Chapter 18

Ify memutuskan untuk melupakan tingkah aneh Gabriel. Ia tak ingin terlalu pusing. Semua hal memang sudah terlalu aneh baginya. Hal-hal ajaib yang tiba-tiba terjadi di depan matanya cukup membuat Ify therapy jantung karena shock.

Tak ingin terus kepikiran dengan tingkah aneh Gabriel, Ify memutuskan untuk membiarkan pemuda itu sejenak. Mungkin ada masalah yang tak ingin dirinya tahu. Tapi Ify yakin, cepat atau lambat, pemuda itu pasti akan cerita padanya. Ia hanya perlu menunggu sampai Gabriel cerita dengan sendirinya.

Keasyikan melamun, Ify tak sadar jika dirinya kini sudah ada di depan restoran. Perutnya keroncongan minta diisi. Awalnya ia berniat untuk delivery aja karena malas keluar. Namun saat di apartemen ia malah terlalu banyak berpikir yang akhirnya berujung pusing. Ia sedang tak ingin menggunakan otaknya untuk saat ini. Ia hanya ingin melakukan apa yang ingin ia lakukan.

Satu porsi soto daging yang asapnya masih mengepul menguarkan harum bumbu rempah yang membuat perut Ify seketika keroncongan. Lalu tanpa menunggu lama, ia pun mulai menikmati soto daging itu dengan nikmat. Tak peduli meski dirinya hanya sendirian.

Satu sendok terakhir yang ada di mangkok, perhatian Ify tersita dengan kejadian yang ada di luar restoran. Ify yakin dirinya tidak berhalusinasi saat melihat api yang terbang melintas dengan cepat di atas mobil-mobil yang melaju melintasi jalan raya. Memang lalu lintas tak terlalu padat, tetapi yang membuat Ify heran saat tak ada kehebohan sama sekali seolah hanya dirinya yang melihat.

Selesai dengan makannya, Ify memutuskan untuk jalan-jalan sebentar. Ia semakin merapatkan topi hitamnya dan memandang sekeliling dengan waspada. Dulu, ia tak sewaspada ini. Meskipun banyak musuh yang yang mengincarnya, mereka adalah manusia, yang mana ia masih bisa melawan dengan sekuat tenaga. Namun sekarang, ia bukanlah tandingan dari mereka. Hal-hal yang seharusnya tak pernah ada dan tak pernah ia lihat. Hal yang seharusnya berjalan di dunia mereka sendiri. Yang tak seharusnya bercampur dengan dunia manusia.

Bagaikan maling yang sedang dikejar massa, Ify berjalan tergesa-gesa sambil sesekali menoleh ke belakang. Entah kenapa firasatnya sangat tidak enak. Ia merasa ada yang mengikuti dan mengawasinya. Hingga ia sampai di depan toko pakaian, Ify memutuskan untuk masuk. Dengan asal ia mengambil pakaian dan menggantinya di ruang ganti. Ia juga sengaja memakai wig sebagai bentuk penyamaran. Jika yang mengikutinya hanya manusia, maka cara ini akan membuat mereka terkecoh. Tapi jika yang mengikutinya adalah makhluk lain, maka Ify hanya perlu berjuang sampai titik darah penghabisan meskipun hasilnya sudah jelas.

Ify mematut diri di depan cermin. Penyamarannya sangat sempurna, siapapun pasti tidak akan mengenalinya. Pasalnya ia menyamar sebagai laki-laki

Dengan celana jeans hitam dan kemeja biru kebesaran. Wig berwarna merah maroon dengan kumis tipis yang membuat Ify sesekali ingin menggaruknya karena gatal.

"Gue ganteng juga kalau jadi laki-laki," gumam Ify lirih lalu setelahnya menuju ke kasir.

Keluar dari toko, mata Ify awas mengamati kanan dan kiri. Siapa tahu orang yang mengikutinya masih mengawasi dirinya dari suatu tempat.

Merasa tak ada yang mencurigakan, gadis itu melenggang santai meninggalkan toko, tanpa sadar sepasang mata tajam mengawasinya dari puncak gedung tertinggi. Seringaian mengerikan tercetak di bibirnya.

"Kau akan menjadi pancingan yang sempurna."

❄️❄️❄️

Rio menyelesaikan semedinya setelah merasa kekuatannya semakin bertambah. Ia melatihnya sesaat sebelum kembali ke bumi. Meninggalkan Cakka sendirian sedikit mengkhawatirkan. Bukan takut jika pemuda itu kenapa-napa, tapi takut jika orang di sekitarnya merasa sedikit gila. Mengingat Cakka yang juga tak terbiasa dengan kehidupan manusia.

Awalnya Rio berniat untuk langsung pulang ke rumah saat ia melihat Dea melesat cepat membelah jalanan ibukota. Khawatir gadis itu melakukan sesuatu yang bisa mengancam nyawa manusia, Rio memutuskan untuk mengawasinya dari jauh. Dea hanya berputar-putar tak tentu arah membuat Rio mengerutkan keningnya heran. Saat Dea akhirnya mendarat di atas sebuah gedung, Rio memilih untu mengawasi dari sebuah gang sempit yang masih leluasa untuk mengawasi Dea ataupun melakukan suatu tindakan jika diperlukan.

Selama beberapa menit tak ada aktifitas yang mencurigakan, membuat Rio hampir saja berniat pulang. Tapi pandangan Dea yang tak pernah lepas dari satu titik membuat Rio penasaran. Ia mengikuti arah pandangan Dea dan menemukan seseorang baru saja keluar dari butik dengan penampilan yang membuat Rio ingin tertawa dengan keras.

"Dasar bodoh," umpatnya. "Lo nggak akan bisa mengelabui kita dengan penampilan lo yang kaya gitu."

Rio hanya bisa menggelengkan kepala melihat gadis itu mulai melangkah dengan percaya diri dan yakin tak ada yang mengenalinya. Rio mengirimkan telepati kepada Cakka agar mengatasi Dea karena ia perlu menghampiri Ify atau gadis itu akan berada dalam bahaya. Rio yakin, bangsa api yang ada di bumi sekarang bukan hanya Dea dan Patton, tapi juga para antek-anteknya yang sudah membuat para manusia resah.

❄️❄️❄️

Ify berniat untuk mampir ke toko buku sebelum pulang ke apartemen. Hanya satu kali naik bus ia akan tiba di toko buku. Jika sedang tak bertugas, maka membaca adalah salah satu cara Ify membunuh waktu. Tak ada keluarga, tak ada teman -kecuali Gabriel- yang bisa menemani hari-hari sepinya. Awalnya memang sulit, setelah kematian kedua orangtuanya Ify merasa dunia benar-benar asing. Tetapi Gabriel terus datang merecoki hidupnya hingga ia tak terlalu merasa kesepian.

"Di saat seperti ini pun lo masih mikirin pemuda lemah itu."

Ify terperanjat, ia menoleh dan mendapati kursi di sebelahnya yang awalnya kosong kini sudah terisi.

"Ngapain lo di sini?" tanya Ify sambil melihat ke sekeliling.

"Naik bus," jawab Rio santai.

"Tapi lo kan bisa eh- tunggu! Gimana lo bisa tahu ini gue?" Ify melotot. Seharusnya penyamarannya sudah sempurna.

"Serius lo tanya seperti itu ke gue?" Rio menunjuk dirinya sendiri.

Awalnya Ify masih tidak mengerti, tapi sesaat kemudian ia menepuk keningnya sendiri. Kenapa ia bisa lupa kalau yang di sebelahnya ini bukan manusia?

Percakapan keduanya terhenti saat bus berhenti di depan toko buku. Ify bangkit, berniat turun. Tak lama kemudian Rio menyusul.

"Lo ngikutin gue?" tanya Ify saat mendapati Rio juga turun di tempat yang sama.

"Enggak, kenapa juga gue harus ngikutin lo?" Rio membuang muka, tetapi pandangannya justru tertuju ke seberang jalan dimana segerombolan orang berpakaian serba hitam tengah mengamati di tempat mereka berdiri.

"****!" gumam Rio lalu dengan cepat menggapai tangan Ify dan menyeret gadis itu mengikutinya.

"Lo mau ngapain?" protes Ify sambil memberontak. Mencoba melepaskan cekalan tangan Rio.

"Diam dan ikuti gue!" Rio terus membawa Ify mengitari toko buku hingga sampai di halaman belakang.

"Kenapa gue harus ngikutin lo, sih?" Ify masih memberontak membuat Rio berdecak sebal.

"Akh!" Ify memekik kaget saat Rio tiba-tiba saja mengangkatnya ala bridal style dan membawanya lari dengan cepat. Ify bahkan tak tahu seberapa cepat Rio berlari, hanya saja angin yang menerpanya sangat keras. Ia hanya mampu mencengkeram kemeja Rio erat, menenggelamkan wajahnya di dada pemuda itu dan memejamkan matanya rapat-rapat.

❄️❄️❄️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!