Legenda Bukit Maras dan Sitambun Tulang Bangka
143
Juru Kunci Bukit Maras
144
Paku
145
Rara di Temukan!
146
Kepulangan Rara
147
Terpanggil dan Terpilih
148
Seharian di Alam Gaib
149
Memutuskan dan Kembali
150
Undangan
151
Rumah Maxim
152
Maukah Kamu Ikut?
153
Ironi
154
Garis Polisi
155
Kasus Telah di Buka
156
Darah Beruang Kaya Raya
157
Alibi Licik Barend Otte
158
Nirwana Team
159
Keanehan Korban
160
Peraturan
161
Peraturan dari Agam
162
Pembuktian dari Realisasi Peraturan Baru
163
Lindungi Tim Nirwana
164
Caraku Melindungimu
165
Suatu Hal
166
Barend Otte Mulai Bergerak
167
Jangan Khawatir, Agam..
168
Murid Baru
169
Menghidupkan Kun
170
Menyesuaikan Diri
171
Berpisah Lagi
172
Ini Adikmu
173
Selalu Agam
174
Rumahmu, Agam
175
Anak kedua ibu Dinda
176
Penjelasan Kun
177
Kekhawatiran
178
Back to School
179
Pembelaan
180
Dara Selanjutnya?
181
Pernyataan Cinta
182
Mantan ART
183
Pesan dalam Games
184
Darah or Dara?
185
Ibu Maxim
186
Natasha
187
Maksud Terselubung Agam
188
Korban Berikutnya
189
Poor Zaki
190
Jangan Ikut Campur
191
Apa Maksud Natasha?
192
Kengerian Peristiwa Enam Belas tahun Lalu
193
Paras yang Mengejutkan
194
Mengundurkan Diri
195
Bukan Papi Maxim
196
Suganda
197
Darah Keturunan
198
Pertemuan Kedua
199
Masa Lalu Natasha
200
Bela Tertangkap
201
Kejar-kejaran
202
Ujian Nirwana
203
Dimensi Berbeda
204
Penjelasan
205
Kerja Sama
206
Pemberian Buku dan Kode Perpisahan
207
Hadiah dari Tuan
208
Kami di Jemput
209
Buku Aneh
210
Ludira
211
Bunker
212
Deskripsi Bunker
213
Lorong dari Perapian
214
Gudang Lantai Tiga
215
Max Tak Terima
216
Apa Tujuan Ludira?
217
Who's Next?
218
Youre Loser !
219
Perlawanan di Mulai
220
Lingkaran Permainan
221
Jatuhnya Korban Lagi
222
Terdesak
223
Nirwana Mulai Bergerak
224
Maxim dalam Bahaya
225
Bertemu Barend Otte
226
KUN POV
227
ABU
228
Flashback
229
Cerita Kematian Kun
230
Sebab-sebab
231
Catatan Alexander di Temukan
232
Bertemu Kembali
233
Pada Zaman Dahulu
234
Perlawanan
235
Rencana
236
Persiapan Kesekian Kalinya
237
Misi Terakhir di Dalam Bunker
238
Misi Terakhir Selesai
239
Misi sukses, dengan Beberapa Korban
240
Bercanda atau Jujur?
241
OTW Malam Jum'at Kliwon
242
Kemarahan Ludira
243
Telah Tiba
244
Agam Beraksi
245
Kekacauan Parah
246
Terbongkarnya S2
247
Kehancuran Team Nirwana
248
Pengkhianatan KUN
249
Agam Pulih
250
Perjanjian Sesungguhnya
251
Wake Up!!!
252
Kebangkitan Adgam Soeganda
253
Berhadapan dengan Ludira
254
Memanfaatkan Situasi
255
Saran Kun
256
Kami Semua Bersamamu
257
Last and Begin

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!