Aku pun terdiam di sudut kelas, tepatnya di bangku tempat aku duduk setiap hari. Mataku terdiam pada satu titik fokus, ya.. Aku terdiam menatap Kun yang baru saja mengatakan rasa irinya padaku.
Apa sebaiknya, ia tak perlu di ajak ke sekolah, biar ia tidak merasa sesedih ini? Jujur, baru sehari ia bersamaku, tapi aku tak pernah melihat raut sedih dan memelasnya seperti tadi. Nampaknya hal ini cukup mengusik perasaannya. Aku tak cukup paham apa yang tengah ia rasakan, karena aku tak pernah meninggal sebelumnya.
"Mm, Kun.. gimana kalau besok, elu gak usah ikut.."
"Tapi terimakasih yaa.." Ucapnya memotong tiba-tiba.
"Karena ikut denganmu, saya jadi bisa merasakan suasana di sekolah lagi. Yaa, walaupun guru dan teman-teman disini tidak bisa melihat saya." Ucapnya sambil duduk bersila dan melayang tepat di hadapanku. Ia tersenyum, setelah memotong ucapanku.
Padahal baru saja aku ingin melarangnya ikut ke sekolah denganku, tapi sepertinya aku tak perlu mengatakan hal seperti itu. Tadinya ku kira ia akan bersedih, ternyata dia malah berterimakasih.
Aku menghela napas lega, disertai dengan benda yang tiba-tiba jatuh ke pundakku.
"Gam! Lu udah sekolah lagi?" Tanya seseorang yang rupanya sedang menepuk pundakku. Aku pun menoleh ke arahnya.
"Udah Max." Sahutku datar sambil menatap lelaki yang ternyata adalah Maxim itu. Ia mengusap dada dan menghela napas lega. Ku lihat Ciko dan Zaki ikut menghampiriku.
"Kemarin lu gak masuk, kata wali kelas lu sakit." Aku mengangguk, itu ibu yang mengabari bu Yuyun. Memangnya ada masalah dengan itu?
"Kemarin harusnya hari terakhir lu, jadi kita khawatir banget selepas peristiwa tanda tangan di gudang dan pas elu kesurupan. Tapi untungnya elu gak kenapa-napa, gue sampai nelfonin elu kemarin sore. Tapi gak lu angkat.."
"Iya, kita kira kemarin lu udah.." Aku mengenyit tajam membalas tatapan mereka. Membuat mereka terdiam seketika.
"Udah mati?" singkatku. Mereka tampak menenggak ludah sambil saling melemparkan pandangan satu sama lain. Menatap Maxim yang sepertinya mampu menjelaskan maksud mereka tanpa menyinggungku.
"Bukan gitu Gam, kita gak bermaksud buat nyumpahin elu kok. Kita cuma khawatir dan merasa bertanggungjawab aja atas apa yang udah terjadi ama lu, lagian lu juga murid baru di sini, jadi emang lu gak tau apa-apa."
"Terus kalau dari peristiwa yang udah-udah, siapa pun yang masuk gudang, dan mengganggu lukisan angker itu, tiga hari kemudian pasti.." Maxim menggantung kalimatnya. Ia tahu kata-kata itu cukup kasar untuk di ucapkan.
"Yaa, gue gak mau nerusin. Yang penting elu gak apa-apa sampe hari ini." Tambahnya.
"Kalau seandainya Kun gak mau ikut gue, pasti kemarin hantu ini emang bener-bener ngebunuh gue deh." Gumamku dalam hati sambil menatap Kun yang terdiam dengan pupil mata yang melebar ketika menatap Maxim dan teman-temanku ini. Seperti kucing yang melihat mainan yang bergerak, lagi pula kenapa dia memasang wajah lucu begitu??
Kriiiiiiiing...
Suara bel tanda masuk telah berdering keras. Teman-teman yang sebelumnya berada di luar untuk nongkrong pun segera masuk kembali ke dalam kelas. Yang masih sibuk duduk di bangku orang lain pun mulai kembali duduk ke bangku mereka masing-masing, begitu juga dengan Maxim, ciko dan juga Zaki.
"Sudah masuk kan?" Tanya Kun semangat.
"Saya juga mau duduk di bangku saya." Gumamnya hingga membuatku mengernyit. Apa maksudnya, ia sedang mencari bangku kosong untuk tempatnya duduk? Setan kan suka menduduki atau mendiami tempat-tempat yang kosong.
Tapi masalahnya, di kelasku tidak ada lagi bangku kosong. Bangku kosong terakhir, adalah tempat yang kini aku duduki. Aku pun mengedarkan pandangan, dan tersentak ketika melihat Kun malah duduk di atas kepala teman sebangku ku.
Aku melotot mengecamnya. Kenapa juga dia malah duduk di atas sana? Dia hanya membalas tatapanku dengan raut datarnya. Tapi nampaknya ia mengerti arti dari tatapanku ini. Kalau aku sedang marah pada ulahnya.
"Gak ada bangku kosong, yang ada cuma otak kosong." Sahut Kun sedatarnya saja.
Jadi maksudnya, ia duduk di atas kepala Randy, karena otak temanku ini kosong? Dasar gak sopan sama sekali. Tapi.. Yaah, namanya juga setan, nanti aku ajari lah dia sopan santun. Kalau sekarang, mau tidak mau aku harus membiarkannya duduk di atas kepala Randy, lagi pula Randy juga tidak tahu kalau ada makhluk yang kini berada di atas kepalanya. Kalau aku melarang Kun sekarang, tentu seisi kelas akan merasa bingung atas ulahku.
Kriiet
Suara pintu kelas terbuka, menampakkan ibu Yuyun yang masuk ke dalam kelas dengan wajah yang sumringah seperti biasa. Suara ketukkan sepatu high-nya terdengar begitu merdu. Dia memang guru yang sempurna di mataku. Sudah pintar, baik, cantik lagi. Bukan berarti aku suka tante-tante yaa.. aku cuma mengaguminya saja.
"Pagi anak-anak.." Sapanya ramah.
"Pagi bu Yuyun." Sapa kami juga.
"Sekarang kita lanjutkan materi kemarin yaa.."
"Asiiiik!!" Seru Kun kegirangan sementara teman-temanku terlihat ogah-ogahan. Gila yaa, hantu aja semangat belajarnya, manusianya malah ngantuk dan males-malesan.
. . .
Pelajaran pun berlangsung. Di beberapa kesempatan juga, ku lihat Kun menjawab pertanyaan dari bu Yuyun. Di saat teman kelasku tak dapat menjawab, Kun malah menjawab pertanyaan yang lumayan sulit tersebut dengan benar.
Kalau di bandingkan, mungkin otaknya melebihi Maxim, atau mungkin saja setara denganku. Soalnya dia pintar sekali. Dia juga semangat dan antusias. Kalau Randy dan yang lainnya tau ada hantu serajin dan sepintar ini, mereka malu atau tidak ya kira-kira?
Aku yang sedari tadi memandang ke atas Randy pun akhirnya mendapatkan perhatian darinya. Ia menoleh padaku sesekali. Kadang juga aku melihatnya mengusap tengkuknya sendiri. Apa dia ingin aku mengatakan sesuatu padanya?
Randy ini tipe-tipe anak yang pendiam, tapi pemalas dalam hal belajar. Dia pintar sih, tapi ya rada malas kalau di dalam kelas. Apa ku tanyakan saja padanya? Kelihatannya dia risih sekali.
"Kenapa Ran?" Bisikku. Ia menoleh sesaat ke arahku dan tersenyum kecut.
"Lu ngerasa gak sih?" Aku mengernyit.
"Apa?" Ia kembali menyentuh tengkuknya.
"Dari tadi gue merinding, gak tau kenapa." Ucapnya seraya bergidik.
"Yaiyalah merinding, kan di atas lu ada dedemit. Noh orangnya." Gumamku dalam hati sambil menoleh sinis ke arah makhluk yang ada di atas kepala Randy. Kun hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya padaku. Maksudnya apa coba? Dia mau jadi miss Indonesia atau mas Kunti?
"Lu merinding gak sih?" Tanyanya lagi. Aku menoleh lagi, menangkap wajah Randy dengan kedua bola mataku. Aku benar-benar kasihan. Ia nampak gelisah.
"Oh, iya.. dikit." Dalihku. Kalau ku bilang tidak, nanti Randy jadi makin bingung dan penasaran sendiri kan.
"Jangan-jangan, ada jurig lagi." Ucap Randy sambil menggeliatkan tubuhnya seperti orang yang sedang menggigil.
"Hush!!" Desis Kun. Kenapa juga dia yang mendesus, harusnya kan aku. Apa karena dia kesal atas ucapan Randy?
"Berisik tahu!! Saya lagi belajar!!" Timpal Kun. Aku yang merasa di marahi pun langsung menjawab spontan.
"Iya maap!" Randy menatapku heran.
"Kenapa Gam?" Tanyanya hingga membuatku tersentak. Aku baru menyadari kalau barusan aku menimpal perkataan Kun.
"Oh.. gak kok.."
"Gak gimana? Perasaan tadi lu bilang maap."
"Bukan maap, hmm aa.." Aku bingung mau menjawab apa. Malah terbata-bata kayak Aziz gagap.
"Kayak kurap." Sahutku asal.
"Kurap?"
"Iya, papan tulis kita bruntusan.. Kayak kurap.." Dalihku lagi dengan tubuh yang gelagapan. Randy pun menatap ke arah papan tulis, kemudian tersenyum. ****** deh, gue jadi kayak orang aneh kan sekarang.
"Iya juga ya, emang kayak kurap.. baru nyadar gue." Sahut Randy menyetujuinya hingga membuat Kun terbahak mendengarnya.
"Kalian berdua.. yang mukanya mirip kurap." Balas Kun sambil menyeringai. Benar-benar menyebalkan ya dia ini!
Sepanjang pelajaran aku terus mendengarkan ocehan Kun dan juga bu Yuyun secara bergantian. Satu hari saja sudah membuatku gila, apalagi kalau dia belajar bersamaku selamanya.
Kriiiing!!!
Suara bel istirahat berbunyi kencang. Aku menghela napas lega mendengarnya. Bersyukur sangat rasanya. Setidaknya itu mampu menghentikan ocehan Kun pada pelajaran.
Ibu Yuyun segera merapikan buku-buku tebal yang ia bawa dan mengumpulkan buku-buku tugas yang baru saja kami kerjakan tadi.
"Oke.. pelajarannya sampai di sini dulu yaa.." Ia mengalihkan pandangannya dari buku, dan menatap beberapa orang di antara kami.
"Ciko." Tunjuknya pada Ciko.
"Iya bu?"
"Bantu ibu bawa buku pelajaran teman-teman ke meja ibu ya."
"Siap bu!!" Ciko segera bergegas ke depan kelas dan mengambil buku tugas kami. Ia membawanya bersama Ibu Yuyun.
"Kalian boleh istirahat." Ucap ibu Yuyun seraya berlalu meninggalkan kelas.
"Oke bu.." Sahut teman-temanku.
Satu persatu dari mereka mulai meninggalkan bangkunya untuk pergi dari kelas. Ada yang pergi bergelombol ke kantin, ada yang pergi sendirian, ada yang memilih nongkrong di depan meja guru. Dan ada juga yang masih duduk di bangkunya, untuk menyatat materi yang tadi.
Beberapa perempuan di kelas meninggalkanku, setelah aku menolak halus ajakan mereka ke kantin.
"Mau ke kantin Gam?" Tawar Randy padaku. Setidaknya cuma Randy teman lelaki yang menawariku.
"Entar gue nyusul" Balasku. Ia pun beranjak dari tempat duduknya.
"Oke, gue di warung Mbak e yaa!"
"Siip!" Singkatku.
Randy pun meninggalkanku di dalam kelas. Kini perhatianku tertuju pada Kun yang sudah duduk di bangku Randy. Ia terlihat membolak-balikkan buku catatan teman sebangku ku itu.
"Manusia tadi tidak menyatat apa pun?" Protesnya. Aku pun meletakkan pena di antara hidung dan mulutku tanpa menolehnya.
"Sudah otak kosong, catatannya juga kosong" Keluhnya lagi. Entah kenapa sejak tadi dia selalu protes pada semua hal yang dilakukan Randy. Ada dendam apa dia?
"Terus yang bikin lu sibuk protes itu apa?" Balasku seraya menatapnya, sambil meletakkan kembali pena ku ke atas meja.
"Soalnya manusia itu pemalas, bikin kesal!" Keluhnya, dan entah kenapa aku sangat menyetujui ucapannya.
"Mm, bener juga sih.. Lu yang setan aja rajin, kan?" Ia mengernyit.
"Setan dan hantu itu beda loh!" Protesnya ketus.
"Anggep aja sama. Sama-sama gak nampak juga." Balasku. Dan kali ini ia yang menyetujui ucapanku.
"Iya juga ya."
Kami pun terdiam sejenak. Membiarkan suara hiruk pikuk pelajar di sekolah ini terdengar.
"Ngomong-ngomong... Kayaknya semasa hidup dulu, lu ini anak yang pintar ya." Ucapku berbasa-basi. Yaah, dari pada kami terdiam satu sama lain.
"Kok gitu?"
"Soalnya tadi gue liat, lu jawab pertanyaan dari bu Yuyun. Dan jawaban lu bener semua."
"Hebat!!" serunya sendiri.
"Lu ini bisa di ajak ngomong serius gak sih?" Keluhku yang melihat tampang nyeleneh yang ia tunjukkan padaku.
"Bisa, tapi tukeran ludah dulu."
"Najis!!" Balasku sambil beranjak dari tempat duduk.
"Mau kemana?"
"Kantin!"
"Ikut!!!" Serunya sambil terbang menyusulku.
***
*Author POV
Di kantin, beberapa siswa berlalu lalang untuk memesan makanan mereka, mengambil dan membawanya ke meja. Ada yang hanya duduk untuk bercengkrama, ada yang makan sambil mengerjakan tugas, ada juga yang sekedar duduk sambil bermain game online.
Di salah satu meja, tampak beberapa orang siswa yang berpakaian layaknya berandalan. Baju seragam yang mereka kenakan sengaja di keluarkan. Dasi yang mereka pakai tak terpasang dengan rapi. Bahkan kancing baju yang mereka pakai sengaja mereka buka beberapa.
"Gilaa gilaa!! Dari pagi tadi lu cemberut terus bro."
"Iyalah, Pacarnya kan di ambil anak baru."
"Mana dari tadi, mawarnya di cium mulu' ama si Lian!"
"Panaas bro Panaaas!!" Goda temannya sambil mengipas buku ke arah lelaki yang kepanasan itu.
"Lu bisa bahas hal lain gak? Hah? Brengs*k!"
"Bahas apa bro? Ini pembahasan yang lagi hits tau!!"
"Anak-anak cewek kelas gue pada kesel sama Lian, katanya si Lian kegatelan!" salah satu dari mereka tersentak mendengarnya.
"Kenapa juga dia ngatain cewek gue?! Jelas-jelas yang kegatelan si Agam kan?!"
"Kalo menurut gue, dua-duanya sama-sama suka deh, jadi gak ada yang kegatelan.. Lagian, Lian kan udah jadi mantan lu, ngapain juga lu kesel sama Agam?"
"Biasa itu, putus tapi masih cinta..." Lelaki panas yang bernama Gino langsung mencengkram kerah baju temannya. Membuat beberapa temannya panik, dan berdiri dari tempat duduk mereka.
"Gin Gin, stop deh.. Ini di sekolah, lu gak mau masuk ruang bk kan?" Larang salah satu temannya sambil melerai Gino. Gino masih mencengkram kerah baju temannya dengan kuat, hingga membuat tangannya bergetar hebat.
"Beruntung lo, ini di sekolah. Kalau enggak!"
"Abis lo!!" Gino mendorong temannya hingga terduduk dan melepaskan cengkramannya.
"Gam!! Sini!!" Sapa seseorang sambil melambaikan tangannya. Gino yang tengah memanas pun segera menoleh ke asal suara, menatap lelaki yang sedang duduk dan di hampiri oleh lelaki tampan berkulit putih tersebut.
"Wah, itu tuh orangnya.."
"Si cowok cakep! Saingan Gino.."
"Agam!!" Ucap teman-teman Gino hingga membuat Gino mengepalkan tangannya dengan erat. Bahkan urat tangan dan lehernya pun menyemul keluar menatap Agam.
*Author POV end
.
"Gam, ini tempat makan?" Tanya Kun, dan aku hanya mengangguk membenarkan. Terlalu banyak orang disini. Jadi aku tak mau bersuara kencang untuk menjawabnya.
"Saya mau pesan bunga melati."
"Gak ada!" bisikku cepat.
"Pelit!"
"Duduk di sini Gam." Ucap Randy padaku. Aku pun duduk di dekat mejanya.
"Lu mau pesen apa? Biar sekalian gue pesenin." Tawar Randy.
"Mie goreng deh, pake telor."
"Gue juga sama, yaudah gue pesenin." Randy beranjak.
"Lu mau minum apa? biar gantian gue yang beliin." Tawarku.
"Teh melati deh Gam, satu botol."
"Oke." Kini aku yang beranjak.
"Melati?? Ada tuh yang jual melati." Sela Kun sambil menatapku tak terima.
"Itu teh, lu mau emangnya?"
"Mau lah! Yang penting ada melatinya."
"Iya, berisik." keluhku sambil mengambil teh melati milik Randy. Dan juga minuman milikku.
"Punya saya mana?"
Aku mengabaikan Kun, dan kembali duduk di meja Randy tadi. Sepertinya Randy belum kembali, mungkin terlalu banyak yang memesan makanan di warung mbak e.
"Kamu tak belikan untuk saya?" Keluh Kun lagi sambil ikut duduk melayang di atas meja, tepatnya di atas botol kecap. Aku menghela napas menatapnya.
Tiba-tiba beberapa orang tak di kenal datang dan duduk di dekat meja ku. Awalnya aku tak memperdulikan mereka, karena ini tempat umum, bukan meja pribadi milikku. Tapi tiba-tiba aku lihat ekspresi wajah Kun berubah ketika mereka berdatangan. Dia marah? Tapi kenapa?
"Broo, lu liat tempet daur ulang gak sih?"
"Maksud lu bro?"
"Itu loh, orang yang sukanya sisaan gue!" Aku mengernyit, kenapa mereka berbicara seperti itu di dekatku? Sengaja mengeraskan suaranya juga. Apa mereka sedang menyindirku? Tapi sisaan apa yang mereka maksud?
"Ooh, maksud lu, ini dia orangnya!!" Salah satu dari mereka menunjukku. Aku sedikit kaget dan bingung, tak paham maksudnya.
"Ya iyalah, dia kan yang kasih Lian bunga." Ucap salah satu dari mereka.
Ooh, sepertinya aku paham arah pembicaraan mereka. Apa salah satu dari mereka adalah mantan Lian, dan sekarang ia tidak suka padaku karena menurutnya, aku merebut Lian darinya?
Tolonglah, Lian itu.. bukan tipeku. Panas juga telingaku mendengarnya. Ladenin saja lah.
"Cowok nyindir?" Balasku sambil tersenyum sinis.
"Bawa pembantu lagi! Main keroyokan?" Timpalku lagi.
"Apa maksud lu hah?!" Bentak salah satu dari mereka.
"Ck, belagak ****!" Singkatku datar.
"Kalian gak suka gue ngasih Lian bunga? Kasih tau dong yang bener, karena yang sering nyindir dan pake kode, kalau bukan cewek, yaa banci!" Timpalku lagi hingga membuat salah satu dari mereka berdiri di hadapanku.
Ku lihat wajahnya memerah, dan ia mengepalkan tangannya dengan kuat hingga urat tangannya menyembul keluar. Fix, dia ini mantannya Lian. Mungkin sekarang, dia mau memukulku dengan tangannya itu.
"Bangs*t!!! Besar juga ya nyali lo ngomong kayak gitu di depan geng gue!! Ada berapa nyawa lu hah?" Serangnya padaku. Aku menatap malas ke wajahnya.
"Nyawa gue?"
"....Satu!"
"Tapi gak bakalan bisa lu abisin!"
Lelaki itu langsung menyergap, menyekik leherku dengan sekuat tenaganya. Saking kuatnya, tubuhku tersentak kebelakang, dan nyaris terkungkal dari tempat dudukku.
"Kyaaa!! Ada yang berantem!!!" Pekik anak-anak perempuan yang ada di kantin.
"Gino!! Lu apa-apaan!! Ini sekolahan!!" Keluh salah satu temannya berusaha melerai kami.
"Gue gak peduli!!" Ia semakin mengencangkan cengkramannya di leherku. Membuatku kesulitan menelan ludah dan kesulitan untuk mengambil napas.
Aku mengernyit. Segera aku menggenggam tangannya dengan tangan kiriku. Begini-begini aku juga atlit silat pas SMP. Aku mendapat banyak medali dari hobi ku itu.
Aku membalas sergapannya, mencengkram kedua tangannya lebih kuat lagi. Ku lihat ia sedikit meringis. Padahal aku hanya mengerahkan sedikit kekuatanku saja padanya. Cengkraman tangannya di leherku perlahan melemah.
"Sial*n!!!" gertaknya sambil melayangkan kepalan tangannya ke wajahku. Belum sempat aku menangkapnya, tiba-tiba saja angin kencang berhembus. Membuat dedaunan melayang, hingga beberapa cangkir dan piring plastik yang ada di atas meja terbang.
Beberapa kursi plastik pun ikut terbang. Semua siswa yang berada di kantin berlarian menjauh kalang kabut dari kantin karena ketakutan.
Lelaki tadi langsung melepaskan tangannya dariku. Ia mengeluh seperti baru saja tersiram air panas. Teman-temannya berlarian meninggalkannya. Mau tidak mau, ia pun ikut berlari menjauhiku.
Seisi kantin kini kosong, hanya menyisakan aku dan juga Kun. Aku langsung menoleh ke arah Kun, yang kini berada di belakangku. Ia memerah, matanya tajam dan mengerikan. Jantungku berdenyit ngilu melihatnya dari dekat.
Kenapa?
Kenapa dia seperti itu?
Apa dia marah?
Tapi kenapa?
"...Kun?" Panggilku ragu.
"Tidak ada yang boleh, menyentuh tuan saya!" Ucapnya. Membuat seluruh tubuhku merinding.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
maya syafa
hadir dari 2024, kangen si kun makanya balik lagi kedua kalinya🙃
2024-11-17
0
Ryan Alkhumaira
wiiiih, udah lucu pemarah lagi. ada hantu begitu?
2024-10-26
0
Khai Tsurugi
khodam marah emang ngeriii
2024-06-18
1