Chapter 7

Amerika Serikat, 2020

Aula yang memiliki kapasitas ribuan orang itu kini dipenuhi oleh orang-orang berpakaian hitam. Beberapa diantaranya memakai ikat kepala, topi dan membawa pistol yang diselipkan ke pinggang. Di tengah ruangan, terdapat meja yang menyajikan hidangan mewah. Minuman dengan berbagai macam merk berjejer rapi membuat siapa pun tinggal memilih.

Di sebuah kursi di depan aula, tampak duduk seorang pria yang penuh dengan kharisma. Tatto yang tampak di sekujur tubuh, rambut cepak hitam yang sudah disisir rapi. Setelan pakaian yang necis dan mahal, serta kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Di jari-jari tangannya tersemat cincin giok bermata besar yang membuat kesan arogan.

"Mana anggota baru yang kau bicarakan?" tanyanya pada seorang pria yang berdiri di sebelah kirinya.

"Sebentar lagi datang, Mr!"

Tak berselang lama, pintu aula terbuka dan tampak seorang wanita dan pria yang berjalan dengan arogan ke tengah ruangan. Keduanya sama-sama berpakaian serba hitam dan memakai kacamata yang sama hitamnya.

"Wanita?" decih sang pria arogan saat melihat siapa yang menjadi anggota barunya. Tak heran ia berdecih meremehkan, karena semua anggota dan anak buahnya adalah laki-laki yang memiliki ketrampilan bertarung yang mumpuni.

"Dia berbeda, Mr."

Wanita itu berjalan ke arah sang Mr. tanpa takut meski mendapat tatapan rajam dari berbagai arah.

"Selamat siang, Mr!" sapa sang wanita itu saat tiba di depan pria arogan.

"Hmm, kau yakin akan bergabung? Apa kau tak takut kulit mulusmu tergores pisau?"

Wanita itu menyeringai. "Aku bahkan ragu, pisau itu bisa menyentuhku."

"Wow! Arogan sekali. Memangnya sehebat apa dirimu?" tanya pria arogan itu sambil berdiri dan mengambil pisau yang berada di meja tak jauh dari tempatnya.

Melepaskan kacamatanya, pria arogan itu mulai meloncat ke arah sang wanita dengan pisau terarah tepat ke dada.

Sang wanita itu tak beranjak sedikit pun. Hanya menggerakkan tangannya tepat di depan dada yang membuat pisau itu tertahan tanpa menyentuh kulit sang wanita.

Pria arogan itu tersentak kaget saat tangannya tak bisa digerakkan. Kaku seolah mati rasa.

Kling!

Pisau itu jatuh ke lantai bersamaan dengan tangan sang pria arogan yang bisa digerakkan kembali.

"Siapa kau?" tanya sang pria arogan dengan waspada. Mustahil jika itu adalah kekuatan manusia.

"Kamu tidak perlu tahu siapa aku. Yang terpenting, kau harus menuruti semua keinginanku, dan aku akan membantumu dalam hal apapun."

Sang pria arogan itu mengangguk. "Ok. Sebentar lagi ada pasukan khusus yang akan ke Indonesia untuk suatu misi, kau dampingi mereka!" perintahnya langsung.

❄️❄️❄️❄️

"Rio, saya sudah mengurus mereka semua." sambut Cakka saat Rio menghampirinya dengan Ify yang sudah pingsan dalam gendongannya.

"Bagus! Bukakan pintu mobil cepat! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit!"

Dengan tergesa Cakka membuka pintu mobil dan Rio memasukkan Ify ke dalam mobil.

"Bisa nyetir nggak?" Cakka menggeleng.

"Yaudah, duduk di belakang, jagain Ify!" perintah Rio.

Tanpa mempedulikan matanya yang masih berwarna biru, Rio langsung mengebut ke rumah sakit. Pendarahan memang sudah berhenti karena ia mengobatinya sedikit tadi, tetapi Ify harus mendapat penanganan secara lanjut. Sebenarnya bisa saja ia menyembuhkan luka Ify secara total, tapi ia tak mau membuat gadis itu kaget.

Sampai di rumah sakit, Ify segera di tangani oleh dokter. Rio dan Cakka menunggu di depan ruang operasi setelah selesai mengurus administrasi.

"Kka, kok gue tadi bisa terbang ya? Untuk sesaat gue kaya bisa mengontrol semua kekuatan yang gue punya."

"Seiring dengan ingatan Yang Mulia yang akan kembali, semua kekuatan itu juga akan muncul."

"Arrgghh!"

"Yang Mulia, Anda kenapa?" panik Cakka saat mendapati Rio berteriak kesakitan dengan memegangi kepalanya.

"Aarghhh sa–kit!" desis Rio.

"Jangan gunakan kekuatanmu," desis Rio saat melihat Cakka bersiap menggunakan kekuatannya.

"Lalu...apa yang harus saya lakukan, Rio?" tanya Cakka yang ikutan panik.

"Panggil ... dokter!" ucap Rio sebelum kegelapan menyapanya.

❄️❄️❄️❄️

Suasana sangat ricuh, perang antara bangsa es dan bangsa api sedang terjadi. Satu persatu korban berjatuhan.

"Yang Mulia, prajurit kita terdesak," lapor Cakka kepada seorang Raja yang dengan anggun duduk di singgasana. Bola mata birunya tampak menyorot tajam, sayap putihnya mengepak lebar dengan indahnya.

"Aku yang akan memimpin perang ini!" ucapnya sambil terbang keluar dari istana diikuti oleh Cakka.

"Wah wahh, akhirnya Paduka Raja berani keluar dari kandangnya."

Tanpa menoleh, Damian tahu jika itu adalah Patton, sang Raja Api.

"Apakah ketamakan hatimu sudah membuat nuranimu habis?"

Patton tertawa dengan keras. "Tidak usah munafik, Yang Mulia. Kau pasti juga punya keinginan untuk menguasai dunia."

"Aku tidak sepertimu, Patton!"

Yang terjadi selanjutnya adalah pertempuran dua raja berbeda bangsa tersebut.

Patton langsung melontarkan api yang disambut Damian dengan es miliknya yang membuat api itu pun hilang. Satu persatu serangan yang dilakukan oleh Patton mampu ditangkis oleh Damian membuat Raja Api itu marah.

Patton memejamkan mata. Kedua tangannya terentang dan perlahan angin berputar di sekitarnya. Daun-daun yang diselimuti salju beterbangan dan tak lama kemudian, bola api yang sangat besar tercipta di atas Patton.

Wusshhh!!

Bola api itu terlempar ke arah Damian membuat Damian terbang dan berpindah tempat. Ledakan besar terjadi saat bola api itu menghantam lapisan salju yang menciptakan sebuah lubang besar.

Damian melontarkan tombak-tombak es yang dibalas dengan bola-bola api membuat tombak itu meleleh.

Mengubah strategi, Damian meluncurkan cakram es dengan kecepatan penuh yang membuat Patton sedikit kesulitan dan berakhir mendapat beberapa luka akibat tajamnya cakram milik Cakka.

Bugh!

Satu pukulan mendarat telak di dada Patton dan membuatnya terdorong mundur. Dengan mata yang semerah darah, Patton menyeka cairan merah di mulutnya.

"Kamu tidak akan bisa mengalahkanku, Damian!"

"Tidak usah banyak bicara, lakukan apa yang ingin kau lakukan atau kau tak akan pernah bisa melihat matahari lagi besok."

"Kakak!"

Damian menoleh dan terkejut saat mendapati Krystal, sang adik kini menjadi tawanan bangsa Api.

"Krystal!"

"Serang aku Damian! Dan kau akan melihat adikmu mati di depanmu!" kekeh Patton dengan senyum kemenangan.

Rahang Damian mengeras. Mata birunya bersinar dan sayap putihnya mengepak keras. Angin berputar cepat membawa daun-daunan yang gugur.

Satu tangan Damian yang terkepal terbuka dan sinar biru yang menyilaukan tercipta. Perlahan sinar itu menghilang digantikan dengan pedang berukiran naga salju bermata biru.

"Akhh!"

Satu tusukan didapatkan Krystal di perutnya membuat darah merah kini mengalir dan mengotori gaunnya yang berwarna putih.

"Kak, jangan pedulikan Krystal, Kakak harus membunuh dia," ucap Krystal dengan terbata menahan sakit.

"Tidak, Krystal. Tidak ada seorang pun yang boleh terbunuh di sini. Apa mau kamu, Patton?"

"Cukup kamu menyerahkan kristal biru milikmu, dan aku akan membebaskan adikmu!"

"Jangan bermimpi, Patton!"

"Maka kau akan melihat kematian adikmu, Damian!"

"Kaaakkk!" jeritan panjang Krystal bersamaan dengan sebuah pedang yang menusuk tepat di dadanya hingga tembus ke belakang.

"Krystalll!" Damian berlari ke arah Krystal yang kini sudah jatuh bersimbah darah.

"Jangan ... serahkan krystal itu, Kak!"

suara Krystal mulai melemah.

"Bertahanlah, Krystal! Kakak akan menolongmu!"

"Krystal ... tak punya waktu lagi, Kak!"

Hembusan napas panjang disertai dengan mata yang mulai menutup membuat Damian diserang panik.

"Krystal bangun! Hei, jangan tinggalin Kakak!" Damian menepuk pipi Krystal  tapi tak juga mendapatkan respon.

"Argh!"

Karena kurang fokus, Damian tak menyadari jika Patton menggunakan cara licik dengan menyerangnya dari belakang.

Damian batuk darah. Dadanya terasa sesak karena Patton menggunakan tenaga dalam yang cukup besar.

Dengan kekuatan terakhirnya, Damian mengeluarkan kristal biru dan ia tanam di jantungnya. Bibirnya merapalkan beberapa mantra dan air mengelilingi Patton membuat Raja itu terkejut.

Pusaran air semakin deras, begitupun Damian yang mulai merasa lemas.

"Aku bersumpah! Akan terlahir kembali dan membuat batas yang tak bisa dilewati siapapun, dan kau akan terkurung selamanya di istanamu!"

Tanah berguncang dan petir bersahutan. Badai pun terjadi akan tetapi istana es masih kokoh berdiri karena Damian menggunakan kekuatannya untuk menciptakan barier.

Setelah Patton tersegel dan pasukan bangsa api musnah, badai mereda bersamaan dengan Damian yang menghembuskan napas terakhirnya.

**

Nggak jadi revisi, hehehe

biarlah ini apa adanya jadi kenang2an di mana cerita ini adalah cerita pertama kali yang aku tulis (dengan sedikit revisi)

Terpopuler

Comments

Sak. Lim

Sak. Lim

pecundang sejati adalah sampah goblok pengecuuuuut brni ngelawan pake Sandra idioooooot di bggakan

2023-11-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!