Aku mematung tepat setelah kami sampai pada lantai utama dan pintu lift pun terbuka. Aku terdiam, menyerna perkataan Kun barusan.
Dia bilang kalau ada bau ayah, tepat saat wanita yang sebaya dengan ibuku keluar, baunya pun memudar. Orang yang berada di dalam lift ini tidak banyak, hanya ada beberapa. Dua di antaranya adalah sepasang kekasih yang sebaya denganku.
Entah kenapa, dari umurnya, kemungkinan besar wanita tadi adalah teman ayahku. Aku tidak mau berburuk sangka dengan menghakimi kalau dia adalah selingkuhan ayahku. Karena aku paling tahu.. Ayahku bukanlah orang yang seperti itu.
Yang jelas, mereka sudah dewasa, bahkan tua untuk mengikuti hawa nafsu yang mereka sembunyikan di balik nama cinta. Aku tak perduli hubungan mereka, tapi jelas kalau ini serius, mereka akan menyakiti ibuku.
Dan keperdulianku berikutnya adalah, untuk apa teman ayahku ini mengikutiku? Apa yang dia mau? Bahkan beberapa kali aku memergoki ia sengaja berada di dekatku. Dari mana dia memulainya?? Dari rumahku? Ya, sepertinya dari rumahku. Kalau tidak, dari mana dia tahu kalau aku akan keluar bersama Kun. Ke bioskop. Lalu naik lift setelah menunggu lama saat filmnya habis.
"Gam!!" Seru Kun padaku. Tentu suaranya membuatku terkejut. Seketika lamunanku membuyar. Aku mengerjap dan menatapnya.
"Pintunya tertutup lagi!" Ucapnya.
Aku pun menatap lurus ke hadapanku. Ku lihat pintunya kembali tertutup. Tidak ada lagi orang lain di dalam lift ini kecuali aku dan sesosok hantu. Aku mengernyit, sambil menekan tombol ke lantai bawah berulang-ulang.
"Kenapa gak bilang sih, kalau pintunya udah kebuka? Kita kan turun di lantai utama, tadi udah sampe!" Keluhku kesal.
"Salah kamu! Kamu melamun!"
"Terus siapa yang tekan lantai dua?"
"Saya."
"Ck!" Aku mendecakkan lidah, dan menjauh dari tombol lift.
"Saya kira kamu suka naik pintu ini seperti saya!!"
"Kan ajaib! Masuknya di mana, keluarnya di tempat lain!" Gumamnya berbinar-binar saking senangnya.
"Yaudah lah.." desahku mengalah.
***
*Author POV
Wanita yang habis menabrak Agam di meja tiket nampak tersandar di dinding. Ia berusaha mengatur napasnya yang kian cepat dan menderu. Ia meletakkan satu tangan ke dadanya. Mendongakkan kepalanya ke atas, sambil menghela napas beberapa kali.
"Dia ngeliat aku?" Gumamnya dalam hati. Wajahnya kian memerah, entah karena merasa panas atau merasa was-was.
"Dia!! Gak salah lagi!!"
"Aku udah ngikutin dia beberapa minggu, dan dugaanku bener."
"Memang dia!!"
Jantungnya berdegup kencang. Bahkan ia berdebar untuk hal yang tak ia ketahui. Atau itu memang hal yang telah ia duga kebenarannya.
"Gimana.. Apa aku ketahuan?!" Gumamnya lagi.
Ting!!!
Suara pintu lift terbuka. Seseorang berdiri lurus memandang ke arah wanita yang kepayahan bernapas ini. Wanita ini ternganga, namun ia enggan beranjak.
Kedua matanya terbelalak, terlebih ketika melihat pemuda yang berada di dalam lift keluar dari dalam sana. Ia mematung, rasanya ia benar-benar ingin lari dari ruangan ini.
"Anak itu? Balik lagi?" Gumamnya dalam hati.
"Aku harus ngapain?" Lanjutnya panik.
Pemuda berparas tampan dan bermata indah itu menatap dengan dingin. Ia berjalan perlahan, melangkahkan kakinya dengan berat, tapi langkah lambatnya itu begitu cepat bagi wanita yang ketakutan ini.
"Lari!! Ayo lari!!" Pekiknya dalam hati, tentu pada dirinya sendiri.
"Apa dia, mau menghampiriku? Apa dia menyadari sedang ku ikuti?" ucapnya dalam hati.
Wanita itu hanya terdiam. Dengan posisi tubuh yang tak lagi bersandar di dinding. Kini ia menegang. Tubuhnya keras bak batu. Semakin lama pemuda itu semakin mendekatinya. Menatap penuh arti, tapi sulit untuk di terjemahkan maksudnya.
Aliran darahnya terasa membeku, tepat ketika ketukkan sepatu skate pemuda itu terdengar begitu nyaring, berdecit dengan lantai yang licin.
Mau mati.. Mungkin itu yang di rasakan wanita ini. Wanita berparas dewasa, cantik, dengan setelan kantor. Celana bahan yang melekat di tubuhnya, membentuk badannya dengan sempurna meski tak ramping bak masih gadis. Kaos hitam yang ditutupi dengan rompi senada dengan bahan celana yang digunakan. Rambutnya dibiarkan tergerai keriting di bagian bawahnya. Warna alis, mata dan juga rambutnya selaras. Hitam gelap.
Kulit putihnya menyolok, tapi ia masih kalah putih dengan warna kulit pemuda yang juga berambut hitam gelap di hadapannya.
Kaki wanita ini gemetaran, tepat saat pemuda itu berhenti sejajar dengannya. Wanita ini melirik dari sudut matanya, tanpa menggerakkan kepala atau tubuhnya sedikit pun.
Pemuda itu mengeluarkan ponsel dari saku celananya, melihat beberapa menit ke layar. Beberapa menit itu terasa begitu lama bagi wanita yang seolah tengah menahan napasnya ini.
Ckit.. Ckit..
Suara gesekkan sepatunya ketika ia berjalan. Pemuda itu berbalik, dan kembali ke lift tepat setelah melihat ponselnya. Sepertinya ada yang menghubunginya.
Wanita ini masih mematung, keras! Bahkan ia rasa aliran darahnya ikut membeku. Ia merasa kebas pada kedua kaki dan tangannya, serta lehernya pun merasakan berat. Bak menahan beban di atasnya.
Pemuda tersebut masuk ke dalam lift, menatap lurus kemudian merunduk. Pintu lift tertutup, dan wanita yang sempat menahan napasnya ini terengah. Menghirup napas sebanyak-banyaknya.
Dada dan pundaknya naik turun dengan cepat. Ia segera menahan tubuhnya dengan satu tangan yang ia tempel ke dinding. Namun ia terlalu gemetar, hingga kaki lemasnya membuat tubuhnya terduduk di atas lantai. Keringat membasahi punggung baju dan rambutnya. Padahal ruangan ini cukup dingin karena terdapat beberapa AC di atas langit-langitnya.
Ia merasa kembali hidup, ketika pemuda itu meninggalkannya tanpa meninggalkan sebuah pertanyaan apa pun.
*Author POV End
.
.
.
.
*Sebelumnya..
"Gam!!" Seru Kun padaku. Tentu suaranya membuatku terkejut. Seketika lamunanku membuyar. Aku mengerjap dan menatapnya.
"Pintunya tertutup lagi!" Ucapnya.
Aku pun menatap lurus ke hadapanku. Ku lihat pintunya kembali tertutup. Tidak ada lagi orang lain di dalam lift ini kecuali aku dan sesosok hantu. Aku mengernyit, sambil menekan tombol ke lantai bawah berulang-ulang.
"Kenapa gak bilang sih, kalau pintunya udah kebuka? Kita kan turun di lantai utama, tadi udah sampe!" Keluhku kesal.
"Salah kamu! Kamu melamun!"
"Terus siapa yang tekan lantai dua?"
"Saya."
"Ck!" Aku mendecakkan lidah, dan menjauh dari tombol lift.
"Saya kira kamu suka naik pintu ini seperti saya!!"
"Kan ajaib! Masuknya di mana, keluarnya di tempat lain!" Gumamnya berbinar-binar saking senangnya.
"Yaudah lah.." desahku mengalah*.
Pintu lift pun terbuka, aku yang berniat untuk menutupnya dan turun kebawah pun mengurungkan niatku, terlebih setelah aku melihat seorang wanita yang menabrakku tadi kini sedang bersender di dinding dengan wajah yang memerah.
Kenapa dengannya? Dia sakit? Sesak napas? Dia nampak begitu resah dan panik. Tapi kenapa?
Aku pun beranjak dan keluar dari dalam lift. Ku lihat matanya kian membelalak, terlebih ketika aku menatapnya dengan heran. Kenapa dia terus menatapku seperti tak bernapas sama sekali?
"Kalian bertemu lagi." Ucap Kun dengan nada suara yang rendah.
Aku hanya diam. Aku ragu untuk menghampirinya atau tidak, tapi aku benar-benar penasaran, kenapa dia mengikutiku?
Aku berjalan perlahan, aku ingin melihat reaksi apa yang akan ia berikan padaku. Ku lihat tubuhnya beranjak dari dinding. Ia menatap lurus ke arahku, namun tatapannya tak dapat ku mengerti.
"Apa kamu mau melabraknya?" Tanya Kun.
Aku hanya diam. Tak mungkin aku melakukan hal itu. Dia seumuran ibuku, dan aku tak mungkin berlaku tidak sopan pada orang asing yang baru saja ku temui.
Dan kalau seandainya dugaanku salah mengenai dia yang membuntutiku bagaimana? Tentu akan terlihat aneh bukan?
Aku harus memastikan, kalau dia memang bersalah dan mengikutiku, tentu dia akan lari dan takut ketika melihatku. Setidaknya ia pasti akan menghindariku. Tapi aku tak melihat ekspresi yang seperti itu darinya, selain terpaku menatapku. Ia juga tak lari, meski terus menerus ku dekati.
Aku berhenti, tepat di sampingnya, sejajar dengannya. Namun ia tak menoleh padaku sama sekali. Ia masih terus mematung, seperti sedang menunggu kedatangan seseorang. Dia tak lari, apa mungkin karena ia tak bersalah, jadi ia tak takut padaku? Apa dia tidak mengikutiku? Apa itu cuma sebuah kebetulan ketika ia berada di tempat yang sama denganku?
Drrrt.. Drrrttt...
Aku merasakan getaran ponsel di celanaku. Aku merogoh dan mengambilnya, melihat sebuah pesan yang di kirim ibu padaku.
"Filmnya udah selesai, nak?" Bunyi pesan dari ibuku. Aku terdiam dan membalasnya.
Mungkin ibu khawatir, karena tahu, anaknya yang satu ini tidak pernah keluar untuk sekedar menonton film atau apa pun. Apa ia curiga kalau aku menonton film dengan perempuan? Atau ia takut aku membohonginya?
"Agam otw pulang, bu." Balasku.
Aku pun berbalik. Harusnya aku sudah pulang sejak tadi. Aku berjalan lambat sambil menatap ponselku.
"Sekarang mau kemana?" Tanya Kun sambil terbang di sisiku.
"Pulang." Singkatku sambil berjalan memasuki pintu lift yang telah terbuka.
Aku yang telah berada di lift pun berbalik, menatap lurus ke arah wanita yang masih tak bergerak dari tempatnya itu. Kenapa dia tak bergerak sedikit pun? Apa dia sedang latihan menjadi patung?
Drrtt.. Drrttt..
Ponselku kembali bergetar. Aku pun merunduk, membaca pesan balasan dari ibu.
"Hati-hati nak." Balasnya singkat namun aku tahu itu adalah bentuk perhatiannya padaku. Pintu lift pun tertutup. Tepat saat aku menekan tombol satu. Hanya ada aku dan Kun di dalam sini, jadi aku bebas untuk berbicara padanya, tanpa takut ada yang mendengarkan obrolan kami.
"Saya kira kamu mau apa tadi. Saya menunggu sambil berdebar-debar!!" Ucap Kun. Aku terdiam sambil memasukkan ponsel ke saku ku lagi.
"Lu ngarepin apa emangnya?"
"Saya kira kamu mau ngomong sesuatu, seperti.."
"Kenapa tante ngikutin saya? Gitu?" Kun terdiam membenarkan.
"Tadi gue ngetes doang, berjalan ke dekatnya. kalau dia beneran ngikutin gue, pasti tadi dia udah kabur atau menghindar, tapi nyatanya enggak kan?" Terka ku. Kun terdiam beberapa saat, lalu kemudian ia terkikik, layaknya suara kikikkan bangsa mereka pada umumnya. Si*l!! Suara tertawaan kuntilanak ini membuatku merinding mendengarnya.
"Begitu? Jadi sejak tadi itu yang ada di pikiranmu?" Ia kembali menertawaiku.
"Emangnya apa yang lucu?!" Keluhku.
"Tentu lucu! Itu akan jadi lucu kalau kamu tadi dengar isi hatinya!" Aku mengernyit. Ya!! Kun dapat mendengar semua isi hati orang lain kecuali isi hatiku kan. Jadi.. Apa yang barusan ia dengar dari wanita itu?
"Emangnya dia bilang apa?"
Ting!!
Suara pintu lift yang terbuka. Kun segera terbang dan meninggalkanku yang masih terdiam di dalam sana. Ia sepertinya enggan menjawab pertanyaanku barusan. Apa dugaanku pada wanita itu salah? Kenapa dia tertawa begitu padaku?
Aku pun keluar dari dalam lift. Tak mau lagi kalau harus melongo dan membiarkan pintu kembali tertutup dan membawaku kembali ke lantai atas lagi.
***
Malam harinya aku termenung di sudut kasur. Berbaring di pinggir sana, membiarkan kedua kakiku tertekuk, menjuntai dan menyentuh lantai, sementara tubuh bagian atasku berada di atas kasur.
Aku terus kepikiran dengan wanita tadi. Bukan berarti aku suka tante-tante, hanya saja itu cukup mengusikku. Untuk apa dia mengikutiku?
Ada maksud lain?
Tentu!
Lalu kenapa hantu itu tak membantuku? Jelas ia tak berpihak sama sekali padaku. Apa salahnya mengatakan apa yang ia ketahui padaku, tapi ia masih enggan, atau ia masih berharap agar aku mau melakukan pertukaran ludah itu?
Aku menilik dari sudut mataku. Menatapnya yang sedang fokus dengan laptop milikku. Ia sedang nonton anime yang komiknya sering ia baca. Mungkin karena itu belum ada pada zamannya? Terus terang ia terlihat udik, haha.
"Gam!!" Panggilnya padaku.
"Apa?" Sahutku ketus.
"Filmnya sudah habis." Ucap Kun sambil memutar tubuhnya ke arahku yang berada di belakangnya. Ekspresinya penuh harap dan memelas.
"Tinggal keluar, terus klik file yang ada di sebelahnya, itu next videonya."
"Saya takut salah klik."
"Aaah!!" Keluhku sambil beranjak dari atas kasur.
Sumpah, gravitasi dari kasur ke pintu saja sudah berat, di tambah harus melakukan hal mudah yang tak bisa ia lakukan ini.
"Ini begini!! Terus klik dua kali!!" Ajarku pada Kun. Video pun menyala, ku lihat ia menarik pipi, iya.. Kun sedang tersenyum. Rasanya aku jadi punya adik. Menyebalkan tapi terlihat lucu.
Aku kembali ke atas kasur dengan posisi yang tadi. Ku hela napasku beberapa kali sambil menatap langit-langit. Membiarkan AC meniup dingin wajahku. Yang terdengar adalah kikikkan suara Kun ketika aku hanya diam.
Aku masih penasaran, apa yang membuat anak ini meninggal.. Ia masih bergentayangan sejak enam belas tahun yang lalu hingga kini, pasti ada sesuatu yang ia cari.
Tapi apa?
Aku tak bisa menanyakan apa pun yang menyangkut hidup masa lalunya. Namanya saja ia lupa, apa lagi hidup dan bagaimana ia bisa meninggal.
Pertanyaan tentangnya terus berputar di kepalaku. Kenapa ia mau mengikutiku? Apakah alasan yang ia katakan itu jujur? Atau ada maksud tertentu?
"Gam!!" Sapanya lagi, membuatku membuyarkan lamunanku. Aku menilik menatapnya.
"Apa lagi?" Tanyaku ketus.
"Saya salah klik." Ucapnya sambil berbalik menatapku, wajahnya menyengir masam, memperlihatkan gigi-giginya yang kecil. Aku kembali beranjak dan menghampirinya sambil bersungut-sungut.
"Kan tadi udah di ajarin!! lu ngeklik apa sih?" Keluhku.
"Saya klik, tapi yang keluarnya lain." Aku mengernyit.
"Tadi begini!" Jelasnya padaku, mempraktekkan ulang apa yang sudah ia lakukan tadi.
"Jelas aja! Kalau mau ngeklik, lu harus liat tanda panah ini nih!! Arahin dulu mouse-nya" Ucapku sambil menggesek mouse.
"Liat, panahnya gerak kan kalau mouse nya di gesek?"
"Iya."
"Nah, lu arahin ke tanda silang yang ada di atas sini, terus klik. Terus, pilih video di sampingnya, arahin lagi mouse-nya, klik dua kali.. udah!" Jelasku lebih detil padanya.
"Oke!" Singkatnya sambil bersiap nonton. Aku menghela napas panjang.
"Gue mau mikirin lu aja gak bisa tenang!!" Keluhku. Kun langsung menyergap. Menoleh menatapku secepat kilat.
"Mikirin saya?" Tanyanya. Memastikan apakah aku sedang keceplosan atau ia yang salah dengar.
"Iya!"
"Kenapa mikiran saya?" Tanyanya bingung.
"RA-HA-SI-A!" Sahutku, membuatnya mengernyit. Sepertinya ia kesal karena tak mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Benar-benar puas rasanya. Sekarang dia ngerti kan, rasanya pengen tau, tapi di rahasiain!
"Mendingan kamu siap-siap untuk besok." Ucapnya seraya membuang wajahnya dariku. Kini giliran aku yang mengernyit. Menatap punggungnya, tanpa tahu ekspresi apa yang sedang ia tunjukkan kala itu.
"Karena senin besok..."
"Akan ada badai kan?"
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
mungkinkah badai yang di maksud bukan badai Angin
2024-02-18
0
Zuhril Witanto
dengan tuh cewek takut
2024-02-18
0
IG: _anipri
dan nontonnya pun sama hantu. wkwkwk
2023-03-16
0