Chapter 6

Meski tahu dirinya dibuntuti, tak membuat gadis yang kini sudah siap di timezone itu ketakutan. Ia malah berniat untuk main satu hari penuh. Ia mau melihat, sampai mana mereka kuat menunggunya bermain.

Berbagai macam permainan sudah ia coba, mulai dari basket, memanah, dance, bahkan capit boneka yang berujung mengesalkan. Ify ingin sekali membongkar mesin itu dan membenarkan capit yang kurang berfungsi.

"Ini nih kalau marketingnya curang. Masa iya capit letoy kaya gini nggak dibenerin. Sampai upin ipin sarjana juga nggak bakal bisa dapat bonekanya," gerutu Ify.

Merasa lelah, gadis itu memilih untuk beristirahat sejenak sekedar melepas dahaga. Jarum jam di pergelangan tangan kirinya sudah menunjukkan angka lima. Ternyata ia sudah bermain sangat lama.

"****!" Ify mengumpat pelan saat ekor matanya masih melihat orang-orang yang membuntutinya.

Meskipun sedang tak bertugas, tetapi Ify tak pernah meninggalkan senjata kesayangannya. Tapi senjata itu kini ada di mobil. Suasana parkiran yang sepi tak menutup kemungkinan jika ia akan dibuntuti.

Menghubungi rekan-rekannya juga tak mungkin karena mereka pasti sedang sibuk bertugas.

Menghela napas kesal, Ify memutuskan untuk pulang. Biarlah nanti menjadi urusan nanti. Ia yakin, ia tak akan mati hari ini.

Dengan langkah biasa dan seolah tak tahu ia dibuntuti, Ify berjalan ke arah basement untuk mengambil mobilnya. Sengaja ia memakai lift yang tak langsung ke arah basement karena pasti sudah ada yang menantinya di sana. Ia turun di satu lantai sebelum basement dan memutuskan memakai tangga.

Benar saja, saat Ify membuka pintu tangga darurat, sudah ada dua orang yang berjaga di depan lift. Dengan mengendap, Ify bersembunyi diantara mobil untuk mencapai mobilnya yang terletak agak ke ujung.

Begitu sampai di belakang mobil, secepat kilat gadis itu masuk dan menjalankan mobilnya.

"Target lolos, kejar dia!"

Ify masih bisa mendengar teriakan dan satu tembakan lolos yang membuat para pengunjung berteriak histeris.

Ify dengan cepat membuka dashboard tanpa mengurangi kecepatan mobilnya. Diambilnya pistol semi otomatis Glock-17 karena ia hanya menggunakan satu tangan. Jalan lumayan ramai sehingga membuat Ify tak bisa langsung melepaskan tembakan kepada mobil yang mengikutinya.

Lampu lalu lintas sudah berubah kuning dan sebentar lagi merah membuat Ify segera menginjak pedal gas dengan harapan mobil dibelakangnya terjebak lampu merah.

"Sial!" desis Ify saat mendapati mobil itu lolos dan malah semakin mendekati mobilnya.

Dengan pertimbangan keamanan warga, Ify berbelok ke arah gang untuk menjauh dari jalan raya yang ramai. Bukan keputusan tepat karena di kiri kanan jalan banyak anak-anak yang tengah bermain.

Ify menambah kecepatannya agar sampai di jalan pintas ke arah Bandung. Suasana yang sudah remang-remang senja membuat jalan pintas itu terlihat lengang.

Semakin jauh, yang terlihat di kanan dan kiri hanya hamparan pohon dan tebing-tebing tinggi. Untung saja Ify sudah terlatih dengan medan yang seperti ini.

Dorr!!

Satu tembakan berhasil dihindari oleh Ify. Gadis itu membuka jendelanya dan melepaskan tembakan balasan.

Dua tembakan berhasil memecahkan kaca spion dan lampu mobil. Ify mengumpat pelan. Tak ada partner membuatnya sedikit kesulitan mengendalikan mobil dan melakukan tembakan balasan.

Dorr!

Pyarr!!

Kaca belakang Ify pecah membuat gadis itu semakin menambah kecepatannya. Sedikit menyesal karena tak memodifikasi mobilnya dengan peralatan yang lebih canggih.

Dorr!!

Mobil Ify oleng karena satu tembakan berhasil mengenai roda belakang. Tak ingin masuk ke dalam jurang, gadis itu memilih untuk menghentikan mobilnya.

Ify meraih dua pistol lagi dari dashboard dan menyimpannya di pinggang. Satu pistol ia pegang di tangan kanan. Dan satu pisau lipat di tangan kiri.

Dengan langkah angkuh, gadis itu berjalan keluar mobil dan menghampiri lima orang yang kini tengah menodongnya dengan pistol.

"Mau apa kalian?" tanya Ify dengan tenang tapi tak mengurangi kewaspadaan.

"Tentu saja nyawamu, gadis cilik!"

Ify berdecih. "Lo pikir nyawa gue semudah itu kalian dapatin?"

"Kita lihat saja!" balas salah satu dari mereka yang sudah bersiap menerjang Ify dengan tendangannya.

Ify yang sudah bersiap mengelak ke samping hingga tendangan itu hanya mengenai angin. Sebagai balasan, Ify Ify melakukan tendangan cepat ke arah samping yang tepat mengenai pinggang pria itu hingga roboh dan mengerang kesakitan.

Melihat temannya roboh, empat yang tersisa maju bersamaan. Ify lebih banyak mengelak daripada menangkis. Ia sadar, tenaganya terkuras cukup banyak saat bermain di timezone tadi. Jika ia menggunakan energinya secara penuh, bukan tidak mungkin ia akan berakhir hari ini.

Satu pria yang berperawakan lebih besar mulai menembak. Ify terdesak. Setelah melayangkan satu tembakan yang berhasil merobohkan satu orang, gadis yang mulai kelelahan itu berlari dan bersembunyi diantara rimbunan pohon. Suara tembakan gencar terdengar, sesekali Ify membalas, tetapi ia kesulitan melihat posisi lawan karena medan yang tak menguntungkan.

Satu tembakan berhasil menembus lengannya membuat Ify dengan cepat melepas kemeja untuk membebat luka yang terus mengucurkan darah. Tersisa kaos hitam pendek yang ia kenakan. Gelap mulai menyapa, meski begitu, mata Ify masih bisa melihat meski tak setajam saat siang.

Sial! Ia lupa membawa kacamata miliknya. Kacamata yang bisa melihat di dalam kegelapan.

❄️❄️❄️❄️

Seharian penuh Rio hanya memandang layar ponsel yang menampilkan peta. Ia terus memantau keberadaan Ify meski tak tahu kenapa. Ia hanya ingin saja, ia penasaran, Apakah gadis itu benar-benar anggota BIN?

Saat titik merah itu berkedip meninggalkan area mall, Rio pun bersiap mengambil jaket dan kunci mobil.

"Mau kemana, Rio?" tanya Cakka sedari tadi juga ikut melihat layar ponsel Rio.

"Lo di rumah aja, ada yang perlu gue urus," sahut Rio sambil berjalan ke arah garasi untuk mengambil mobilnya.

"Tidak, saya akan ikut Rio karena bangsa api bisa datang kapan saja."

Rio berdecak. "Terserah lo!"

Setelahnya, Rio memacu mobil meninggalkan rumahnya untuk mengikuti titik merah melaju diatas kecepatan normal itu. Rio sedikit heran saat titik itu menuju jalan pintas ke arah Bandung.

"Mau kemana dia?" batin Rio.

Pemuda itu menambah kecepatan dan mengambil jalan pintas juga agar cepat menyusul.

Setelah jarak kurang dari lima ratus meter, Rio sudah bisa mendengar suara tembakan saling bersahutan. Medannya cukup sulit karena tebing dan jurang di kanan kirinya. Meski ada beberapa kumpulan pepohonan, tetapi itupun sudah di lereng yang mengarah ke jurang.

Rio segera keluar dari mobil diikuti oleh Cakka dan berlari ke arah suara tembakan. Entah kenapa semua indera Rio seperti lebih peka tujuh kali lipat dari biasanya. Ia bisa melihat dengan jelas meski dalam kegelapan, telinganya bisa mendengar dengan jelas percakapan beberapa orang yang jaraknya lumayan jauh dari mereka.

Tak berbeda dari Rio, Cakka pun dengan awas mulai mengamati sekitar. Ia bisa merasakan kehadiran bangsa api yang sudah agak pudar.

Rio berlari ke arah rerimbunan pohon dimana ia bisa melihat Ify yang berlari sambil memegang lengannya yang terluka.

Posisi gadis itu semakin terdesak ke tepi jurang.

"Menyerahlah! Dan kami akan membuat kematianmu tak menyakitkan, Rose!"

"Tak akan!" desis Ify meski kini posisi kakinya sudah di bibir jurang.

"Kau cantik. Coba saja kau bukan anggota sialan itu, pasti aku sudah menjadikanmu istriku," ucap salah satu pria yang berkepala plontos dengan seringai menjijikkan.

"Cuih! Bermimpilah!

Dorr!!

Dorr!!

Ify melepaskan dua tembakan tetapi hanya mengenai satu orang karena lengannya yang terluka membuat fokusnya terbagi.

Dorr!!

"Arrghh!"

Satu timah panas menembus perut Ify. Selanjutnya yang ia rasakan adalah melayang. Ia yakin, saat ini ia sudah jatuh ke jurang. Ify memejamkan matanya dan mengucapkan berbagai kata maaf karena tak sempat berpamitan sebelum mati.

Tetapi yang terjadi selanjutnya Ify merasakan sebuah lengan kekar menyangga tubuhnya. Dengan sisa kesadaran yang ada, Ify membuka matanya. Ia terpana saat melihat mata sebiru kristal yang memabukkan dan sayap seputih salju.

Sayap itu bersinar meski malam dan keadaan gelap. Belum lagi wajah tampan dilengkapi dengan mahkota itu kini tengah memandangnya dengan intens. Ify mengulas senyum lirih sebelum kegelapan menjemputnya.

"Tuhan, apa ini malaikatmu?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!