Rio memicingkan matanya saat tiba di tempat. Suara tembakan jelas dari sini karena Rio bisa melihat orang-orang yang sedang baku tembak. Rio memejamkan matanya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, hingga ia menangkap energi yang tidak biasa. Energi negatif dari bangsa Api.
Di salah satu ruangan rumah sederhana itu Rio bisa melihat seorang wanita dengan rambut berkibar dikelilingi oleh api.
"Kka, bangsa api," desis Rio yang diangguki oleh Cakka.
"Saya juga merasakan energinya, Yang Mulia!"
"Gue harus ke sana!"
"Tapi ki-"
Cakka mendesah kesal saat Rio sudah hilang dari pandangan. Karena takut terjadi sesuatu dengan Rajanya, Cakka pun menyusul, mengikuti energi yang ia rasakan sebagai energi bangsa api.
*****
Ify masih mematung di tempatnya tak bisa bergerak sedikit pun. Jika yang muncul di hadapannya gembong narkoba seseram apapun Ify masih bisa menghadapi, tapi ini apa?! Apakah ada manusia yang bisa hidup dengan api di kepalanya? Tidak! Ini sudah diluar nalar dan alarm bahaya otomatis menyadarkan Ify jika ia harus pergi secepat mungkin dari tempat ini. Orang ini bukan lawannya, bahkan mungkin orang yang memiliki kemampuan bela diri dan teknik memakai pistol yang hebat sekali pun tak akan sanggup melawan perempuan ini.
Baru saja Ify berniat kabur, sebuah bola api yang meluncur cepat ke arahnya membuat gadis itu lagi-lagi terpaku tanpa sanggup berbuat apa pun. Ify hanya menutup matanya dan pasrah dengan apa yang terjadi, mungkin ini adalah akhir hidupnya.
Beberapa detik menunggu tidak ada yang terjadi membuat Ify membuka matanya. Punggung yang kekar kini menyapa indera penglihatan Ify. Tapi lagi-lagi gadis itu harus terduduk shock. Apalagi saat tangan orang yang tengah berdiri membelakanginya itu mengeluarkan cahaya biru yang menghalang serangan sang perempuan berambut api itu.
Ify memang mempercayai hal-hal gaib seperti itu. Ia bahkan berharap bertemu salah satunya, tetapi saat ia benar-benar melihat di depan matanya, rasa takut dan tidak percaya membuat Ify tak mampu bergerak seinci pun. Ia hanya mematung memperhatikan pertarungan dua orang di depannya itu. Pertarungan antara gadis cantik dengan rambut penuh api dan pemuda yang sangat tampan dan berkarisma yang ... tunggu! Bukankah ia pernah melihatnya?
Ify berpikir keras untuk mengingat di mana ia pernah melihat pemuda itu. Rambut putih, mahkota biru ... bukankah ia pemuda yang menolongnya saat jatuh ke jurang?
Ify membekap mulutnya tak percaya. Jadi, ia tak mimpi saat itu?
"Ahkk!" Ify memejamkan matanya saat bola api meluncur cepat ke arahnya. Ia tak bisa menghindar, kakinya seperti terpaku di lantai.
Splash!
Api itu memudar tepat sebelum menghantam tubuh Ify.
"Apa lagi yang kau tunggu? Pergi dari sini!" Suara bariton menyapa pendengaran Ify membuat gadis itu membuka matanya. Lagi-lagi mata sebiru kristal membius Ify, membuatnya seolah tenggelam masuk ke dalamnya. Ketenangan selalu ia dapatkan, dan tak lagi takut dengan apa yang ia hadapi. Seperti saat jatuh dari jurang kemarin, setelah menatap mata biru itu, ia tak lagi takut dengan kematian.
"Yang Mulia, sayang sekali aku tidak punya waktu melihat romansamu dengan manusia lemah itu." Sang wanita yang penuh api itu menerjang maju dengan tangan terjulur penuh api. Ify kembali menutup matanya, tapi saat terbuka, ia sudah berada jauh dari rumah itu. Di sampingnya, telah berdiri seorang pemuda yang ia kenal.
"Cakka, ngapain lo di sini?" tanya Ify heran.
Cakka diam, ia memejamkan matanya untuk melihat di mana teman-teman Ify berada. Ia harus segera membawa mereka keluar dari sini dan membantu Rajanya.
"Ayo, aku akan membawamu ke teman-temanmu," sahut Cakka dan menggenggam tangan Ify.
"Bentar! Siapa lo sebenarnya?" tanya Ify saat ia sadar jika berpindahnya ia dari rumah itu adalah hal yang janggal.
"Saya bukan siapa-siapa, dan saya harap, kamu mau merahasiakan ini semua."
"Ta-"
Ify tak diberi waktu untuk bertanya. Satu kedipan mata kemudian, Ify sudah berada di antara anggotanya.
"Ify! Lo kemana aja?" sambut Gabriel yang pertama kali menyadari kehadiran Ify di belakang mereka. Pemuda itu berlari menyongsong Ify dan memeluknya dengan erat.
"Team Rose udah ada di mobil sama anak-anak, team Gold udah berhasil ringkus mereka, tapi lo nggak keluar-keluar juga dari rumah itu. Bagaimana bisa rumah itu kebakaran, Fy!" cerocos Gabriel tanpa henti.
Ify terhenyak, lalu memandang rumah yang kini sudah dilalap si jago merah.
"Itu ... tadi ...." Ify linglung. Semua yang dialaminya benar-benar di luar nalar.
"Udah nggak apa-apa, kita ke mobil sekarang. Tim pemadam kebakaran bentar lagi mau dateng!'' potong Gabriel sambil membimbing Ify memasuki mobil.
****
Rio dan Dea sudah berpindah tempat ke sebuah tanah lapang yang sekelilingnya dipagari dengan pohon-pohon tinggi. Rumah itu sudah terbakar dan Rio tak mungkin membiarkan kerusakan yang terjadi semakin bertambah parah, apalagi Rio juga yakin jika saat ini pemadam kebakaran tengah berada di jalan untuk menuju lokasi kebakaran.
"Apa mau lo sebenarnya?" tanya Rio yang dibalas seringaian oleh Dhea.
"Serahkan kristal itu dan saya akan membiarkan Yang Mulia hidup nyaman di bumi."
Rio terkekeh. "Lalu melihat lo semua berbuat kerusakan? Mimpi saja!" Rio merentangkan tangannya. Dua buah sayap putih kini berkepak pelan di punggungnya. Rio memejamkan matanya, merasakan energi air dari dalam tanah dan menariknya keluar. Rio mulai terbang dan air mengikutinya, liukan air semakin tinggi dan membesar. Angin ikut berputar di sekelilingnya.
Dea yang melihat itu mulai berkonsentrasi. Kedua tangannya ia arahkan ke atas. Merasakan energi dari matahari untuk menciptakan api yang sangat panas. Cahaya merah terpancar dari tangannya.
"Fire blast!"
"Water frozz!"
Dea dan Rio secara bersamaan melemparkan serangan. Dua energi yang bertabrakan meledak di udara. Dea terpental dan menabrak pohon. Ia terbatuk dan muntah darah. Sementara Rio hanya terdorong sedikit tetapi masih mempertahankan posisinya di udara.
Dea bangkit dengan tertatih. Setelah mampu berdiri dengan kuat, ia memutar tangannya. Menciptakan api yang langsung ia tembakkan ke arah Rio dengan bertubi-tubi. Serangan itu mampu di hindari Rio dengan mudah. Hingga kemudian Dea melompat tinggi, dan berhenti di pucuk pohon. Kembali menengadahkan tangannya ke arah matahari. Melakukan hal yang sama menggunakan energinya yang tersisa. Rio tak ada niat untuk membalas. Hingga Cakka kemudian datang dan membungkuk.
"Biar saya yang menghadapinya, Yang Mulia!"
Rio mengangguk dan terbang menjauh.
"Heii jangan kabur kau!" seru Dea sambil menembakkan bola-bola api dengan kepanasan maksimal yang ditepis Cakka dan dilemparkan ke danau.
"Minggir! Aku tidak ada urusan denganmu! Urusanku dengan rajamu!" sentak Dea saat Cakka kini sudah terbang di hadapannya dan menghalanginya.
"Apapun yang menjadi urusan rajaku adalah urusanku juga," balas Cakka enteng.
"Oh Cakka, apa kau berniat bertarung lagi denganku? Bukankah kau tak bisa melukaiku?" Dea terkekeh sinis. Ia menghapus sisa darah di ujung bibirnya.
"Kenapa aku tak bisa melukaimu, Dea?"
"Karena kau masih mencintaiku, Cakka Feanor!"
❄️❄️❄️❄️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments