Reinkarnasi Dewa Es Di Dunia Modern

Reinkarnasi Dewa Es Di Dunia Modern

Chapter 1

Suasana kantor sangat sepi karena sudah tengah malam. Ditambah hujan lebat yang membuat siapapun lebih memilih untuk bergelut di dalam selimut.

Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku pada seorang pria yang masih sibuk di depan laptopnya. Sesekali ia menyesap cairan hitam pekat tanpa gula untuk mengusir kantuk yang mulai bergelayutan di matanya.

Cling!

Suara notifikasi WhatsApp yang berbunyi dari ponselnya membuat pria itu mengalihkan pandang sejenak dan mengambil ponsel yang terletak di saku celananya.

Alvin

Yo, lo nggak mau pulang apa? Udah hampir tengah malem ini.

Pria bernama Rio itu menghela napasnya prihatin. Ia seperti anak yang diomeli sang emak karena pulang terlambat.

Me

Bacot lo kaya emak-emak. Bentar lagi kelar nih!

Setelah membalas pesat WhatsApp dari sahabat sekaligus asistennya itu, Rio kembali sibuk dengan laptopnya. Menyelesaikan pekerjaan yang tertunda agar tak menumpuk.

Meskipun Rio adalah Direktur Utama, tapi bukan berarti ia tak punya banyak pekerjaan. Justru Rio merasa, pekerjaan tak pernah mau ia tinggalkan barang sedetik pun. Sudah seperti teman hidup yang tak ingin diabaikan.

Berbicara tentang teman hidup, nyatanya sampai saat ini tak ada seorang pun yang mampu menaklukkan hati sang direktur. Bahkan, sekedar kabar berkencan pun tak pernah terdengar. Padahal untuk ukuran usia, Rio sudah cukup matang dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Bulan depan, adalah ulang tahunnya yang ke-25.

"Ahh, akhirnya selesai!" Rio mendesah lega sambil melemaskan otot-ototnya yang tegang karena seharian hanya berkutat di depan laptop. Matanya pun terasa sangat pedas.

Pria berkulit hitam manis dengan gigi gingsul itu melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Sudah pukul sebelas malam dan hujan belum berhenti juga.

Karena takut semakin malam dan ia harus terjebak di kantor, Rio memilih untuk pulang sekarang. Toh, ia juga membawa mobil. Pastinya tengah malam seperti ini ia akan lebih mudah mengemudi karena jalan yang lengang.

Setelah memakai jasnya dan mengambil kunci mobil di laci meja, Rio segera turun ke basement mengambil mobilnya. Kantor benar-benar hening, hanya ada satpam yang sedang berpatroli di gedung.

Cling!

Alvin

Jangan ngebut, hujannya deras banget.

Rio berdecak sebal. Adanya Alvin adalah pengganti orang tuanya yang sudah meninggal. Bahkan, cerewetnya pun sama. Tapi Rio juga bersyukur karena masih ada orang yang peduli padanya, tanpa melihat harta yang dimilikinya.

Tanpa membalas pesan Alvin, Rio mulai menjalankan mobilnya keluar kantor. Membelah hujan deras dan gelapnya malam. Udaranya sangat dingin menusuk tulang membuat Rio mengaktifkan penghangat di mobil.

Jalanan benar-benar lenggang. Hanya satu dua mobil dan sesekali motor dengan pengemudi yang memakai jas hujan.

Rio berdesis, memakai motor saat hujan deras seperti ini adalah pilihan buruk. Ia tak mengerti kenapa orang-orang itu masih berkeliaran di tengah malam seperti ini. Andaikan bukan karena berkas penting yang harus segera ia selesaikan, Rio sangat malas kalau harus lembur di kantor. Ia lebih memilih bergelung nyaman dibalik selimut menunggu pagi tiba.

Rio memelankan laju kendaraan saat di depannya terdapat sebuah tikungan yang lumayan tajam. Ia berniat mengambil jalur agak tengah saat sebuah mobil melaju dengan sangat kencang ke arahnya membuat ia harus banting stir ke kiri, tetapi ia kembali terkejut saat mobil yang dibelakang melaju ke arahnya dengan kecepatan tinggi.

Tinnn!!

Brakk!!!!

"Arrghhh!!"

Kejadiannya sangat cepat. Rio bahkan tak bisa memahami apa yang tengah terjadi. Hanya saja ia merasakan seluruh tubuhnya sakit dan ia merasakan beberapa bagian tubuhnya mengeluarkan darah. Dadanya terasa sangat sesak karena menghantam setir kemudi, padahal ia memakai sabuk pengaman. Bahkan saking cepatnya, airbag tak sempat terbuka.

Benar-benar sial! Haruskah ia mendeklarasikan hari ini sebagai hari tersialnya? Sudah lembur di kantor sampai tengah malam dan harus kecelakaan?

Dengan susah payah, Rio mencoba mengambil ponsel dari saku celananya. Ia meringis menahan sakit yang terasa di lengan kanannya saat digerakkan. Setelah berhasil mengeluarkan ponsel dari saku celananya, ia mendial nomor panggilan cepat yang langsung terhubung ke Alvin.

"Gue … kecelakaan."

Tanpa mendengarkan jawaban Alvin, Rio menjatuhkan ponselnya karena tangannya terasa sakit dan kebas. Kepalanya terasa sangat pusing dan pandangan matanya mulai kabur.

Sebelum kesadarannya benar-benar terenggut, Rio melihat seorang perempuan keluar dari mobil yang menabraknya. Keadaan mobil itu pun tak kalah ringsek. Tapi perempuan itu masih sanggup keluar dari mobil meski Rio bisa melihat perempuan itu juga tidak dalam keadaan yang baik-baik saja.

❄️❄️❄️❄️

Baku tembak yang terjadi di depan sebuah gedung tak terpakai membuat malam yang awalnya hening menjadi begitu ricuh. Suara kaki yang sedang berlari dan juga meloncat sana sini menjadi background malam ini. Bahkan beberapa tubuh yang terbujur kaku dengan darah yang menggenang menjadi pemandangan yang cukup mengerikan.

"Blok semua pintu dan jangan biarkan siapapun keluar dengan selamat!" Intruksi dari seorang perempuan yang memakai baju serba hitam itu langsung dituruti oleh anak buahnya.

"Rose di pintu barat, segera blok pintu bagian utara!"

"Black di pintu utara sudah blok!"

"Levender blok pintu selatan!"

"Sudah dilaksanakan!" 

Gadis dengan rambut di kuncir kuda sebahu itu mulai melangkah maju ke dalam gedung. Senjata andalannya ia pegang di tangan kanan, sebuah Ruger Super RedHawk. 454 Casull dengan kecepatan peluru 1.600 kaki per detik dan sebuah Desert Eagle yang ia sematkan di pinggangnya.

Raut wajahnya yang dingin semakin membuat aura membunuh begitu kental pada dirinya. Siapa yang tidak mengenal Rose? Ia dijuluki sebagai The Great Death oleh orang-orang yang mempunyai profesi yang sama dengannya.

Ia juga cukup ditakuti oleh musuh yang kebanyakan adalah gengster dan gembong narkoba.

"Rose, target berhasil lari! Ada jalan rahasia yang langsung menuju ke jalan raya."

Rahang gadis itu mengetat menahan geram. "Aku yang akan mengejarnya, kalian bereskan yang ada di sini!"

Bersamaan dengan gadis bernama Rose itu pergi, hujan deras mengguyur. Tak mempedulikan hujan, Rose tetap melajukan mobilnya secepat yang ia bisa. Target harus mereka ringkus malam ini juga, atau korban akan semakin berjatuhan. Karena target ini bukan hanya gembong narkoba biasa, tetapi juga gangster yang terkenal sangat kejam.

"Sial! Si brengsek itu," dumel Rose dengan mata yang masih fokus menatap mobil yang melaju lumayan jauh darinya.

Rose sedikit bersyukur karena operasi kali ini saat malam hari sehingga tak macet dan ia bisa bebas mengejar target.

Ponselnya bergetar membuat Rose segera mengaktifkan earphone mini yang sudah terhubung dan sedari tadi terpasang di telinganya.

"Rose, pasukan Black akan menghadang target di persimpangan depan, kamu hanya perlu mendesaknya dan membuatnya merasa terancam. Selanjutnya pasukan Black yang akan menanganinya."

"Oke!" 

Setelah mendengar instruksi dari atasannya, Rose menambah kecepatan mobilnya dan mengaktifkan lampu khusus yang sangat terang dan membuat target merasa, posisi sudah dekat.

Tinggal beberapa meter lagi sebelum persimpangan, dan mereka harus melewati tikungan yang lumayan tajam. Rose menggeram karena target sama sekali tak menurunkan kecepatan mobilnya meskipun tikungan ada di depannya.

Rose terbelalak kaget saat melihat mobil target di depannya seperti hilang kendali dan terjun ke jurang, dan ia kembali terkejut saat tiba-tiba saja sebuah mobil dari arah berlawanan tepat berada di hadapannya.

Tabrakan pun tak terelakkan lagi. Rose tak bisa memelankan laju kendaraan saat jarak sudah sangat dekat. Gadis berdagu tirus itu melihat kap mobil depannya sudah tak berbentuk dan berasap.

Ia bisa merasakan luka di sekujur tubuhnya. Dengan tertatih dan menahan sakit, gadis itu keluar dari mobil. Sebagai anggota FBI, tentu saja ia sudah terlatih menghadapi kondisi yang membahayakan nyawanya sendiri.

Setelah berhasil keluar dari mobil, Rose melihat mobil di depannya yang juga tak kalah ringsek. Dengan tertatih, ia menghampiri mobil itu dan melihat sang pengemudi yang sudah tak sadarkan diri.

Rose mencoba membuka pintu, tetapi terkunci. Ia harus segera mengeluarkan pria ini atau ia akan ikut terbakar jika mobil meledak. Karena tak juga menemukan cara membuka pintu, Rose menghancurkan kaca belakang dan masuk ke dalam mobil untuk membuka pintu dan membawa pria itu keluar dari mobil.

Dengan susah payah, Rose memapah pria itu untuk menjauh dari mobil.

"Berat banget, sih! Makanya apaan?" omel Rose karena ia harus menahan sakit dan juga berat pria yang dibawanya. 

DUAARRR!!!!

Kedua mobil meledak tepat setelah Rose berhasil membawa pria itu menjauh. Gadis itu mulai merasakan pandangannya mengabur. Samar-samar, ia melihat anggota pasukannya mulai mendekat sebelum gelap menyapa inderanya.

❄️❄️❄️❄️

Sekedar mengingatkan kalau ini bakal update suka-suka sebagai selingan aja, soalnya ini novel revisi yang bakal kurombak alurnya, judul awalnya My Lord Ice dan ada di *******

see uu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!