Bab 9 Penagih Hutang

Pagi itu Prapto berhasil mengajak Koniyah menemui Duan ke rumahnya. Di sana tentu saja Duan telah paham dan mengerti kenapa Prapto mengajak adik iparnya itu menemuinya. Setelahnya Duan menyambut keduanya dengan jamuan mewah. Merasa sudah memenuhi apa yang diminta oleh Duan yaitu seorang gadis perawan yang akan dijadikan tumbal pesugihan, Prapto pamit pulang. Koniyah merasa kalau kakak ipar nya itu seperti memberikan kesempatan terhadap dirinya untuk berduaan dengan Duan. Tentu saja Koniyah tidak merasa curiga dengan tujuan Prapto membawa nya ke rumah Duan yang akan dijadikan korban. 

Saat Duan mengantarkan Prapto di depan rumah dan Koniyah masih tetap duduk di ruang tamu, Duan berbicara pelan pada Prapto mengenai imbalan yang harus ia berikan terhadap sahabatnya itu. 

"Prapto, kenapa kamu menawarkan Koniyah adik ipar kamu menjadi tumbal? Dia bahkan terlalu cantik jika harus aku korbankan. Sayang banget kalau mati sia-sia untuk dijadikan tumbal. Lebih baik aku jadikan istri kedua saja, hahaha!" ucap pelan Duan. Prapto mengerut keningnya. Dia kurang suka jika Duan merubah rencananya. 

"Koniyah sudah sering bikin aku sakit hati, Wan. Tapi kalau mau kamu demikian terserah. Tapi jangan  lupa uang sepuluh juta nya untuk ku. Aku sangat memerlukan nya," sahut Prapto. Duan langsung tertawa lepas. 

"Hahaha, jangan khawatir sobat! Aku akan memberikan uangnya untuk mu. Bahkan aku akan memberikannya dua kali lipat lebih banyak. Dua puluh juta cukup bukan?" kata Duan yang membuat Prapto bisa bernapas dengan lega. Memahami hal itu Duan langsung menyambung pembicaraan nya lagi. 

"Tapi tidak hari ini. Besok aku akan memberikannya untuk mu dan mengantarkan uangnya ke rumah kamu. Oke?" sambung Duan. 

"Wah yang benar, Wan? Terimakasih Wan. Aku sangat memerlukan banyak uang untuk melunasi hutang-hutang ku," sahut Prapto. 

"Oke, baiklah!" kata Duan akhirnya. 

****

"Di mana Prapto! Prapto!" teriak salah seorang wanita yang berusia kurang lebih lima puluh tahunan.

Dia adalah seorang rentenir yang hendak menagih hutang. Sore itu Maryati sedang berada di rumah dan sedang berjualan es seribuan di depan rumahnya. Ditambah jajanan anak-anak. Tiba-tiba saja seorang wanita datang ke rumahnya dengan marah.Maryati segera mendatangi wanita itu dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.

"Maaf, bu! Mas Prapto masih bekerja menjadi kuli panggul di pasar," ucap Maryati. Wanita itu terlihat marah dan sangat kesal.

"Aku tidak peduli! Kamu istrinya harus membayar hutang suami kamu, Prapto sebesar lima belas juta beserta bunganya," sahut seorang wanita rentenir itu yang bernama bu Walginah.

Maryati langsung ketakutan. Dari mana dia harus membayar hutang ibu itu dengan nominal uang yang cukup banyak. Sedangkan hari ini dia berjualan es dan juga jajanan anak-anak baru mendapatkan uang sekitar tujuh puluh lima ribu rupiah. Itupun jumlah modal bercampur dengan keuntungan nya. Jika uang itu diberikan semuanya pada bu Walginah, bagaimana besok akan berbelanja lagi untuk modal jualan.

"Maaf, bu! Saya tidak punya uang sebanyak itu. Saya jualan baru dapat segini, bu. Saya baru dapat uang segini!" ucap Maryati sambil menunjukkan uang hasil jualannya pada bu Walginah, sang rentenir itu.

"Itu masalah kalian! Pokoknya besok kalau aku kemari kalian tidak bisa melunasi hutang kalian beserta bunga-bunganya, kalian harus angkat kaki dari rumah ini. Karena apa? Suami kamu telah menggadaikan sertifikat rumah ini. Jadi karena kalian tidak bisa melunasi hutang-hutang kalian, maka rumah ini akan menjadi milikku," kata bu Walginah dengan ketus.

"Loh, tidak bisa dong bu! Hutang kami saja hanya sekitar sepuluh jutaan. Masa rumah kami dengan seharga dua ratus lima puluh juta seenaknya ibu ambil," protes Maryati.

"Makanya, besok kalian harus melunasi hutang-hutang kalian beserta bunganya berjumlah tujuh belas juta. Kalau tidak? Kalian harus minggat dari rumah ini," sahut bu Walginah.

"What? Kok naik lagi sih? Bukannya hutang kami hanya sepuluh juta? Tadi ibu bilang jadi lima belas juta. Sekarang naik jadi tujuh belas juta. Tidak sekalian dua puluh juta saja, bu!" Maryati ikut mengomel. Bu Walginah semakin geram.

"Ah banyak bacot kamu! Pokoknya besok saat aku datang ke sini, uang itu harus ada. Aku tidak mau tahu! Bilang pada suami kamu kalau aku datang menagih hutang!" kata bu Walginah dengan naik pitam.

Wanita itu mendorong Maryati hingga jatuh ke lantai. Setelah itu wanita itu pergi meninggalkan rumah Maryati. Sepeninggal bu Walginah, Maryati menangis tersedu-sedu. Dia kembali meratapi nasibnya yang masih terbelit hutang dan dalam kesusahan.

"Ya Tuhan! Kenapa Engkau masih saja memberikan kesulitan dan kekurangan pada kami. Sedangkan kami selalu taat beribadah dengan Engkau Ya Tuhan! Ini tidak adil, Tuhan!" ucap Maryati dengan rintihan dan keluhan yang memilukan.

Saat menjelang malam, Prapto tiba dengan membawa oleh-oleh di tangannya. Dia mungkin saja hari ini sedang ramai menggunakan jasanya sebagai kuli panggul di pasar. Wajah cerah karena mengantongi banyak uang di mana jumlah uang itu cukup untuk berbelanja istrinya esok hari.

"Assalamu'alaikum, Maryati! Aku datang, bawa makanan kesukaan kamu dan anak-anak nih," kata Prapto dengan ceria. Maryati tetap menyambut hangat suaminya walaupun saat ini dia dirundung kesedihan karena tadi ditagih hutang oleh bu Walginah sang rentenir.

"Ini apa mas?" tanya Maryati.

"Itu kue pisang coklat kesukaan kamu dan anak-anak. Dan ini uang yang aku dapatkan hari ini. Semoga cukup untuk belanja besok yah," kata Prapto sambil menyerahkan recehan uang pada istrinya. Maryati menerimanya dengan kedua bibir yang dipaksakan tersenyum. Prapto melihat wajah istrinya yang seperti menyembunyikan sesuatu.

"Kamu kenapa, Maryati?" tanya Prapto. Cukup lama Maryati diam seribu bahasa. Dia ingin menyampaikan perihal bu Walginah yang sudah menagih hutang.

"Mas, Prapto! Sepertinya aku sudah lelah menjadi orang miskin dan dalam kekurangan seperti ini. Aku berubah pikiran, mas! Aku mau kalau kita mencari pesugihan untuk bisa merubah nasib kita," kata Maryati tiba-tiba.

Prapto tentu saja membulat bola matanya mendengar ucapan istrinya. Pria itu tentu saja tidak percaya dengan ucapan Maryati yang setuju dengan bersekutu dengan iblis untuk mendapatkan kekayaan.

Maryati yang sholehah dan sudah berhijab itu tentu saja punya ilmu agama yang tidak cetek. Kenapa tiba-tiba berubah pikiran ingin berpaling dari Tuhan.

"Maryati! Ada apa dengan kamu?" sahut Prapto. Justru Maryati menangis tersedu-sedu dan dia mulai menceritakan semuanya kalau tadi sang rentenir itu telah menagih hutang.

"Aku mohon, mas! Minta tolong lah dengan Duan sekali ini saja untuk melunasi hutang-hutang kita pada rentenir itu. Aku tidak mau rumah warisan orang tuaku ini diambil oleh bu Walginah sang rentenir itu," kata Maryati sambil menangis keras. Hal itu membuat Prapto bingung lalu memeluk istrinya. Dia takut suara tangis istrinya membuat ke lima anaknya jadi bingung dan ikut sedih.

"Baiklah! Sekarang juga aku akan minta tolong  pada Duan. Aku akan ke rumahnya sekarang. Mudah-mudahan Duan bisa membantu kita," ucap Prapto mengelus punggung istrinya dan berusaha membuat tenang Maryati.

"Pokoknya setelah ini kita harus kaya mas! Aku tidak mau dihina terus seperti ini," sahut Maryati putus asa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!