Chapter 16

Dari semua kejutan-kejutan yang mampu menggetarkan jantung, Ify masih harus menyiapkan jiwa dan raganya untuk ke sekian kali saat Rio meminta Cakka untuk mengantarnya. Ify pikir, Cakka akan menyetir mobil layaknya manusia normal lainnya, tapi bahkan hanya sekedipan mata kini Ify sudah berdiri linglung di depan markas.

Riko dari jauh melambai, meminta Ify untuk mendekat. Meski dengan kebingungan yang masih kentara, Ify tetap melangkah mendekati Riko yang sedang sibuk menjilati es krim di tangannya.

"Lo munculnya dari mana, eh? Perasaan nggak ada suara mobil."

Baru saja sampai, pertanyaan yang ingin dihindari oleh Ify terdengar.

"Gue ... jalan?" Ify menjawab dengan nada tak yakin membuat Riko bingung.

"Lo jalan sejauh itu?"

"Enggak, maksud gue ... gue jalan dari depan tadi."

Riko menganggukkan kepalanya membuat Ify menghela napas lega. Gadis yang kini tengah menguncir rambutnya itu tampak menoleh ke kanan dan kiri. Sejak ia berdiri linglung di depan markas, ia juga tak melihat Cakka. Entah kemana pemuda itu, mungkin sudah kembali ke rumah Rio.

Tak ingin terus terpikirkan dengan hal-hal yang merusak konsentrasinya, Ify memilih untuk segera masuk ke dalam dan menemui Pak Erwan.

Laki-laki yang sudah hampir memasuki usia setengah abad itu tengah berkutat dengan dokumen di tangannya saat Ify masuk.

"Ah, kau sudah datang rupanya, Gabriel mana?" Pertanyaan pertama yang didapat Ify bahkan sebelum ia mendudukkan bokongnya di kursi.

"Gabriel sedang cidera dan istirahat di rumah."

Perhatian Pak Erwan teralihkan. Beliau melepaskan kacamata dan memberikan atensi penuh kepada anak buahnya.

"Entah kenapa saya merasa posisi kalian sekarang bahkan sangat rawan meski tak sedang bertugas. Apa identitas kalian sudah bocor?"

Ify bungkam. Ingin menyangkal tapi kenyataannya memang ada sekelompok orang yang terang-terangan mengincar dirinya. Tanpa ragu, mereka mengerahkan pasukan terbaik yang hampir membuatnya mati jika saja tak ada Rio yang menolongnya.

Pak Erwan berdehem sejenak sebelum menyambung ucapannya. "Untuk saat ini, sebaiknya kalian bersembunyi terlebih dahulu. Usahakan untuk selalu melakukan penyamaran dan kalau bisa, temukan siapa pun yang sudah membocorkan tentang identitas kalian."

Ify hanya mengangguk. Untuk saat ini jangankan menjalankan tugas, bahkan ia tak tahu harus berbuat apa. Semua hal yang diluar nalar terjadi di depan matanya. Meskipun ia percaya mereka ada, tapi bukan berarti Ify berharap mereka muncul di hadapannya. Mereka berada di dunia yang berbeda dan seharusnya tidak berbaur di dunia yang sama.

"Ify!"

Ify tersentak dari lamunannya saat Pak Erwan memanggil namanya. "Aku akan meminta Riko mengantarmu pulang. Bukannya meragukan kemampuanmu, tetapi ada baiknya jika kamu tidak sendirian."

"Ah, tidak perlu, Pak! Saya bisa pulang sendiri!" Ify undur diri tanpa memberikan kesempatan kepada atasannya itu untuk berbicara lebih lanjut.

Keluar dari ruangan Pak Erwan, Ify langsung menghubungi Rio untuk menanyakan keadaan Gabriel.

Mendengar Gabriel sudah bangun, Ify memutuskan untuk kembali ke rumah Rio. Mungkin saja pemuda itu tengah kebingungan dan mencari dirinya.

Dengan menggunakan taksi, Ify meluncur ke rumah Rio. Sampai di rumah, Ify bisa melihat Gabriel yang sudah duduk di ruang tamu. Tak ada penampakan Rio dan Alvin. Rumah benar-benar hening.

"Iel, lo udah baikan?" tanya Ify begitu ia sudah duduk di samping sahabatnya itu.

"Udah."

Ify mengernyit lalu menoleh ke arah Gabriel yang tetap dalam posisi yang sama. Memandang ke depan dengan kosong, bahkan hanya menjawab pertanyaannya dengan singkat.

"Beneran lo nggak apa-apa?" Ify memastikan sekali lagi. Siapa tahu Gabriel masih shock dan perlu perawatan lebih lanjut.

Gabriel yang awalnya memandang ke depan kini menoleh dan menatap Ify tajam. "Bisa berhenti bicara, nggak?"

Ify termenung. Ada apa dengan Gabriel hari ini? Kenapa tingkahnya sangat aneh? Tapi mengingat apa yang ia alami mungkin saja Gabriel masih shock dan butuh waktu untuk berpikir. Memikirkan itu, Ify memilih untuk tak mengusik Gabriel, ia berniat untuk mencari Alvin ataupun Rio. Setidaknya ada teman bicara untuk sesaat dan juga bertanya tentang tingkah aneh Gabriel.

❄️❄️❄️

"Yo, untuk selanjutnya gimana?"

Saat ini Alvin, Cakka dan Rio sedang bersantai di gazebo belakang. Meski begitu, sesekali Rio masih memeriksa email-nya, dan sesekali melakukan sambungan telepon jika diperlukan.

Pembahasan tentang bangsa api mengalir begitu saja setelah apa yang terjadi hari ini.

"Secepatnya gue harus membuat batas antar dunia, karena kalau enggak Patton pasti bakalan lebih menggila dari ini," jawab Rio setengah menggumam. Pikirannya sibuk memikirkan rencana ke depannya. Bagaimana mereka menghadapi bangsa api yang terus membuat kerusuhan di tempat yang tak semestinya.

"Tapi Yang Mulia, bukankah Patton tak bisa keluar dari kerajaannya karena segel yang Anda buat? Jika memang harus membuat batas, kita hanya perlu menyingkirkan Dhea." Cakka menimpali.

Alvin yang tak paham dengan pembicaraan dua orang ini hanya mampu terdiam dan sibuk dengan camilan yang ada di pangkuannya. Semilir angin sore yang berembus membuat Alvin terkantuk-kantuk.

"Vin, selidiki kelompok yang membantu Dhea di sini. Gue rasa mereka ada dalam sebuah komplotan. Secepatnya lo harus ngasih laporan ke gue."

"Oke, siap!"

"Cakka lacak keberadaan Dhea dan kemungkinan antek-anteknya yang bukan manusia. Usahakan jangan membuat keributan yang bisa memancing rasa penasaran manusia."

"Memancing apa?"

"Astaganaga!" Alvin berjengit kaget dan langsung terbatuk-batuk karena tersedak camilan. Sementara Cakka dan Rio yang sudah menyadari kedatangan Ify hanya terdiam.

"Lo mau bunuh gue, heh! Gue manusia biasa, bukan seperti mereka," omel Alvin yang hanya dibalas dengan cengiran oleh Ify.

Gadis itu lalu mengambil tempat di sebelah Alvin dan mengambil salah satu camilan yang ada di depannya.

"Kenapa lo masih di sini? Bukannya Gabriel udah siuman?" Rio menyela acara makan Ify.

"Gue juga pengen pulang, tapi gimana kalau cewek itu datang lagi? Semua ini gara-gara lo!" Ify menyahut ketus. Semua urusannya kini menjadi panjang dan pelik.

"Kenapa bisa gara-gara gue?" balas Rio tak terima.

"Karena lo yang membuat mereka ada di sini."

"Tapi itu bukan kemauan gue. Bukannya lo harus berterimakasih karena gue udah nyelamatin lo dua kali?"

"Kenapa gue harus berterima kasih?"

"Karena lo bisa saja mati."

"Memangnya siapa yang masih mau hidup?"

"Oh, lo mau mati?"

Rio mengangkat tangannya, tetapi Cakka dengan cekatan menghalangi.

"Bisa nggak kita akur aja? Bukannya lebih enak kalau kita kerja sama demi keselamatan dunia?" Alvin menyela.

"Keselamatan dunia pala lo! Udah ah gue mau pulang!" Ify bangkit dari duduknya dan segera mencari Gabriel untuk ia ajak pulang. Rencana mau dapat teman ngobrol yang ada malah debat tak berfaedah membuatnya semakin sakit kepala.

❄️❄️❄️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!