K.U.N
“Oh, murid baru ya?? Mari ibu antar.”
Aku menganggukkan kepala. Sudah cukup lama aku menunggu di lobby sekolah sambil sesekali membaca Visi dan Misi sekolah, Motto serta yang lain sebagainya. Tidak lupa juga aku melihat piala yang terpampang di dalam etalase sebesar dinding ruangan lobby.
Kini aku berjalan mengikuti ibu guru dengan rambut yang ia kuncir satu. Rambutnya wangi sekali, ibu ini juga terlihat masih muda. Sepertinya ia baru saja menikah atau baru memiliki anak satu tampaknya.
“Nama ibu Yuyun. Ibu mengajar matematika di sekolah ini. Kamu murid bajakan kan? Karena pintar dan menang olimpiade matematika bulan lalu? Kamu ngalahin anak murid ibu loh kemarin.” Ucapnya ramah sambil tertawa renyah.
“Oh, nama saya Agam bu.”
“Ibu sudah tahu. Siapa sih yang gak tahu, pas kamu menang olimpiade dengan nilai sempurna, kamu jadi perbincangan guru-guru di sini.”
“Perbincangan?”
“Iya!” Singkat ibu Yuyun sambil mengangguk dan berjalan cepat menuju salah satu ruang kelas.
“Murid di sekolah ini sudah langganan juara olimpiade, apalagi matematika. Ibu sempat kaget dan stres ketika murid ibu kalah. Ibu bersikeras untuk meminta kepala sekolah membajakmu kesini. Kami juga sempat datang ke rumahmu agar kamu bisa pindah ke sekolah ini. Ternyata rayuan ibu berhasil..”
“Pantas aja ibuku tiba-tiba menyuruhku pindah sekolah. Ternyata mereka yang udah meracuni ibu dengan embel-embel sekolah terbaik dan beasiswa.” Gumamku dalam hati.
Ku lihat ibu Yuyun berhenti pada sebuah kelas. Ia menoleh dan tersenyum ke arahku sesaat sebelum mendorong pintu kelas tersebut.
“Kamu tunggu di sini dulu ya, ibu mau kasih kejutan ke temen-temen kamu.” Perintahnya sambil menunjuk ke arah lantai. Aku pun mengangguk dan menunggu di depan kelas sesuai perintahnya.
“Ibu guru ini manis banget. Jiwanya masih muda dan kayaknya asik.” Gumamku lagi sambil menunggunya. Ku dengar suara lantangnya di dalam kelas setelah ia meninggalkanku di luar.
“Selamat pagi murid-murid ibu..”
“Pagi bu..” Sahut siswanya serentak.
“Hari ini, kita kedatangan murid baru.”
“Cewek apa cowok buk?”
“Hmm, tebak dong.” Ucap bu Yuyun hingga membuatku tersenyum sendiri.
“Pasti cewek cantik.. kayak bu Yuyun.”
“Masa’?”
“Iya dong ibu cantik. Guru paling cantik di sekolah ini.”
“Nanti ibu Deska marah loh kalau kalian bilang gitu.”
“Kenyataan bu, bu Deska si guru kesenian itukan cuma cantik karena make up-nya doang.” Timpal muridnya hingga membuat bu Yuyun tertawa.
“Masih lama? Apa aku masuk aja.” Gumamku yang memang tidak sabaran ini.
“Udah ya.. kita lanjutin perkenalan murid barunya.” Mendengar perkataan bu Yuyun, aku segera bersiap dengan meletakkan tanganku di gagang pintu.
“Masuk.” Pinta bu Yuyun dan langsung membuatku mendorong pintu kelas tersebut.
Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam kelas, dan melemparkan pandanganku
pada murid-murid yang sepertinya sedari tadi penasaran dengan kehadiranku. Ku lihat mata mereka membulat besar, terlebih lagi mata para siswinya. Dan para siswa hanya memasang wajah datar mereka. Mungkin saja mereka kecewa karena menginginkan murid baru perempuan yang cantik.
“Ayo.. silahkan berkenalan.” Ucap bu Yuyun ketika aku telah berdiri di depan kelas.
“Hai semua.. namaku Agam Suganda, aku pindahan dari SMA N 1.”
“Hai Agam...” Sahut mereka serentak.
“Sudah?” Tanya bu Yuyun. Aku pun menganggukkan kepalaku.
“Bu.. kami gak boleh nanya-nanya gitu?” Ucap seorang perempuan sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
“Boleh kok, silahkan.” Jawab Bu Yuyun.
“Agam.. udah punya pacar belom... Kyaaa!!!” Tanya salah satu teman kelasku yang perempuan. Membuatku sedikit tersipu karena mendapatkan pertanyaan seperti itu secara tiba-tiba. Murid yang lain menyorakinya ketika mendengar pertanyaan yang seperti itu.
“Mm.. belum.” Singkatku tanpa berpikir.
“Punya mantan berapa?” pertanyaan aneh yang lainnya pun muncul. Aku hanya meringis.
“Pertanyaan macam apa tuh?” Keluhku.
“Dasar, cewek kelas ini keganjenan semua. Gabisa liat cowok cakep.” Keluh siswa laki-laki hingga membuat perempuan kelas mereka kembali menyoraki.
“Gue aja deh yang nanya..”
“Bro.. hobi lu apa?”
“Melukis.” Singkatku.
“Wah kita sama!!”
“Beda kali!! Lu kan ****.” Singgung salah satu temannya.
“Iya beda..” Sambung Bu Yuyun. “Agam ini rank satu umum di sekolahnya. Ini juga yang kemarin ngalahin Maxim di olimpiade matematika.” Sambungnya lagi. Ku lihat raut kagum dari teman-teman yang berada di depanku. Kecuali seraut wajah yang nampak muram setelah bu Yuyun mengatakan hal tersebut. Apakah itu lelaki yang bernama Maxim?
“Yaah, Ibu Yuyun mah jahat! Masa’ bilang bedanya kenceng banget.” Keluh lelaki yang baru
saja bertanya tentang hobi kepadaku, teman-teman baruku yang berada di dalam kelas langsung tertawa serentak.
“Kalo eskul yang kamu minati apa Gam? Melukis juga kah? Apa jangan-jangan kamu ketua eskul itu?” Aku berpikir sejenak.
“Di sekolahku kemarin, aku ikut eskul melukis juga. Tapi aku bukan ketua eskulnya.”
“Kenapa? Kayaknya kamu cocok kalau jadi pemimpin.. kayak calon imamku gitu..”
“Huuuuu” Sorak teman-teman kelasku lagi.
“Yah.. Aku gak bisa merangkap jadi ketua kan. Harus milih salah satunya.”
“Emangnya kamu jadi ketua apa?”
“Aku ketua osis di sekolah ku yang dulu.” Sahutku.
“Wuuuuuuuu.. keren..” Ucap mereka serentak sambil menatap ke arah lelaki yang masih berwajah masam tersebut.
“Wah, Agam hebat ya..” Sambung bu Yuyun. “Jadi kamu emang jadi saingan baru deh buat Maxim. Maxim kan ketua osis juga, dia juga memegang juara umum satu di sekolah ini.” Aku terdiam mendengarnya. Firasatku mengatakan kalau kami memang akan jadi saingan nantinya. Bahasa kasarnya adalah
musuh.
Secara aku sudah mengalahkannya dalam olimpiade matematika yang biasa ia menangkan. Meskipun aku pintar, tapi aku sangat malas untuk ikut perlombaan seperti itu. Tapi karena desakan dari kepala sekolah yang lama, akhirnya aku menuruti kemauan mereka untuk menjadi wakil sekolah di olimpiade matematika. Tak di sangka, olimpiade pertamaku malah langsung menjuarainya. Di tambah lagi, di sekolahku yang lama, kami memiliki jabatan yang sama, yaitu ketua osis. Sepertinya ini akan jadi buruk.
“Perkenalannya masih lama bu? Ini sudah hampir tiga puluh menit untuk perkenalan. Membuang-buang waktu belajar aja.” Keluh Maxim sambil bertekan dagu dan dengan angkuhnya menoleh ke arah jendela kelas.
“Oh, maaf.. Maxim sudah semangat untuk belajar ya?”
“Agam, kamu duduk di bangku kosong ya.” Ucap bu Yuyun sambil menatapku. Aku pun mengangguk dan berjalan ke arah bangku kosong paling ujung.
“Baik.. pelajaran pertamanya langsung kita mulai ya..” Sambung bu Yuyun ramah sambil tersenyum.
“Yaaaah....” Keluh teman-temanku.
.
.
.
.
*Author POV
Bel istirahat telah berbunyi, para siswa dan siswi keluar dari dalam kelas menuju kantin. Ada yang pergi ke toilet, sekedar bercengkrama di dalam kelas, dan juga nongkrong di taman sekolah. Sementara itu di depan kelas X5, siswi perempuan berkumpul sambil membahas tentang murid pindahan.
“Iya.. katanya ada siswa baru di kelas X3. Ganteng banget loh..”
“Yang bener?”
“Beneran.. tadi gue gak sengaja liat dia pas jalan bareng bu Yuyun pagi tadi. Ganteng banget dong..”
“Katanya juga ketua osis di sekolahnya yang lama.”
“Wah, keren!”
“Terus dia juga yang kemarin ngalahin Maxim di olimpiade. Makanya dia di bajak ke sekolah kita.. Belum ada sejarahnya sekolah kita kalah di olimpiade, apalagi matematika. Maxim pasti stress banget deh. Mana sekelas lagi.”
“Yang bener? Dia yang ngalahin Maxim?”
“Jadi penasaran deh.. tapi kata kelas sebelah sih emang ganteng. Mereka udah liat.”
“Dia kelas X3 kan? Kita tunggu aja di sini, kalo dia ke kantin, pasti harus lewat kelas kita kan.”
“Bener.. bener.. tunggu aja di sini, sampai dia keluar.”
Tak lama berselang, seseorang yang nampak asing dan tak pernah mereka lihat keluar dari dalam kelas X3. Ia di kerubuti perempuan di kelasnya. Dia adalah sosok lelaki yang tinggi dan putih. Rambut hitamnya dibiarkan
tergerai menjuntai menutupi dahinya. Tatapan matanya terlihat lembut namun tajam. Hidungnya mancung bak perosotan. Bibirnya melengkung tipis saat ia menutupnya. Ia berjalan dengan penuh karismatik dan terlihat begitu manly.
Sekejap penampilannya langsung saja membungkam diam mulut-mulut siswi kelas X5 yang sudah menantikannya sejak tadi. Mereka membiarkan anak baru itu lewat sambil tak henti-henti memandanginya.
Setelah lelaki itu melewati mereka, barulah mereka tersentak dan sadar, kalau anak baru itu benar-benar tampan. Dia benar-benar sosok sempurna yang ada di dunia. Pintar, populer dan juga tampan.
“Gilasih.. itu dia?”
“Ganteng banget dong, mau pingsan guee..”
“Jangan pingsan disini!! Kalo lu pingsan di sini, badan lu kita gelindingin!”
“Ih jahat!! Aku minta tolong anak baru itu aja.”
“Ih ngarep.. pasti dia itu punya pacar.”
“Lu jangan bikin patah hati dong, gimanasih..”
*Author POV end
.
.
.
.
Sudah beberapa hari aku bersekolah di Sma yang baru ini. Setiap hari aku selalu mendengar perempuan-perempuan di kelasku dan perempuan dari kelas lain datang ke kelas ku untuk menyuruhku menyalonkan diri menjadi ketua osis yang baru. Tentu aku menolaknya dengan berbagai alasan.
Sampai pada saat, semua guru ikut campur urusan para siswa dengan ikut menyalonkan diriku menjadi ketua osis yang baru. Tentu saja status mereka sebagai guru memberikan dampak yang besar, terutama pada anggota osis. Hal ini pun mereka bicarakan saat rapat osis sore tadi.
*Author POV
“Gimana ini.. Ketua osis itu di pilih oleh semua siswa, tapi sekarang banyak orang yang gak mau lagi liat lu jadi ketua osis Max.” Maxim hanya terdiam dengan wajah yang tertekuk.
“Iya.. guru-guru juga malah ikutan buat nyalonin murid baru itu. Emang sih dia perfect, dan kayaknya cocok banget jadi ketua osis. Tapi kan disini udah ada Maxim, emang bisa apa main serobot gitu aja?”
“Iya, dari awal dia dateng juga kayaknya tuh anak songong! Gue gak suka banget!”
“Eh, lu diem deh!! Lu bilang gitu karena iri kan, muka dia ganteng, terus dia pinter, bertanggung jawab, pemimpin yang baik, dan sosialnya tinggi. Lu iri kan sama Agam?!”
“Lu yang diem!! Ini semua karena cewek sekolah kita yang kecentilan! Emang kalian milih ketua osis itu bukan
dari kepemimpinannya atau apa, tapi dari gantengnya kan?!”
“Sembarangan!! Jadi lu ngatain gue gatel gitu?”
“Emang!!”
“Udah udah.. kok kalian malah adu urat gitu! Emang sih gak bisa asal lengser ketua osis gitu aja, terlebih dalam kepemimpinannya, Maxim oke juga. Tapi yang jadi masalah disini, guru-guru juga ikut nyalonin Agam.. apa harus pemilihannya di ulang? Kandidatnya Agam sama Maxim?” Maxim
terdiam.
“Kalau seandainya gue ikut pemilihan ulang, dan ternyata kalah dari Agam, tentu aja reputasi gue jadi ancur dong.. tapi, apa ada cara lain biar gak perlu adanya pemilihan ulang?” Gumam Maxim dalam
hati.
“Kayaknya gue punya ide bagus..” ucap Maxim yang pada akhirnya memecahkan kesunyian yang ada.
“Apa Max?”
“Besok, sepulang sekolah, kita kumpulin semua siswa atau perwakilan dari siswa aja. Gue punya tantangan buat Agam.. kalau emang dia mau jadi ketua osis dan ngegantiin gue, kita gak perlu pakai cara pemilihan ulang. Itu pakai budget, dan budget itu lumayan gede, untuk tinta, dan kertas kandidatnya, jadi gue punya cara yang gratis buat dia.”
“Oke.. besok gue atur jadwal buat anak-anak yang lain..”
*Author POV End
.
.
.
.
.
Besok harinya, semua siswa sudah berkumpul di ruang aula sekolah setelah jam pelajaran selesai. Maxim mulai berpidato panjang lebar untuk mengutarakan maksudnya. Ia pun memintaku untuk memberikan visi misi nya untuk siswa, jika kelak aku akan menggantikan Maxim menjadi ketua osis. Tentu saja aku menolaknya. Aku tidak pernah ingin untuk menggantikan siapa pun dari jabatannya.
“Lu gabisa nolak Gam.. ini menyangkut reputasi gue di mata guru-guru. Mereka entar nganggepnya gue lagi yang gila jabatan! Lagian kalo lu jadi ketua osis, otomatis gue langsung jadi wakilnya. Jadi sama aja kan.”
“Iya Gam. Kenapa lu harus nolak gitu sih.. gapapa lagi, kita percaya kok, lu itu bagus jadi pemimpin.” Aku kembali terdiam.
“Apa langsung pemungutan suara aja? Jadi gak usah pakai pemilu gitu..”
“Iya bener, no budget juga kan? Yang pilih Agam angkat tangan!!!” Seru salah seorang perempuan hingga membuat hampir sebagian siswa dan siswi di ruangan tersebut mengangkat tangannya.
“No no no!! Kalau itu tentu aja dia yang menang.” Potong Ciko, salah satu anggota osis.
“Dari banyaknya suara kalian itu lah yang bikin gue mempertimbangkan keinginan kalian untuk melengser gue dari jabatan ketua osis. Jadi cara itu gabisa kalian pakai untuk keadilan. Karena gue baru dua bulan
menjabat jadi ketua osis. Apa kalian gak punya martabat dan etika serta keadilan buat gue? Kalian melengser gue sementara gue gak pernah melakukan kesalahan apa pun selama gue menjabat?” Seisi ruangan terdiam.
Tentu saja perkataan Maxim sangat benar. Ia menjabati ketua osis dengan baik dan tidak melakukan kesalahan apa pun, tapi sejak aku datang, semua berubah, dan dengan seenaknya siswa dan siswi serta guru menyalonkan aku begitu saja.
“Untuk menjadi pemimpin, di perlukan sebuah keberanian..” Ucap Maxim sambil menatapku tajam.
“Kalo lu mau ambil jabatan gue, lu harus nerima tantangan dari gue.. kecuali kalo lu nolak. Artinya lu banci dan gak pantes jadi pemimpin.” Ucapnya hingga membuat dadaku memanas mendengarnya.
Ini bukan lagi perihal jadi ketua osis atau tidak. Tapi ia sedang merendahkan martabatku sebagai seorang lelaki. Kalau aku menolak, bearti aku adalah banci baginya.
“Apa tantangannya?” Tanyaku datar, menahan segenap emosi yang memenuhi dada hingga kerongkonganku.
“Di sekolah ini, ada suatu tempat yang terkenal angker.. Gudang di lantai tiga sekolah.” Aku mengangkat sebelah alisku.
“Terus?”
“Di sana ada sebuah lukisan yang terkenal angker, karena di lukis oleh pemiliknya sebelum ia menghilang selamanya dari dunia ini. Ada rumor yang beredar kalau dia adalah murid sekolah ini dan udah mati di bunuh,
dan bangkainya gak di temukan sampai saat ini, dan yang perlu lu lakuin adalah.. masuk ke sana jam dua belas malam tepat, terus mau lu apain kek lukisan itu.. Terserah elu, yang penting, elu harus meninggalkan jejak di sana, sebagai bukti kalau elu emang udah masuk ke dalem gudang tersebut.. Berani?” tanya Maxim padaku.
“Bera..”
“Gak boleh!! Apa-apaan lu Max!!” Keluh Ciko yang sepertinya keberatan dengan tantangan yang di berikan Max padaku. Bahkan ia memotong perkataanku sebelum aku selesai berbicara.
“Iya!! Lu tau kan pantangan di sekolah ini apa? Gila lu ya?!”
“Iya, gue juga gak setuju!! Itu bahaya kan?”
“Lu jangan cari masalah besar deh Max..”
“Lu mau ngorbanin anak baru itu ya? Keterlaluan lu Max..”
“Apa yang salah? Ini kan cuma tantangan doang. Dia bisa nolak kok kalau dia takut.” Ucap Max kembali meremehkanku.
“Sial*n! Barusan dia ngatain gue penakut?” Keluhku kesal dalam hati.
“Gimana? Berani gak?” Tantangnya lagi padaku.
“Kapan lu mau gue masuk ke gudang itu?” Tanya ku balik, hingga membuat seraut wajah panik muncul di wajah teman-temanku, terutama anggota osis.
“Malam ini juga!” Jawabnya dengan memberikan penekanan pada kata terakhirnya.
“Stay jam sepuluh.” Ucapku sebelum berlalu. Maxim nampak tersenyum puas ketika aku meninggalkan ruang aula.
“Gimana?” Tanya Teya yang merupakan anggota osis sambil menatap Ciko. Ciko hanya mengendikan pundaknya.
“Anak baru itu gak tau pantangan di sekolah ini, kalau misalnya terjadi sesuatu dan dia..”
“Ssstt, gue juga bingung Te.. lu gak usah bikin tambah panik deh. Lagian kayaknya tuh anak baru gak mau nolak tantangan itu kan?”
“Tapi kan...” Teya terdiam dengan raut pucatnya.
“Kita semua disini tahu pantangan sekolah kita, tapi dia enggak. Apa kalian semua, lagi mempertaruhkan Agam?”
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Fransiska Nathalia
Thor cerita mu d jiplak d lapak sebelah dengan judul Qiun si hantu cantik. mirip banget ceritanya, cuma tokoh utama perempuan
2024-05-14
0
guest1053764442
di baca lagi deeeh ,tpi syg cuma smpe ending nya ga selesai 😭😭😭
2024-04-01
0
Fasya Aulia
Baca ulang meskipun tetep kecewa di akhir wkwkwk
2024-03-23
1