Rasa dingin yang menusuk tulang membuat Rio meringkuk dan mendesis dalam tidurnya. Tangannya meraba-raba untuk mencari selimut tetapi tak juga menemukan yang ia cari. Sementara dingin yang ia rasakan sampai membuat giginya beradu.
Karena kesal tak juga menemukan selimut untuk menutupi tubuhnya yang kedinginan, Rio terbangun dan langsung duduk.
"Siapa yang ngatur AC sampai sedingin ini sih? Nggak tahu apa lagi musim hujan," gerutunya sambil turun dari ranjang.
Begitu kaki telanjangnya menyentuh lantai, mata Rio yang awalnya masih lengket dan mengantuk langsung terbuka sepenuhnya.
Ini sangat dingin.
Rio merasa terbangun di kutub selatan.
"Gue dimana?"
Rio mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ini bukan kamarnya. Dan pantas saja dingin, semua hal yang ada di kamar ini terbuat dari es.
Sembari otaknya berpikir keras, Rio mengamati semua perabotan unik yang ada di kamarnya dan terakhir ke baju yang di pakainya.
"WHATT??!!"
Dengan tergesa Rio menuju ke salah satu dinding untuk melihat pantulan dirinya. Karena dinding ini juga terbuat dari es membuat Rio bisa melihat dirinya sendiri.
Hanfu panjang perpaduan warna putih dan biru, rambut panjang sepinggang berwarna putih dan mahkota dengan permata biru di tengahnya. Dan yang membuat Rio lebih terkejut adalah bola matanya berwarna biru kristal.
"Plakk!!"
"Auh, sakit!" Rio meringis merasakan pipinya sakit akibat tamparan tangannya sendiri.
"Anda sudah bangun, Yang Mulia?"
Rio tersentak kaget dan membalikkan badannya. Terlihat seorang pria dengan pakaian yang tak jauh berbeda tengah menunduk dan sebuah pedang terselempang di bahunya.
"Siapa lo?"
"Saya Cakka Feanor, tangan kanan Anda, Yang Mulia!"
Rio semakin ingin membenturkan kepalanya ke lantai. Percakapan macam apa ini?
Yang Mulia? Siapa?
"Apa di sini ada kamera tersembunyi?"
"Hah?!" Pria yang mengaku bernama Cakka itu tampak mengerutkan keningnya bingung.
"Kamera tersembunyi itu loh, mau nge-prank gue, kan?" tanya Rio lagi sambil melihat ke sekeliling. Mencoba menemukan kamera yang ia maksud.
"Kamera?" Cakka pun ikut kebingungan dan melihat ke sekeliling mengikuti tingkah Rio. "Apa itu kamera, Yang Mulia?"
Rio terduduk di tempat tidur. Prank ini membuatnya benar-benar sakit kepala.
"Apakah ada yang sakit, Yang Mulia?" Cakka mendekat dengan raut wajah yang khawatir.
"Kepalaku sakit gara-gara prank ini," sungut Rio.
"Lo bawa ponsel, kan? Gue mau hubungin seseorang!" pinta Rio sambil mengadahkan tangannya.
Cakka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ponsel itu … apa Yang Mulia?"
"KYAAAAAAA!!!! BISAKAH KALIAN KELUAR, HAH? GUE GAADA WAKTU BUAT ACARA PRANK KAYA GINI!"
Tak ada jawaban. Hanya Cakka yang memandang Rio dengan heran.
"Apa yang terjadi, Yang Mulia?"
"Berhenti panggil gue dengan sebutan kuno itu dan jelaskan apa yang terjadi!" pinta Rio geram. Jika ia menganggap ini hanya mimpi, rasanya terlalu nyata.
"Saya sudah menunggu tiga ratus tahun untuk membawa Anda ke sini Yang Mulia."
Penjelasan Cakka membuat Rio merasa jika dirinya sedang gila. Tiga ratus tahun? Ia saja tidak yakin bisa hidup lebih dari seratus tahun dengan fisik yang masih sama.
"Bisa nggak sih lo jangan membuat gue merasa jadi orang gila? Lo pikir ini di negeri dongeng? Gue jadi raja yang punya kekuatan gitu?"
Anggukan dari Cakka membuat Rio tertawa terbahak-bahak.
"Sepertinya gue harus ngasih piala oscar ke siapapun yang udah nyusun skenario kaya gini. Lo pikir gue bisa dibodohin? Mana ada gue bisa punya kekuatan?"
Rio mengayunkan tangannya ke arah dinding dan … splashh!
Sebuah cakram es yang berasal dari tangannya kini menancap di dinding.
Kini Rio terdiam melihat fakta yang ada di hadapannya. Apa yang baru saja terjadi? Kenapa tangannya bisa mengeluarkan cakram es seperti itu?
Rio memeriksa tangan dan seluruh tubuhnya. Siapa tahu masih tersisa cakram yang akan terlempar saat ia mengayunkan tangan.
Merasa tak percaya, Rio mencoba lagi untuk memastikan jika yang baru saja terjadi bukan karena cakram es itu terletak di bajunya.
Splashh!
Splashh!
Dua cakram es kini telah menancap di sebuah pilar.
"Hahahahaha, jadi gue punya kekuatan kaya gini?" gumam Rio menertawakan dirinya sendiri.
"Bahkan Yang Mulia mempunyai kekuatan yang lebih dari ini," timpal Cakka yang sedari tadi diam mengamati tingkah laku Rio.
"Jadi … sebenernya gue siapa? Ini dimana, dan kenapa gue bisa seperti ini?" tanya Rio beruntun.
"Tiga ratus tahun yang lalu, terjadi peperangan hebat antara bangsa Es dan bangsa Api. Tapi karena bangsa Api yang licik, mereka memanfaatkan kelemahan Yang Mulia untuk menghancurkan Istana Es dan membuat Yang Mulia harus terbunuh. Tapi, sebelum terbunuh Anda membuat barier untuk melindungi Istana Es dan menanam kristal es di jantung Anda sendiri. Anda bersumpah akan lahir kembali dan membuat perbatasan antara planet manusia, planet kita, dan planet bangsa api sehingga ketamakan bangsa api tidak akan membuat alam semesta hancur. Anda juga menyegel Raja Api yang membuatnya tak bisa meninggalkan Kerajaan Api jika tak ada kristal itu."
Rio mengurut keningnya yang terasa berdenyut sakit mendengar penjelasan Cakka. Ingin rasanya ia melambaikan tangan tanda menyerah.
"Jadi … kita dimana?" tanya Rio dengan lemah.
"Kita ada di istana kerajaan Es, Yang Mulia."
"YA GUE TAHU, TAPI INI DI MANA? APA MASIH DI BUMI ATAU DI NEGERI DONGENG?" Rio mendesis geram.
Cakka menunduk takut dan berkali-kali menggumamkan kata maaf. "Kita ada di planet Neptunus, Yang Mulia!"
"Lalu, bangsa api ada di planet Merkurius?" tanya Rio asal tetapi mendapat anggukan dari Cakka.
"****! Andai gila ada peringkat, kayaknya gue dapat peringkat pertama," gumam Rio. Bagaimanapun semua yang ia dengar sangatlah berada di luar nalar. Ia yang selama ini selalu berjibaku dengan logika ditampar dengan hal-hal ajaib yang selama ini ia yakini sebagai mitos. Dan mirisnya, ia adalah salah satu tokohnya. Benar-benar sulit dipercaya dan membuatnya hampir gila.
"Tapi gue harus pulang, ada tender besar yang harus gue menangin sampai gue mau repot-repot lembur dan kecelakaan."
Cakka mengerutkan keningnya bingung. "Tender?"
Rio menghembuskan napas kasar. "Udah nggak usah banyak tanya. Tapi gimana caranya gue pulang?"
"Sebentar lagi, dan sepertinya kekuatan Yang Mulia perlahan akan muncul. Tolong ijinkan saya untuk melindungi Yang Mulia di dunia manusia!" pinta Cakka.
"Terserah lo gue nggak peduli, yang penting gue bisa pulang," ketus Rio dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Kantuk yang tiba-tiba mendera membuat matanya mulai menutup perlahan. Sebelum benar-benar terlelap, Rio merasakan tubuhnya seperti tersedot ke ruang hampa, hingga kegelapan benar-benar membuatnya tak ingat apa-apa lagi.
❄️❄️❄️❄️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
saniscara patriawuha.
kenapa sepiiiii ya....
2023-12-04
0