Kelopak mata yang sejak beberapa hari yang lalu tertutup itu kini mulai bergetar dan terbuka. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit kamar rumah sakit. Hingga beberapa saat kemudian ia ingat peristiwa kecelakaan malam itu.
"Ugh!" Gadis itu melepas selang oksigen dan mencoba untuk duduk.
"Rose, lo udah sadar?" Seorang pemuda datang menghampiri gadis yang menatapnya nyalang.
"Berapa kali gue bilang jangan panggil gue Rose kalau bukan saat bertugas, Iel!"
"Oke, gue nurut!" dengkus Gabriel. Masih sakit saja, gadis itu mampu mengintimidasinya.
"Apa yang terjadi?"
Bukannya menjawab, Gabriel malah menatap Ify heran. "Ya lo kecelakaan, emang nggak inget? Lo anemia?" tanya Gabriel dengan heboh.
Satu geplakan sukses mendarat di kepala Gabriel. "Amnesia goblok, anemia mah kurang darah."
Gabriel meringis sambil mengusap kepalanya yang menjadi korban geplakan gadis bar-bar di depannya ini.
"Berapa hari gue tidur?"
Gabriel tampak menghitung tangannya. "Lima hari."
"Gimana nasib si brengsek itu? Terakhir gue ingat, mobilnya masuk jurang."
"Udah innalilahi," jawab Gabriel singkat.
"Mayatnya ketemu?" Ify masih ingat peristiwa satu tahun lalu dimana ia mengejar salah satu gembong narkoba, mobilnya jatuh ke sungai dan langsung dinyatakan meninggal. Tapi beberapa bulan kemudian, Ify masih menjumpainya di salah satu bar dan tengah bertransaksi. Ia hanya tak mau kecolongan lagi.
"Ketemu lah, udah dikubur malah."
"Bagus," sahut Ify puas.
"Iya bagus, tapi lihat kondisi lo, masih aja bar-bar. Jadi cewek kalem dikit, kek!" sungut Gabriel.
"Iel!" panggil Ify yang membuat Gabriel mengerutkan kening heran.
"Apa?"
"Sini deh mau gue bisikin sesuatu!"
Gabriel yang penasaran pun mendekatkan dirinya dan bersiap menerima bisikan dari Ify.
"BODO AMAT!"
Gabriel terhuyung ke belakang sambil menutup telinganya yang berdenging.
Sialan!
Lagi-lagi ia terkena jebakan.
Ini mah bukan teriakan pake toa lagi, tapi peluit sangkakala. Rasanya Gabriel mendadak tuli sejenak setelah mendengar teriakan Ify tepat di telinganya.
❄️❄️❄️❄️
Lelehan lava yang berasal dari gunung api tampak membentuk sungai mengalir dari puncak gunung ke lembah. Beberapa retakan di tanah tampak terlihat percikan-percikan api. Tak satupun pohon yang tumbuh di sini. Semuanya gersang dan panas. Beberapa titik pusat api sesekali menyemburkan apinya ke udara.
Sesekali terdengar ledakan-ledakan kecil dari beberapa tempat. Bahkan matahari pun sangat dekat jaraknya. Bisa dipastikan, jika manusia biasa yang tinggal di sini ia akan terpanggang hidup-hidup.
Di sebuah istana yang dikelilingi dengan api terlihat seorang laki-laki dengan jubah merah tengah duduk di singgasana miliknya.
Di hadapannya seorang gadis bergaun merah dengan rambut dikuncir kuda tampak tengah menyalakan lilin-lilin untuk penerangan.
"Aku sudah bisa merasakan kristal itu, Dhea." Laki-laki itu membuka percakapan.
"Kalau begitu, reinkarnasi Dewa Es sudah lahir, Tuan?" tanya Dhea, gadis bergaun merah itu setelah selesai menjalankan tugasnya.
Laki-laki yang dipanggil Tuan itu mengangguk. "Tetapi aku merasakan energi kristal itu tak terlalu jauh. Sepertinya dia bereinkarnasi di bumi manusia."
"Lantas, apa yang harus kita lakukan, Tuan?"
Patton, sang Raja Api itu mengukir senyum sinisnya.
"Pergilah ke bumi manusia, selidiki siapa reinkarnasi Dewa Es itu, dan laporkan kepadaku."
Dhea mengangguk hormat dan sekejap kemudian menghilang. Patton tampak tersenyum puas setelah penantian panjangnya akhirnya tiba. Ia harus membunuh reinkarnasi itu sebelum Dewa itu menemukan ingatannya kembali. Sampai kristal berhasil di dapatkan, ia tak akan pernah bisa meninggalkan istananya karena kutukan dari Dewa Es sialan itu.
"Tunggu saja, aku pasti akan merebut kristal itu dan membunuhmu lagi seperti dulu, Damian."
❄️❄️❄️❄️
"Dok, ini beneran, 'kan?"
Ini adalah pertanyaan kesepuluh Alvin semenjak Dokter mengatakan jika Rio hidup kembali.
Lima jam setelah Rio dioperasi, dokter menyerah dan mengatakan jika peluang Rio untuk hidup sangatlah kecil. Benturan di dada membuat pembuluh darah pecah dan jantung tak bisa memompa darah sebagaimana mestinya. Hal yang membuat dokter tak segera mengambil tindakan dikarenakan ada benda asing yang berada di jantung Rio.
Tim dokter mengalami dilema, karena jika benda itu diambil, sangat membahayakan nyawa Rio, tetapi jika tidak diambil, mereka tak bisa melakukan opersi. Akhirnya tim dokter hanya melakukan operasi kecil untuk membuat jantung Rio kembali berfungsi normal tanpa mengambil benda yang ada di jantung pemuda itu.
Tetapi manusia hanya bisa berusaha, tepat tiga puluh menit setelah dioperasi, Rio mengalami kejang hebat yang membuatnya menghembuskan napas terakhir.
Alvin yang saat itu menunggu di depan ruang operasi sampai tak percaya dan hanya bisa duduk terdiam tanpa melakukan apapun. Baginya, Rio lebih dari sekedar teman dan sahabat.
Sejak kecil, mereka sudah bersahabat. Bahkan saat kedua orang tua Rio mengalami kecelakaan dan meninggal, salah satu orang yang mendapat pesan adalah Alvin. Orang tua Rio berpesan kepada Alvin untuk menjaga pemuda itu.
Saat itu Rio masih berada dalam perjalanan dari luar negeri dan Alvin yang mengurus semuanya. Setelah itu, ia memilih untuk tinggal bersama Rio dan menemani sahabatnya agar tak sendirian. Orang tuanya pun tak masalah karena mereka juga sudah menganggap Rio seperti anak sendiri.
Karena itulah ia masih tak percaya jika Rio juga meninggalkannya dalam waktu secepat ini.
Tetapi saat Rio dibawa ke kamar jenazah, Alvin melihat jari pemuda itu bergerak. Ia langsung mendesak dokter untuk memeriksa dan dokter menyatakan jika Rio hidup lagi. Bahkan, pembuluh darah yang pecah kembali seperti semula seolah tak pernah terjadi kecelakaan. Jantung berfungsi normal dan bisa kembali memompa darah. Luka lebam dan beberapa goresan akibat kaca yang pecah juga hilang. Semua organ vital normal dan wajahnya juga tak lagi pucat. Rio hanya seperti orang yang sedang tidur.
Hal itu juga membuat para dokter heran. Mereka tak pernah menemukan kasus seperti ini. Meski Alvin juga heran, tapi pemuda itu mendesak dokter untuk tak mengatakan hal ini pada siapa pun.
Alvin kini hanya duduk di sebelah ranjang Rio, menunggu pemuda itu bangun dan menanyakan hal aneh yang terjadi. Sudah satu minggu sejak Rio dinyatakan meninggal, tapi pemuda itu belum sadar juga.
"Nggak mungkin!"
Alvin terjengkang dan jatuh dari kursi saat Rio tiba-tiba saja terbangun dalam posisi duduk dan juga berteriak.
"Encok dah pinggang gue," ringis Alvin meratapi nasib pantatnya yang mencium lantai.
Rio yang mendengar rintihan Alvin sontak menoleh dan memandang pemuda itu heran.
"Lo ngapain duduk di lantai?"
Alvin mendelik kesal melihat Rio yang bertanya seolah tak punya dosa.
"Lagi semedi, puas!"
"Ngapain? Mau punya kekuatan kaya gue?" Rio terkekeh. Ia jadi teringat apa yang baru saja ia alami. Apakah itu mimpi, atau nyata?
Netra hitam milik Rio menjelajahi isi ruangan dan baru sadar ia berada di rumah sakit.
"Ngapain gue di rumah sakit?"
"Perasan yang luka parah itu jantung bukan kepala. Lo bego apa amnesia?" sinis Alvin yang sudah berdiri dan membersihkan celananya.
Rio mengeryitkan keningnya bingung dan mengingat apa yang terjadi. Akhirnya ia ingat jika sebelumnya ia mengalami kecelakaan. Tangannya yang bebas meraba tubuhnya untuk menemukan luka yang terjadi akibat kecelakaan itu.
"Kok gue nggak luka?" tanya Rio heran.
Alvin mengedikkan bahunya.
"Seharusnya gue sih yang tanya. Lo udah divonis meninggal setelah operasi, bahkan lo udah hampir dimasukin ke kamar jenazah. Tapi tiba-tiba tangan lo gerak dan pas diperiksa dokter semua organ vital lo normal, luka lo menghilang dan lo hidup lagi," jelas Alvin panjang kali lebar yang membuat Rio terdiam.
"Apa mungkin ...."
❄️❄️❄️❄️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Anak malam🤓🤓
good Thor......
2023-10-31
1