Rata-rata manusia menganggap semua hal diluar nalar mereka hanyalah omong kosong. Semakin berkembangnya zaman dan teknologi, membuat manusia selalu berpikir kritis dan logis. Meskipun banyak legenda yang merebak dan rata-rata menceritakan tentang hal-hal ajaib, tetapi otak manusia sudah ter-setting sedemikian rupa sehingga menganggap legenda itu hanyalah mitos.
Jika ada perbandingan maka perbandingannya adalah 8:2. Hanya segelintir orang yang percaya jika ada makhluk lain yang hidup selain di bumi. Begitupun di bumi, ada dunia lain yang dihuni oleh sekelompok makhluk berbeda.
Ify termasuk dalam golongan 2. Dia percaya, jika ada makhluk lain selain manusia yang menghuni alam semesta. Tentunya selain binatang dan makhluk yang pernah ia jumpai selama hidup di bumi.
Semenjak kecil, Ify sangat suka membaca tentang kisah-kisah legenda yang membuatnya selalu berkhayal dan berangan-angan. Ia percaya ada vampir, iblis, peri dan berbagai makhluk mitologi lainnya. Bahkan, ia berharap menjadi salah satu dari mereka. Bukankah mempunyai kekuatan itu keren?
Hal itu pula yang mendorong Ify masuk sebagai agen BIN . Ia ingin terlihat kuat dalam membasmi kejahatan. Terlihat naif? Tapi Ify menikmati perannya sekarang.
"Udah gede, Fy! Masih aja hobi baca dongeng kaya gitu."
Setelah siuman, Ify memilih untuk rawat jalan. Meskipun berkali-kali Gabriel mengelak dan membujuk, tak akan pernah menggoyahkan keinginan Ify yang sudah sekeras baja. Sebenarnya Gabriel tahu, menolak keinginan gadis itu adalah sebuah kesia-siaan. Tapi, ia juga khawatir dengan kondisi sahabatnya ini.
"Gue nggak perlu komentar lo," sahut Ify singkat.
Gabriel menghela napas pelan. "Nih, gue bawa jeruk. Jangan minta dikupasin. Tangan lo sehat walafiat tanpa cidera apa pun."
Ify merengut. Ia malas jika harus mengupas terlebih dahulu.
"Oh ya, gimana dengan laki-laki yang sama gue waktu itu?" tanya Ify yang tiba-tiba teringat pemuda yang pingsan saat kecelakaan dengannya.
"Ya nggak gimana-gimana. Tapi habis operasi sempat mati bentar, tapi hidup lagi." Gabriel menerawang. Saat itu ia juga mencari tahu tentang laki-laki yang ia jumpai bersama dengan Ify saat kecelakaan.
"Terus?"
Gabriel berdecak. "Ya kalau udah hidup lagi berarti sehat walafiat."
"Ya gue kan ngerasa bersalah aja udah nabrak dia," bela Ify.
"Iya elah, oh iya Pak Erwan bilang, lo dapat cuti satu bulan."
Alis Ify terangkat sebelah. "Ngapain pake cuti segala?"
Gabriel yang gemas menoyor kepala Ify. "Lo punya nyawa berapa sih? Habis kecelakaan bukannya seneng dikasih cuti malah tanya kenapa."
"Gue bosen tahu di apartemen mulu," keluh Ify. Satu hari penuh di apartemen saja sudah membuat otaknya buntu, apalagi satu bulan. Membeku sudah.
"Ya lo kan bisa jalan-jalan, shopping kek, makan-makan, liburan. Sebenarnya gue pengen nemenin lo, tapi gue dapat tugas ke Singapura," sungut Gabriel.
"Yaudah deh, ntar gue pikir lagi mau ngapain."
Gabriel bangkit dari duduknya dan mengacak rambut Ify. "Gue pergi dulu, jangan macem-macem!"
"Iya, ish!"
❄️❄️❄️❄️
Setelah diperiksa dokter, hari itu juga Rio diijinkan untuk pulang. Alvin yang sudah selesai mengurus administrasi menghampiri Rio yang telah selesai berpakaian.
"Lo pulang aja dulu, gue ke kantor!" pesan Alvin sambil menyerahkan kunci mobil kepada Rio. "Lo nggak trauma bawa mobil kan?"
Rio mendengus. "Lo pikir mental gue serenyah kerupuk?"
"Iyaa iyaaa gue percaya. Ya udah gue pergi dulu!" pamit Alvin yang dibalas dengan anggukan saja oleh Rio.
Selesai bersiap, Rio melangkah keluar dari kamar inap miliknya menuju basement untuk mengambil mobil.
Di dalam lift hanya ada Rio seorang diri. Padahal masih waktu jam besuk. Untuk membunuh kebosanan, Rio memainkan kunci mobilnya. Beberapa saat kemudian, ia merasakan lift sedikit berguncang dan lampu berkedip.
"Jangan bilang liftnya rusak," gerutu Rio sambil mendial nomor yang akan menghubungkannya ke pihak rumah sakit. Ia tak mau terjebak terlalu lama di dalam lift.
Belum sampai panggilannya tersambung, seseorang yang kini berdiri di hadapannya membuat jantung Rio merosot turun.
"Jadi ... gue nggak mimpi?"
Seseorang yang ada di depan Rio itu menggeleng lalu menunduk hormat.
"Tidak, Yang Mulia. Semua yang Yang Mulia alami adalah nyata, dan saya di sini untuk berjaga andaikan ada bangsa Api yang menyerang Anda."
Rio termangu. Ia ingat laki-laki ini bernama Cakka dan mengaku sebagai tangan kanannya. Tapi, ini semua sungguh diluar nalar.
"Tapi ... bagaimana caramu masuk? Bagaimana caramu datang ke bumi?"
Ting!
Belum sempat pertanyaan Rio terjawab lift berdenting dan terbuka. Beberapa orang di depan lift tampak tercengang saat melihat Cakka. Rio yang bingung pun ikut melihat Cakka. Masih sama, dengan hanfu putih, rambut putih panjang dan pedang yang terselempang di bahu kanan membuat Cakka terlihat aneh.
"Ah, maaf ini sepupu saya habis ikut kontes roleplayer." Rio memecah keheningan.
Orang-orang yang awalnya heran pun mengangguk paham dan mulai masuk ke dalam lift.
"Ikut gue!" Rio menarik Cakka yang menurut dan membawa ke dalam mobil.
Cakka tampak celingukan bingung dan memandang seisi mobil. "Ini ruangan apa, Yang Mulia?"
Rio menepuk keningnya pelan. "Ini namanya mobil!"
"Mobil?"
Tak menjawab pertanyaan Cakka, Rio mulai menjalankan mobil.
"Yang Mulia, kekuatan apa yang kau gunakan? Kenapa benda ini bisa bergerak. Hati-hati di depan ada tiang!" Cakka histeris dan berpegangan erat pada jok mobil.
"Diamlah!" desis Rio yang sudah mulai sakit kepala melihat tingkah Cakka.
Sepanjang perjalanan hanya diisi dengan histeris Cakka dan pertanyaan unfaedah lainnya. Rio bungkam tanpa berniat untuk menjawab hingga membuat Cakka diam dengan sendirinya.
"Turun!" perintah Rio saat mereka sudah tiba di rumah Rio.
"Baik, Yang Mulia!"
Bukannya membuka pintu, tetapi Cakka menggunakan kekuatannya untuk keluar mobil. Untung saja tidak ada orang yang melihat karena Rio tidak mempekerjakan satpam. ART pun hanya datang saat siang dan sepertinya sekarang sedang di dapur menyiapkan makan malam.
"Jangan menggunakan kekuatanmu sembarangan. Kamu bisa ditangkap dan dijadikan kelinci percobaan." Meski masih diambang keraguan, tetapi Rio cukup yakin jika saat ini ia sadar sepenuhnya dan bukan mimpi.
Tapi jika memang benar bukankah ia juga memiliki kekuatan? Iseng Rio mencoba melemparkan cakram seperti yang pernah ia lakukan, tetapi tak mengeluarkan apapun.
"Kok nggak bisa?"
Sekali lagi Rio mencoba tapi tak ada apapun yang terjadi.
"Gue gila kali, ya? Ini gue mimpi, ngelindur, apa gimana?" Rio bergumam frustasi.
"Sepertinya kekuatan Yang Mulia belum bisa dikendalikan karena ingatan Anda yang belum kembali," sahut Cakka yang memperhatikan tingkah Rio sejak tadi.
Rio menghembuskan napas kasar. Sepertinya ia harus menyiapkan tenaga lebih untuk mengingat apa yang ia lupakan.
"Masuk! tapi lewat pintu. Bersikaplah normal di depan orang lain. Oh ya, sepertinya penampilan lo perlu di permax."
Cakka mengamati penampilannya bingung. "Memangnya apa yang salah, Yang Mulia?"
"Lo sekarang ada di bumi, dunia manusia. Lo nggak ingat tatapan aneh saat kita di basement rumah sakit?"
Cakka tampak mengingat lalu mengangguk patuh. "Baik, Yang Mulia!"
Rio mengangguk puas. Rupanya pemuda ini penurut juga.
❄️❄️❄️❄️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
saniscara patriawuha.
jhuossssssssss mangggg ottttrorrrrrr
2023-12-05
0