Pagi ini aku bangun tepat waktu, tidak seperti kemarin-kemarin. Setelah bercerita dan menemani Kun nonton anime, aku tak sadar telah terlelap dan melalangbuana ke alam mimpi.
Aku beranjak, melipat sajadahku setelah selesai shalat subuh. Tentu tak ada Kun di sisi ku. Dia pergi. Setiap ada adzan dari jam khusus pengingat adzan yang ada di rumahku, saat aku mulai mengambil wudhu, dan ketika aku shalat, mengaji atau pun berdzikir, ia tak menampakkan bulu matanya sama sekali.
Kadang ia ada, dan mengambil jarak yang lumayan jauh dariku. Katanya sih kepanasan. Ia tak tahan. Makanya ia pergi. Dan aku tak selalu menanyakan kemana ia harus pergi, karena aku tahu ia akan kembali.
Aku mengambil handuk untuk mandi, dan masuk ke dalam kamar mandi setelah membaca doa. Kalian pun harus melakukan itu, karena kamar mandi ini tempat tinggal setan, kalian gak mau kan, aurat kalian dilihat mereka? Apalagi bagi yang perempuan. Dan tidak boleh mandi telanj*ng yaa..
Aku menatap pantulan wajahku di cermin kamar mandi. Cermin yang sudah di ganti ayah karena di pecahkan oleh Kun. Aku mulai mengambil sikat gigi dan mengoleskan pasta gigi di atasnya. Menyikat gigi ku sambil menatap datar ke arah cermin.
Tiba-tiba saja aku bergidik. Tak tahu kenapa, rasanya menjadi panik dan was-was sendiri. Aku mulai menelaah setiap sudut kamar mandi dari dalam cermin.
Menatap sebuah kloset duduk yang tertutup. Shower yang berada tepat di atas kepala ku. Bak mandi untuk berendam. Dinding kamar mandi yang di desain dengan keramik yang terlihat artistik. Dan cantelan handuk yang terpasang di dinding kamar mandiku. Tak ada yang aneh.
Aku pun meludah, lalu berkumur untuk menghilangkan busa dari pasta gigi yang ku pakai. Aku menyeka mulutku sambil kembali bercermin, memastikan tidak ada lagi busa yang tersisa di sisi bibirku. Aku pun meletakkan kedua tanganku di wastafel dan bertumpu di sana.
Setelah melamun sesaat, aku menghadap ke arah kloset. Membuang air seni ku di sana. Setelah benda milikku itu ku simpan di balik celana, aku kembali berjalan ke hadapan cermin dan memutar keran, agar mengeluarkan air pancuran dari shower yang berada di atas. Aku harus segera mandi, karena memang tak di anjurkan untuk berlama-lama di dalamnya.
Namun tak ku rasakan tumpahan air membasahi tubuhku yang membutuhkannya. Aku tak lantas mendongak ke atas, aku lebih tertarik kembali memutar-mutar keran dalam genggamanku.
Tes.. Tes..
Sesuatu menetes pada lenganku, rasanya dingin dan agak pedas, cairan itu pun terjatuh juga di lantai. Aku mengernyit memperhatikan. Cairan kental apa ini? Warna putih susu. Entah kenapa aku merasa bergidik. Bulu kuduk ku merinding, dan pori-pori kulitku merekah.
Tak kalah membuatku panik, tiba-tiba muncul suara cakaran pada langit-langit. Aku menenggak saliva, dan bersiap mendongak ke atas.
Ketika aku mendongak, sesuatu tiba-tiba saja jatuh dan menimpaku. Aku berteriak kencang saking kagetnya. Sesosok makhluk terjerembab bersamaku. Membuat kami terduduk berhadapan dan saling melemparkan pandangan.
"Sawa tewejut! (Saya terkejut!)" Keluh makhluk halus yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kun. Ia menatapku heran dengan sebuah sikat gigi di dalam mulutnya. Ia sedang bicara kalau ia terkejut. Aku menggeram kesal. Dia benar-benar seperti setan!! Tapi kan dia memang setan.
"Ngapain lu di atas? Nyakar langit-langit, terus ini?!" Keluhku pada cairan di atas lenganku. Ia menatap ke arah yang ku tunjuk.
"Busa dari dalam mulut lo?!" Pekikku kesal. Kun hanya mengangguk sambil melanjutkan menyikat giginya tanpa memperdulikan aku yang sedang kesal dan merasa jijik akan ludahnya.
"Lu pake sikat gigi siapa?"
"Saya ambil di sana," Tunjuknya pada tempat pasta gigiku yang masih di segel. Cadangan, karena aku selalu mengganti sikat gigi sebulan dua kali.
Tok Tok Tok!!
Suara ketukkan pintu kamar mandi membuatku terperanjat kaget. Aku segera menyahut panik.
"Ya?"
"Kamu kenapa nak? Kok teriak-teriak?" Itu suara ibuku dari balik pintu. Sepertinya teriakkanku kencang sekali. Sampai terdengar di dapur.
"Ha.. hampir kepleset bu!" Dalihku.
"Duh, lantai kamar mandinya udah licin ya? Nanti pulang sekolah kamu bersihin, nak. Di sikat! Bahaya tau!"
"O.. Oke bu, gampang!" Sahutku.
Aku terdiam beberapa saat. Memastikan kalau ibu sudah tak berada di depan pintu. Dan ketika sudah yakin kalau ibu sudah pergi, aku menatap Kun dengan sengit.
"Ngapain lu dateng tiba-tiba gitu?" Desakku kesal. Ia mengeluarkan sikat gigi dari dalam mulutnya.
"Namanya juga hantu. Itu bakat alami saya tahu!" Balasnya dengan mulut penuh busa.
"Tapi lu kan udah temenan sama gue, sama manusia! Bisa gak sih lebih manusiawi dikit?! Kalo gue sampai pingsan karena kaget gimana?" Ia terdiam. Nampak seperti sedang berpikir sejenak.
"Gampang! Tinggal saya yang masuk ke badan kamu, terus saya makan, terus ke sekolah. Gantiin kamu." Balas Kun remeh.
"BODO AH!! Bunuh lu sekali lagi gak dosa kan ya!!" Ucapku menahan pekik yang berusaha keluar dari dalam mulutku.
.
***
.
Di sekolah, aku sedang berjalan menuju kelasku. Tak henti-henti para siswi menyapaku dengan wajah semerah tomat, seperti biasa, mereka menyapa berharap aku lihat, namun ketika aku membalas tatapan mereka, mereka akan tersipu malu dan menundukkan kepalanya. Mereka kira aku ini lagu mengheningkan cipta apa? Yang harus menundukkan kepala tiap kali mendengarkannya? Aku berjalan sambil memasang dasi dengan topi abu-abu yang ku pakai terbalik.
"Agam!!" Sapa seseorang sambil menarik lenganku ke arahnya. Aku pun berbalik dan menatapnya.
"Lian? Kenapa?" Tanyaku heran, sambil menatap perempuan yang tengah memakai rompi merah miliknya, menandakan kalau ia adalah anggota PMR. Ia juga memakai topi dan membiarkan rambut panjangnya ia masukkan ke dalam lubang topi yang ada di bagian belakang. Seolah sedang terkuncir kuda. Manis sih.. Jujur.
"Kamu mau ke kelas ya?"
"Ya." Singkatku yang masih sibuk membenarkan dasi.
"Aku temenin ya, terus kita ke lapangan upacara sama-sama." Tawarnya sambil melepaskan lenganku dari genggamannya. Aku pun tersentak mendengarnya. Mau apa sih dia? Ia berjalan selangkah di hadapanku.
"Apa tuh? Kayak suami istri aja. Gak mau!" Balasku hingga membuatnya mencetut.
"Kok gak mau?" Ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya. Ah! Aku jadi tidak enak kan padanya.. apa barusan sikapku kasar?
Aku kembali terdiam. Ku tatap kedua matanya yang sejurus padaku. Melembutkan pandanganku. Kalau dia marah karena kata-kataku, jelas aku telah menyakiti perempuan, dan aku tak mau ibu kecewa.
"Lian, lu pergi duluan aja ya.. Entar gue nyusul kok." Ucapku sambil memberikan senyum singkatku padanya. Lian nampak terdiam sesaat, kemudian menyetujuinya dengan cepat.
"Yaudah deh." Singkatnya sambil berbalik cepat dan meninggalkanku. Aku hanya menatapnya datar. Dan membiarkan ia pergi dari hadapanku.
Kun hanya menatapnya tak berkedip. Kenapa? Apa Kun suka dengan Lian? Tapi nampaknya tidak. Aku yakin dia baru saja mendengarkan suara hati Lian? Makanya dia melihat Lian seperti itu. Rada sinis sepertinya.
Aku yang masih berjalan santai sambil mengutak-atik dasi pun mendengarkan sebuah suara...
Kriiiing... Kriiing...
Tentu itu adalah suara bel berbunyi. Aku langsung panik ketika mendengar suara itu. Aku bergegas berlari ke dalam kelas untuk meletakkan tasku, dan segera menuju lapangan upacara.
Di lapangan upacara, aku melihat semuanya sudah mulai mengatur barisan. Aku berjalan cepat tepat di belakang barisan tiap kelas. Berusaha mencari di mana kelasku berada.
Setelah menemukannya, aku berdiri di barisan paling belakang. Sebenarnya ukuran tubuhku cukup tinggi untuk berada di sana. Aku seharusnya berada di barisan kedua atau paling depan. Tapi karena aku datang terlambat, ya aku harus berdiri di belakang. Namun tiba-tiba, sesuatu dari arah samping menyergapku.
Plak!!
Seseorang menampar pundakku, hingga membuatku tersentak. Aku segera menoleh ke arah gadis mungil di sampingku.
"Yang badannya tinggi di depan dong!! PeAk!!" Gerutunya padaku. Aku mengernyit menatap perempuan itu. Dia Dara? Aku baru sadar kalau tubuhnya mungil, jadi dia berdiri di barisan paling belakang seperti ini. Aku tersenyum sinis menatapnya. Ku ledek apa ya? Kelihatannya dia ini lucu.
"Iya deh, Unyi!" Ledekku, membuat ekspresinya seketika berubah.
"Nyebelin banget! Sana pergi!!" Usirnya sambil mendorong tubuhku dengan kuat, membuatku hanya bergerak sedikit saja atas dorongannya.
Dari arah depan namun pasti. Maxim yang merupakan ketua kelas menghampiriku ke belakang. Tubuhku memang mencolok jika di letakkan di belalang.
"Gam, ke depan!" Pintanya. Aku hanya diam dan menuruti kemauan mereka (Agam dan Dara). Berdiri di barisan paling depan, tepatnya di samping Maxim yang merupakan pemimpin barisan di kelas kami pada saat itu.
"Ini sedang apa?" Tanya Kun yang ikut berbaris di antara aku dan Maxim. Aku hanya diam dan tak menanggapi.
"Jadi ini upacara bendera enam belas tahun kemudian ya?" Gumamnya lagi sambil sibuk menilik ke sekeliling.
"Tidak ada yang spesial dan berubah. Kecuali wajah orang-orang jaman dulu dan jaman sekarang!" Aku mengernyit menatapnya. Bermaksud untuk menanyakan apa maksudnya.
"Dulu itu yang sudah SMA sudah tumbuh kumis dan bulu kaki. Pakai celana sampai rusuk, sama ikat pinggang, kaki celananya besar lagi, bisa buat menangkap ikan di sungai. Kalau yang berlagak preman dan bandel, kancing bajunya di buka sampai dada. Terus lengan bajunya di gulung. Itu keren banget bagi kami."
"Selama ini saya cuma di gudang, jadi tidak pernah lihat upacara dan proses kalian belajar. Karena tempat saya di gudang." Terangnya lagi. Aku pun mengernyit, menatap wajah dan kakinya yang semulus pant*t bayi.
"Pelajar SMA dulu punya kumis dan bulu kaki, kok lu enggak? Elu SMA juga kan terakhir kali hidup?" Gumamku dengan gerakkan mulut yang lambat tanpa suara. Aku yakin Kun bisa mengartikannya. Kun langsung mengusap dagunya, meraba untuk memastikan sesuatu.
"Iya, saya belum tumbuh bulu! Haha.." Sahut Kun sambil tertawa geli.
"Saya albino nampaknya. Rambut dan kulit saya putih sekali. Jadi mungkin bulu saya berjenis halus atau transparan." Jelasnya.
Mana ada sih bulu yang transparan. Dia hanya berdalih saja, karena memang tak punya bulu. Aku meringis menahan tawa. Menutup rapat mulutku sebisanya. Siapa juga yang nanya dia albino atau enggak, apa dia mau pamer kalo punya bulu-bulu pirang??
Di samping kiriku, Ciko mengernyit heran. Menatapku yang sedang terkikil menahan tawa, hingga pundak ku naik turun tak beraturan.
"Gam! Ngapain lu diem-diem ketawa?" Tanyanya padaku. Aku pun terdiam, berusaha menahan tawa dengan mendatarkan wajahku.
"Oooh!!" Ciko langsung mengangkat kedua alisnya, seolah baru menyadari sesuatu. Ia mengarahkan jari telunjuknya ke hadapanku.
"Elu diem-diem kentut kan? Ngaku lo!!" Tuduh Ciko padaku sambil mencubit ujung hidungnya. Menahan bau maksudnya.
"Emangnya gue elu!" Balasku sambil kembali tertawa karena ekspresi lucu yang di tunjukkan Ciko padaku.
"Aneh nih bocah! Salah minum obat kali ya?" Keluh Ciko lagi.
"Dia kenapa ya? Berisik sekali dari tadi.. Apa dia juga tidak punya bulu?" Tanya Kun padaku.
Aku mengulum bibirku. Terserah lah, entah kenapa, baik di sekolah lama atau baru, ada saja hal-hal lucu yang mampu membuatku berusaha menahan tawa setiap kali upacara bendera.
"Psst, Cik, Gam Serius dikit kek!! Upacara udah mau mulai nih!!" Tegur Maxim yang merasa risih atas ulahku dan juga Ciko.
Aku dan Ciko pun terdiam serentak. Yaa, wibawa Maxim memang sudah mendarah daging, jadi waktu dia bilang A, ya kami pasti akan menuruti. Walau kadang dia songong dan ngeselin sih.
.
***
.
Upacara pun berlangsung seperti biasa. Kakiku jadi kebas karena berdiri dengan posisi tegap cukup lama. Aku mulai tak fokus pada pelaksanaan upacara. Jangan menghujatku ya, karena aku hanya mengutarakan apa yang aku rasa.
Mataku mulai bersileweran, menatap keseluruh wajah siswa dari kejauhan. Dan mataku pun terhenti pada makhluk halus di sampingku. Ia tiba-tiba saja terbelalak, tubuhnya tersentak dan aku tak tahu apa yang baru saja ia lihat atau rasakan.
Tubuhnya kaku dan mengeras. Matanya masih membelalak, dan kedua alisnya terangkat. Ia menatap ke arah sisi kanan. Aku pun mengikuti arah pandangannya.
Ia menatap barisan kelas X1? Ada apa? Kenapa raut wajahnya kaget begitu. Ku lihat lagi, ia menggigit bibir bawahnya. Dan kedua tangannya terkepal kuat. Apasih yang ia lakukan? Apa yang ia lihat dan rasakan?
"Kepada, bendera merah putih... Hormaaat... Grak!!!" Seru pemimpin upacara dengan suara lantang nan merdu. Di sambut dengan iringan lagu Indonesia Raya dari tim Padus.
Kami pun serentak mengangkat tangan dan meletakkannya di pelipis sebelah kanan, tepatnya di ujung topi sambil memperhatikan sang saka merah putih sedang di kibarkan.
Aku lihat Kun ikut menghormati. Namun seketika saja, dari barisan kelas X1, terdengar suara jeritan menyeramkan yang begitu melengking. Bahkan aku yang di pisahkan oleh kelas X2 tetap dapat mendengarkan teriakkannya.
Seluruh teman kelas mereka panik, terlebih ketika seorang perempuan jatuh dan terjerembab di atas tanah. Sepertinya dia adalah perempuan yang berteriak tadi.
"Ada apa? Kenapa?" Sayup-sayup ku dengar suara penasaran dari tiap murid sambil menoleh ke arah tersebut. Anggota PMR yang bersiaga di belakang dengan sigap datang dan menghampiri korban.
Aku juga lihat Lian ada di sana. Ia ikut membantu, namun tiba-tiba, Lian pun ikut oleng dan tubuhnya terhuyung. Dengan sigap anggota PMR yang lain menangkap tubuhnya sebelum jatuh.
"Aaaakkkkhhh!!" Pekik Lian dengan kencang sambil memberontak. Ia membuka topi dan mengacak-acak rambutnya. Wajahnya memerah, dapat ku lihat dari kejauhan, karena aku lumayan tinggi.
"Kesurupan?" Gumam teman-temanku.
Sudah dua orang yang berteriak..
.
Tidak, tiga orang..
.
.
Bukan, empat??
.
Sekarang ada berapa? Kenapa terus bertambah?
Beberapa siswa bubar dari barisan. Mereka menghampiri korban yang di dominasi oleh kelas X1. Beberapa orang guru pun mulai menghampiri.
Semua orang mulai panik, namun sang saka merah putih tetap dikibarkan dengan iringan lagu Indonesia Raya yang indah.
Aku masih dalam posisi hormat, namun kedua mataku fokus pada arah lain. Di dalam kepanikan setiap wajah orang-orang, aku menatap Kun.
Lelaki berkulit putih pucat yang berada di sampingku. Ia menyelis, menatap ke arah kelas yang memang telah ia lihat sebelum kesurupan ini terjadi.
Ia memunggungiku. Aku tak dapat melihat ekspresinya kala itu, tapi dari kejelian mataku, ku lihat kedua pipinya tertarik.
Kun sedang tersenyum???
Tapi... apanya yang lucu?
.
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
Kun kenapa
2024-02-19
0
Zuhril Witanto
🤣🤣🤣
2024-02-18
0
IG: _anipri
heh ....
2023-04-02
0