Aku terdiam. Bukan pasal ketakutan atas apa yang barusan ia katakan, tapi aku tidak mengerti, dan tidak dapat mencerna maksud dari kalimatnya itu. Maksud dari ceritanya itu. Sulit... jalan ceritanya rumit.
“Maksud lu apa sih?” Tanyaku heran.
“Gue rasa lu cukup pinter buat nangkep apa maksud dari ucapan gue tadi.” Balas Maxim padaku. Aku kembali terdiam beberapa saat, sampai akhirnya aku menyembur tawa yang sempat tertahan. Maxim dan yang lainnya hanya mengernyit heran menatapku. Mungkin saja mereka bingung kenapa aku tertawa seperti itu.
“Jadi..”
“Jadi lu percaya cerita begituan?” Balasku lagi padanya, hingga ia sedikit melongo menatapku.
“Max.. Max.. ini udah zaman apa sih? Kok lu masih jadi manusia jahiliyah aja? Percaya yang begituan.” Ucapku lagi sambil kembali tertawa menahan sakit yang ada di perutku. Maxim terlihat geram. Ia mengerekatkan giginya menatapku.
“Jadi menurut lu, luka-luka di wajah dan badan kita ini becandaan juga?” Ucapnya hingga membuatku terbungkam. Benar.. tubuh mereka luka-luka, dan apa penyebabnya?
“Btw, emangnya kalian kenapa?” Maxim langsung berjalan menghampiriku.
“Elu!!” Ia menunjuk wajahku dengan jari telunjuknya.
“Tadi kesurupan, dan elu nyerang kita semua!!’” Balasnya dengan penuh amarah yang ia tahan. Seketika aku terdiam. Dari raut wajahnya. Ia benar-benar sangat marah. Ia pun menurunkan telunjuknya dari hadapanku, sambil membuang wajahnya ke arah lain.
“Kesurupan?” Gumamku. Dan aku kembali teringat dengan perkataan yang di ucapkan Lian padaku di Uks tadi. Berarti dia tidak berbohong mengenai aku yang kesurupan di gudang?
(Flashback)
*Maxim POV
“Jelas-jelas gue nandatanganin lukisan.. bukan cermin.. cowok berambut putih.. matanya hijau, bajunya putih. Dia ngangkat sebelah tangannya yang di lumurin darah.. bukan cermin kok.”
“Buktinya apa dong?” Kami kembali menertawai Agam.
Agam terdiam.
“Pantulan makhluk halus yang sebenarnya.”
“Berarti.. saat bertatapan itu, kami emang lagi...”
“Dia ngomong apa sih Max?” Bisik Ciko padaku. Aku hanya menggeleng pelan sambil terus menatap Agam.
Tiba-tiba saja ada sesuatu yang aneh. Tubuh Agam seolah tersentak kaget, padahal saat itu tidak ada yang mengagetinya. Aku langsung mengernyit bingung. Aku menyadari ada yang tidak beres pada Agam.
Ku lihat Agam tertunduk. Ia menatap lantai sambil terpejam, dan menggeliatkan tubuhnya. Seperti lelaki yang baru selesai buang air kecil. Aku pun mendekatinya, karena sejak tadi gestur tubuhnya sedikit aneh.
“Gam.. Lu kenapa?” Tanyaku sambil menepuk pundaknya.
Akhirnya Agam mengangkat kepalanya. Ia menatapku, dan mata kami pun bertemu. Ku lihat, mata hitam kecoklatan Agam tiba-tiba saja berubah menghijau. Putih matanya pun kian memerahkan urat-uratnya.
Ia menatapku, tidak.. itu lebih tepat di bilang sedang melotot ke arahku. Aku langsung tersentak dan melepaskan tanganku di pundaknya. Aku terkejut. Tiba-tiba saja aku merasa bulu kudukku berdiri.
Ia langsung menyeringai ketika melihat respon dan wajah ketakutanku. Aku pun memundurkan langkahku menjauh darinya.
“Max.. itu.. itu Agam kah?” Tanya Ciko dengan suara yang kian gemetar. Ku rasa tidak hanya aku yang sedang merasakan sensasi menakutkan dari tatapan Agam, tapi Ciko dan yang lainnya juga, semua orang yang sedang berada di dalam ruangan ini.
Tiba-tiba saja Agam berteriak kencang. Ia menjerit, membuat kami semua menutup telinga karena bisingnya. Suaranya lebih mirip dengan teriakan tirex atau sejenisnya. Menjerit seperti kesakitan.
“Gyaaaaah!! Saya bunuh anak ini!!” Pekik Agam sambil melingkarkan kedua telapak tangan ke lehernya.
Ia bersungguh-sungguh. Ku lihat urat tangannya sampai keluar, ia benar-benar menyekik dirinya sendiri dengan sekuat tenaga. Wajah Agam merah padam, ia kesulitan bernapas nampaknya. Ciko, Zaki dan yang lainnya malah mundur semakin menjauhi Agam. Wajah mereka ketakutan.
Apa? Apa yang harus ku lakukan? Semua ini terjadi karena aku! Karena ulahku yang menantang Agam. Kalau sekarang ku biarkan dan Agam mati, maka aku lah yang di salahkan di sini. Aku tidak mau di salahkan. Tidak!
Tanpa pikir panjang, aku segera berlari menuju Agam dan berdiri di belakangnya. Ku kunci kedua lengannya, agar ia tak bisa melakukan apa-apa lagi. Namun, tubuh Agam yang sepertinya dua cm di bawahku ini memiliki tenaga yang luar biasa. Ia menggeram dan menggertak, melawanku dengan penuh kekuatan.
Aku kewalahan. Benar-benar tak berdaya dibuatnya. Ku kencangkan kuncianku padanya, namun yang terjadi, aku yang semakin melemah dan kehabisan tenaga. Ia menampik tanganku, dan menyikutku. Membuatku terpelanting lumayan jauh dari tempat semula. Aku pun jatuh terhempas menghantam kardus-kardus yang berisi tumpukkan kertas.
“Max!!!” Sayup-sayup ku dengar pekikkan suara Zaki. Sial! Hantaman ini membuat kepalaku pusing. Aku nyaris kehilangan kesadaran.
“Hentiin dia!! Dia bisa mati!!” pekikku semampunya, sekuat tenagaku, membuat Ciko, Zaki dan yang lainnya segera berlari menghampiri Agam. Mereka semua menangkap tubuh Agam dan membaringkannya. Ada yang berusaha menjauhkan tangan Agam dari lehernya, dan ada yang menahan kakinya.
Mereka beramain-ramai terluntang lantung hanya dengan seorang Agam. Tubuh mereka mengikuti hentakkan Agam. Nyaris terpelanting ke sana kemari.
Namun Agam kembali berteriak, membuat semua teman-temanku menutup telinga mereka dan melepaskan kuncian mereka pada Agam. Seketika itu juga Agam memukul dan menendang mereka, membuat mereka terperosok terpisah-pisah dari tempatnya.
Akibat serangan Agam, ku lihat salah satu dari teman kami pingsan. Ia tak bergerak lagi setelah tubuhnya menghantam dinding gudang. Agam kembali berteriak kencang, ia terlihat benar-benar kesakitan.
“Apa!!”
“Apa yang lu mau darinya!!!” pekikku hingga membuat Agam yang berontak terdiam dan menatapku. Ia menatapku lagi dengan tatapan yang benar-benar berbeda. Dan setiap ia menatapku, aku merasakan denyutan panjang di ulu jantungku. Seperti orang yang baru saja di kejutkan sesuatu. Membuat bulu kudukku tak sekedar berdiri, tapi aku merasakan lebih dari itu. Demi apa pun. Aku benar-benar takut.
“Mau apa? Mau membunuhnya!!!” Balas Agam hingga membuatku bergidik. Semua pori-pori tanganku keluar, dan bulu-buluku pun berdiri tiada henti saking merinding mendengar suaranya.
“Panggil!! Panggil siapa aja!!!” Pekik Ciko yang masih merasa kesakitan di sudut ruangan. Ku lihat Ciko menahan perutnya. Sela bibirnya mengeluarkan darah kental.
“Pak guru!! Kepala sekolah!! Pak Wanto!! Siapa aja!!!” Pekik Ciko lagi.
“DIA MILIK SAYA !!!!! MILIK SAYA!!!!”
“SAYA BUNUH KALIAN SEMUA!!!” Pekik Agam lagi, membuat suasana terasa semakin mencekam.
Namun tiba-tiba, ku lihat tubuh Agam kian melemah. Kaki dan tubuhnya lunglai, dan seketika tubuhnya melentik ke belakang dengan mulutnya yang menganga lebar. Ia pun langsung terjatuh ke atas lantai dan tak bergerak lagi.
Jantungku rasanya tiba-tiba saja berhenti. Aku segera merangkak menghampiri tubuhnya. Apakah dia.. sudah mati?
Aku menatapnya terbelalak, namun aku bisa bernapas sedikit lega ketika melihat perut dan dadanya naik turun. Ia masih bernapas! Syukurlah!!!
Agam masih hidup..
(End of Flashback)
*Agam POV
Aku terdiam mendengar cerita Maxim. Benarkah aku kesurupan?? Tapi saat bangun tidur, semua tubuhku memang sakit. Seperti habis di keroyok beramai-ramai. Dan lagi, tubuh mereka luka dan lebam-lebam. Dari cerita Maxim, itu masuk akal, karena mereka memang berusaha untuk menolong dan menyadarkan aku.
Tapi.. apakah benar, umurku satu hari lagi dari sekarang? Rasanya sangat tidak bisa di percaya, tapi kenyataannya sudah ada di depan mata. Apa yang harus ku lakukan? Apa yang harus ku perbuat? Haruskah aku percaya pada ucapan mereka?
Maxim hanya menatap wajahku. Sepertinya ia bingung menangkap reaksi yang ku berikan. Atau mungkin ia sedang berusaha menerka apa yang sedang ku pikirkan?
“Maaf, tapi kami lagi di hukum. Jadi, kami harus nyelesain urusan kami dulu. Kalau mau minta bantu apa pun, kami ada di taman depan.” Ucap Maxim seraya meninggalkanku yang masih saja mematung.
Aku membiarkan mereka pergi. Sejenak aku tertunduk lesu. Bak sedang mengheningkan cipta di hari senin. Rasanya campur aduk.. aku tak mengerti apa isi dari hatiku sendiri.
“Apa gue balik ke gudang lagi ya?”
“Kalau mereka bener, pasti sekarang kondisi gudang lagi acak-acakkan..”
“Tapi kalau enggak, berarti mereka cuma ngerjain gue aja!” Gumamku sambil melangkah menuju gudang.
Saat sampai di sana, ku lihat sudah ramai guru-guru dan juga satpam sekolah. Mereka terlihat sibuk dan panik sekali. Aku pun menghampiri mereka, ingin tahu apa yang sedang terjadi. Terlebih lagi aku melihat pak satpam mulai menggembok pintu gudang dengan rantai yang besar.
Belum sempat aku mendekat, aku sudah di tahan salah satu guru. Aku tak tahu namanya, sepertinya guru ini mengajar kakak kelasku. Dia tak pernah masuk ke kelas kami sebelumnya.
“Tunggu.. mau kemana kamu?”
“Hmm, ini ada apa ya pak?”
“Kamu Agam ya? Siswa yang kesurupan tadi?” Aku terdiam. Ternyata Maxim benar. Aku kesurupan.
“Udah, kamu pergi aja sana! Jangan main-main ke sini lagi! Ini bukan tempat mainan!!”
“Masuk kelas sana!” Ucap mereka hingga membuatku berbalik dan menjauhi mereka. Aku masih penasaran dan menoleh ke arah mereka selagi menjauh.
“Apa benar omongan Max? Kalau benar...”
“Berarti besok...?”
“Gue??”
....
Bel pulang sekolah berbunyi. Aku segera kembali ke rumah. Sampainya di rumah, aku terdiam memandangi seisi rumahku. Tetap sepi seperti biasanya. Ayah dan ibuku belum pulang kerja. Dan mungkin mereka akan pulang di malam hari seperti biasanya.
Aku segera menuju kamar. Ku buka pintu kamarku, dan ku lemparkan tas yang ku kenakan sembarangan. Aku langsung berbaring dan menghempas tubuhku ke atas kasur.
Lelah.. lelah sekali rasanya! Semua tubuhku sakit. Kepalaku juga. Aku pun memejamkan mataku. Menikmati aroma apel hijau dari pengharum ruangan di kamarku. Aku suka sekali bau ini, membuatku rilex.. meskipun sekarang hati dan kepalaku penuh dengan berbagai pertanyaan yang tidak bisa ku lontarkan pada siapapun. Karena aku yakin, tidak ada seorang pun yang dapat memberikan jawabannya.
Kejadian di sekolah, dari semalam sampai hari ini benar-benar merepotkanku. Apakah sebenarnya aku menyesal karena telah menerima tantangan itu? Dan benarkah, waktuku hidup cuma sampai hari ini saja?
Tapi.. untuk apa aku mempercayai hal itu. Aku kan punya tuhan. Hidup dan matiku ada di tangannya. Bukan di tangan cerita aneh yang beredar kemana-mana itu. Menyebalkan!
Berulang kali aku menghirup napas dan membuangnya, tanpa sadar.. aku ketiduran sepulang sekolah.
***
Tubuhku bergerak menyamping. Tiba-tiba kepalaku terpantuk dinding. Aku pun segera terbangun dari tidurku. Mengusap keningku dengan cepat. Setelah aku sadar, semua jendela kamar dan tiraiku telah tertutup rapat.
Aku pun menoleh ke arah jam dinding yang ada di atas pintu, dan menoleh ke jam yang ada di atas meja. Masih belum puas, aku pun mengambil ponselku, untuk mengecek jam yang ada di sana juga.
“Gila!! Gue ketiduran sampe malem!!! Jam sepuluh?!” keluhku sambil mendesah kasar. Ku dongakkan kepalaku ke atas sambil menghela napas beberapa kali.
“Gue ngelewatin shalat Ashar sama maghrib?” Keluhku, kemudian aku beranjak dari tempat tidur. Memakai sendalku dan pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Setelah melaksanakan shalat isya dan meminta ampun karena aku meninggalkan kewajibanku, aku kembali duduk di depan meja belajarku.
Aku melamun. Namun aku tak ingin mengingat apa pun. Tapi tetap saja aku mengingat kejadian di sekolah tadi. Waktu itu, Max bilang kalau aku kesurupan dengan bola mata yang berubah menjadi berwarna hijau? Bukankah, warna bola mata lelaki yang ku lihat di cermin itu juga berwarna hijau?
Tanganku mulai beranjak ke tumpukkan pena, aku pun mengambil kuas dan mendirikan kanvas milikku di penyanggahnya. Aku terus membayangkan lukisan itu dan mencoba untuk membuatnya juga.
Dengan lihai dan lembut aku menyapu kanvas putih di hadapanku, memoles cat air hingga membuatnya mulai menampakkan sebuah objek karena ulahku. Aku terus melukiskannya, karena wajahnya selalu terngiang-ngiang di kepalaku.
Tanganku tak berhenti. Tak dapat berhenti.. Aku pun tidak mengerti. Ia seolah sejalan dengan otakku. Melukis dengan benar, mungkin meskipun aku menutup mataku. Aku seperti di tuntun. Tanpa sadar aku telah melewati waktu beberapa jam. Sekarang waktu menunjukkan pukul setengah satu lewat lima. Aku mengucek mataku yang tak terasa mengantuk lagi, namun malah terasa perih.
Aku menggambar seperti orang kesurupan.. tak ada hentinya.. dan baru kali ini, aku menyelesaikan lukisan sempurna hanya dalam waktu beberapa jam saja.
“Sempurna!!” Gumamku sambil berdecak kagum dengan hasilnya.
Yaah, ini lumayan mirip dengan apa yang ku lihat semalam. Bahkan ini terlalu mirip!
Lukisannya masih basah. Aku pun memandanginya tak berkedip. Menatap kedua mata yang seolah sedang melihat ke arahku ini. Benar, ini lukisan yang ku lihat kemarin. Ia memang ada, sampai-sampai aku terus mengingatnya dan tak bisa melupakan bentuk rupanya.
Entah kenapa tanda tanganku bisa berada di atas cermin. Padahal semalam aku tak melihat ada cermin di sana. Dan aku juga tak bisa melihat lukisan yang di buat oleh anak yang mereka ceritakan itu. Tapi, tiba-tiba saja lukisan yang di buat anak itu muncul besoknya. Terang saja aku malah di tertawakan oleh teman-temanku. Padahal aku bersungguh-sungguh tidak melihat lukisan dalam bentuk rumah atau apalah itu..
Aku kesal sekali rasanya. Aku benar-benar menghilangkan rasa takutku dan masuk ke gudang untuk menyelesaikan tantangan itu. Tapi hantu itu seolah membercandai aku. Apa ia ingin merendahkan aku dan membuatku terlihat konyol di depan orang yang meremehkan aku? Aku menarik napas panjang sebelum mulai berbicara..
“Woi, Mata hijau!! Lu ya yang mindahin tu lukisan, biar gue di ketawain?”
“Sekarang gue udah tau muka lu!! Kira-kira, kalau di sebarin muka anak yang meninggal enam belas tahun lalu itu gimana yaa?”
“Pasti seru kan?” ucapku seraya menantang. Kalau dia memang ada, pasti dia bisa mendengarkan aku kan?
“Dan lagi, mungkin aja pembunuh lu yang udah tua, bisa sakit jantung kalau liat foto lu ada lagi di media sosial. Tapi, emangnya pembunuh lo itu masih idup? jangan-jangan udah mati lagi!” Ucapku seperti orang idiot yang sedang bergumam sendiri.
“Lu mati gara-gara dia kan? Mungkin karena dia masih hidup, makanya lu masih di sini. Karena apa? Karena lu, mau dia mati juga, atau lu, mau dia di tangkep polisi?” Aku berhenti sejenak, menatap ke tirai kamarku yang mulai bergerak meski tak tertiup angin.
“Atau jangan-jangan, lu tau sesuatu.. makanya jadi di bunuh? Terus lu gentayangan, buat ungkapin siapa pembunuh itu?” Tanyaku lagi.
“Kalau gue bener.. dan kalau lu ada di sini.. ayo dong, lakuin sesuatu..”
“Jangan sembunyi di balik cerita mistis itu! Buktiin kalau elu itu ada di sini!” ucapku hingga membuat listrik di rumahku tiba-tiba saja padam, disertai dengan suara benda jatuh. Aku tentu tersentak mendengarnya. Hampir saja aku terperanjat dan melompat saking kagetnya.
“Oh, mati lampu?” gumamku. Aku pun beranjak sambil berjalan meraba-raba untuk mencari penerangan. Aku yang sudah hapal dengan tempat dan lokasi barang-barang di kamarku pun berjalan menuju meja belajarku.
“Nah, ini dia..” ucapku sambil menjangkau ponsel di mejaku.
Aku pun menghidupkan lampu centernya, dan menyoroti benda jatuh yang ada di kamarku. Namun, tiba-tiba saja mataku terbelalak ketika melihat benda yang jatuh tersebut.
“Lukisanku!!” Seruku panik sambil membalikkannya. Cat airnya masih basah, pasti warnanya jadi belepotan. Aku pun menyinari lukisanku untuk melihat cacatnya.
“Loh, kenapa ini?” ucapku sambil terbelalak menatap lukisanku ketika telah membaliknya. Aku mengarahkan ponselku keseluruh lukisan, memastikan kalau aku tak salah lihat.
“Kok, ada tulisan di kanvasnya? Warna merah.. apa ini darah?” Gumamku panik sambil menyinari sekeliling kamarku, memastikan ada atau tidak orang lain yang bersamaku. Tapi.. tidak ada siapa-siapa. Aku pun kembali menatap pesan yang tertulis di kanvas tersebut dan membacanya.
“Ayo.. bunuh sama-sama?”
.
.
.
Bersambung...
***
NOTE
Agam melihat sebuah lukisan lelaki misterius yang ada di gudang, tapi tiba-tiba saat mereka kembali untuk melihat hasil tandatangan Agam, lukisan tersebut menghilang.
Saat tiba di rumah, Agam yang terus mengingat wajah dalam lukisan tersebut pun berinisiatif untuk mengambarnya.
Tiba-tiba terdapat pesan darah di bawahnya sesaat setelah mati lampu, tepat setelah Agam selesai menantang hantu itu untuk merespon perkataannya.
Ini adalah lukisan sekaligus pesan berdarahnya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Rojak Tye
jatuh cinta berulang gue sama si kun😍
2024-12-14
1
雅那
kun ganteng amat yakkk😍😍😍
2024-09-30
0
°RhaiKen™
ganteng itu mah Thor....
2024-04-23
0