Begitu mendengar kabar tentang Ify, Gabriel langsung mengambil penerbangan malam hari agar segera tiba di Indonesia. Padahal tiketnya untuk pagi, tetapi ia sudah sangat khawatir dengan sahabatnya itu.
"Beneran lo mau pulang sekarang?" tanya Riko, teman satu team Gabriel.
"Ya masa gue bohong, sih? Ify sendirian dan gue harus pulang sekarang. Cuma gue sahabat Ify satu-satunya."
"Lo yakin cuma sahabat?" Riko memicing melihat Gabriel yang membuang muka.
"Lo boleh bohong ke semua orang tapi lo nggak bisa bohong ke gue, Iel. Kalau cinta kenapa nggak bilang, sih. Diduluin sama orang tahu rasa lo!"
"Bisa diem, nggak? Anterin gue ke bandara sekarang!"
"Siap, Kapten!" hormat Riko yang membuat Gabriel mendengus kesal.
Kurang dari dua jam, Gabriel sudah mendarat di Bandara Soekarno Hatta dan langsung menuju ke rumah sakit.
Pemuda yang masih menggendong tas itu langsung menuju ke resepsionis untuk bertanya tempat Ify dirawat.
"Permisi, untuk pasien bernama Dafyka Umari dengan luka tembak ada di kamar berapa, ya?"
"Ada di kamar VIP ruang mawar nomor satu."
"Baik, terimakasih!"
Setelah melemparkan senyum sekedar formalitas, Gabriel segera menuju lift untuk ke kamar rawat Ify yang berada di lantai tiga.
Gabriel sedikit mengernyit saat mendapati beberapa orang berseragam hitam tampak berjaga di depan kamar rawat Ify. Orang-orang itu bukan bagian dari BIN membuat Gabriel bersikap waspada. Tangannya meraba pistol yang ia selipkan dibalik baju.
"Permisi, benarkah di kamar ini pasien bernama Dafyka Umari dirawat?" tanya Gabriel mencoba bersikap normal tetapi matanya awas mengamati sekitar.
"Maaf, Anda siapa?" tanya salah satu dari orang-orang berbaju hitam yang tepat berdiri di samping pintu.
"Saya Kakaknya," jawab Gabriel langsung.
"Mohon maaf, tetapi data Non Ify mengatakan jika Non Ify adalah anak tunggal dan kedua orang tuanya sudah meninggal lima tahun yang lalu."
Gabriel terkesiap kaget. Tak menyangka jika mereka juga mengorek data tentang Ify.
"Siapa kalian? Kenapa kalian ada di depan kamar Ify?"
"Seharusnya saya yang bertanya, siapa Anda? Karena kami di sini ditugaskan untuk mengawasi keselamatan Non Ify dan tak membiarkan siapapun untuk masuk tanpa ijin."
Gabriel menghembuskan napas kesal. "Panggil bossmu kemari. Aku yang akan berbicara padanya."
Setidaknya, orang-orang ini tak berniat melukai Ify.
Salah satu dari mereka tampak menghubungi seseorang.
"Tunggu sebentar lagi, Tuan kami akan segera datang!"
Gabriel mengangguk dan mendudukkan bokongnya ke kursi. Selama di Singapura ia kurang istirahat karena menyelesaikan misi. Harusnya mereka ada istirahat satu malam sebelum mereka kembali ke Indonesia, tetapi Gabriel memilih untuk kembali terlebih dahulu karena khawatir dengan Ify. Alhasil sekarang ia merasakan tubuhnya begitu lelah.
"Ada apa?" Suara otoriter yang menyapa indera pendengarannya membuat Gabriel membuka mata.
Terlihat dua pria jangkung yang memiliki aura berbeda telah datang.
"Ada seorang pemuda yang ingin masuk, Tuan!"
Gabriel mendekat ke arah dua pemuda itu. "Gue Gabriel, sahabatnya Ify dan gue mau masuk."
"Dengan apa saya bisa percaya ucapan, Anda?" tanya salah satu Pria jangkung yang memakai kacamata.
Gabriel mengambil ponsel di saku celananya. "Nih, kalau nggak percaya!"
Sebuah video kelulusan mereka saat SMA. Gabriel dan Ify merayakan berdua di salah satu kafe klasik.
Pria berkacamata itu mengangguk dan orang-orang yang berdiri di depan pintu menyingkir, memberi jalan bagi Gabriel untuk masuk.
Pintu tertutup bersamaan dengan Gabriel yang sudah masuk ke dalam. Pria berkacamata itu terhuyung sambil memegangi kepalanya.
"Yang Mulia, Anda tidak apa-apa?"
Pria yang ternyata Rio itu menggeleng. Cakka membimbing Rio untuk duduk di kursi.
"Anda baru saja sadar, Yang Mulia. Kenapa langsung kemari?"
"Bisa diam, tidak? Dan jangan panggil gue dengan sebutan itu di depan umum," desis Rio.
"M-maaf, Rio."
"Kka, gue inget semuanya," ucap Rio beberapa saat kemudian.
"Berarti, kekuatan Rio sudah kembali semuanya?" tanya Cakka dengan wajah berbinar.
"Gue nggak tahu."
Drrrrttt!!!
Drrtttt!!!
Dering ponsel yang mengganggu membuat Rio segera mengangkatnya.
"Lo di mana? Kenapa nggak di rumah? Nggak ada hubungin gue juga. Lo tahu nggak kalau gue dipaksa nikah sama nyokap?"
Rio mendengus kesal saat Alvin tanpa salam langsung menyerocos. "Panjang ceritanya. Lo dateng aja ke Rumah Sakit Dharmawangsa. Sekarang!"
"Lo kenapa di rumah sakit?"
"Kesini sekarang! Nggak usah banyak tanya!"
❄️❄️❄️❄️
Gabriel hanya terdiam memandang Ify yang kini hanya berbaring tak berdaya. Memang bukan pertama kalinya, karena profesi mereka yang selalu menantang maut. Gabriel pun berkali-kali juga merasakan keluar masuk rumah sakit karena cidera. Tapi ini pertama kalinya Ify cidera saat tak bertugas. Bahkan, saat ia masih menjalani masa istirahat pasca kecelakaan.
Belum ada satu bulan, tetapi sudah dua kali masuk rumah sakit.
Seolah ingat sesuatu, Gabriel mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Riko, tolong selidiki siapa yang menyerang Ify. Secepatnya aku ingin mendengar hasil yang memuaskan!"
Tanpa mempedulikan lawan bicaranya yang tak punya kesempatan membantah, Gabriel langsung menutup sambungan dan kembali menyimpan ponselnya. Ia yakin, saat ini Riko pasti sudah mengeluarkan berbagai umpatan dalam ribuan bahasa. Apalagi posisi Riko yang masih berada di Singapura dan pastinya saat ini sudah tengah malam.
Pintu yang tiba-tiba terbuka membuat Gabriel tersentak kaget.
"Lo anggota BIN juga?" tanya salah satu pria itu yang membuat Gabriel semakin waspada.
"Lo siapa? Kenapa lo tahu semua tentang kita?"
"Gue Rio, Mario Stevano." Rio mengulurkan tangannya dan langsung dibalas oleh Gabriel.
"Mario direktur MS Corporation?"
Rio mengangguk dan memperkenalkan Cakka. "Ini Cakka, sepupu gue."
Gabriel mengangguk paham. Meskipun begitu, ia masih agak heran kenapa mereka bisa mengetahui identitasnya. Meskipun Rio adalah direktur perusahaan besar, tetapi tak semudah itu mendapatkan bocoran tentang identitas anggota BIN. Karena data itu dilindungi dengan sangat ketat dan tidak semua orang bisa mengaksesnya, bahkan hacker sekalipun.
"Gue tahu lo pasti bingung, tapi tenang aja, gue nggak mau cari masalah. Makanya gue sengaja nempatin bodyguard di depan karena Ify diikutin dari pagi."
"Diikutin dari pagi?" tanya Gabriel dengan kaget.
"Iya, dan sepertinya musuh kalian saat ini lumayan kuat karena bisa mengetahui identitas BIN. Atau mungkin saja ada musuh di dalam selimut."
"Oke. Thank udah no-"
Brakk!!
"YO, LO KENAPA?"
Alvin datang dengan napas yang terengah-engah. Peluh terlihat mengucur di keningnya.
"Lo habis dikejar setan?" tanya Rio sinis.
Alvin menghempaskan tubuhnya di sofa yang tak jauh dari pintu dan memandang sekeliling dengan bingung.
"Lo nggak sakit, terus kenapa di rumah sakit? Mereka berdua itu siapa? Itu cewek siapa?"
Rio pun terpaksa menjelaskan secara rinci karena ia tak mau terus diteror dengan pertanyaan yang sama.
Di akhir cerita, Alvin menyeret Rio ke pojok ruangan. "Gue sama lo dari kecil kok nggak tahu lo punya sepupu? Jangan halu deh, Yo!"
"Nanti, gue cerita sama lo. Sekarang jangan banyak tanya!"
Sekilas, Alvin melihat mata Rio yang berubah menjadi biru dan balik lagi menjadi hitam, membuat pemuda bermata sipit itu mengucek matanya.
"Gue halusinasi apa gimana nih?" batin Alvin sambil melihat Rio yang sudah kembali mengobrol dengan pemuda yang ia tahu bernama Gabriel dan Cakka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Pengguna system v.02
Gabriel sama gabriela yaakk, awal ny gw ngira si gabriel ituu cewekk thor 🤣
2023-12-02
0