Chapter 5

Matahari sudah setinggi galah saat Ify memutuskan untuk mengakhiri petualangannya di dunia mimpi. Dengan malas, gadis berdagu tirus itu ke kamar mandi untuk bersiap. Kemarin ia sudah memutuskan, untuk membunuh kebosanan ia akan ke timezone dan main sepuasnya.

Untung saja apartemen yang ia tinggali terletak di pusat kota dan dekat dengan pusat perbelanjaan dan tempat hiburan. Jadi ia tak perlu repot-repot mengemudi terlalu jauh.

Dengan setelan casual yang terkesan tomboy, Ify mulai bersiap untuk pergi. Ia juga belum sarapan pagi ini, jadi bisa sarapan terlebih dahulu baru ke timezone dan main sepuasnya sampai lelah.

Dengan bersenandung kecil, Ify masuk ke dalam lift. Di dalam lift hanya ada dua orang yang sepertinya sepasang suami istri. Ify pun memilih untuk memasang headset dan mendengarkan lagu hingga lift yang membawanya turun sampai di lantai dasar.

Mungkin semua orang tidak akan ada yang mengira jika cewek cantik yang tengah berjalan sambil bersenandung pelan itu adalah agen BIN yang ditakuti oleh banyak orang.

Saat melepas identitasnya sebagai Rose, saat itu pula Ify yang bar-bar menunjukkan diri.

Langit terlihat sangat cerah, hanya awan putih tipis yang terlihat seperti buih-buih air di lautan lepas.

Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, Ify tiba di salah satu pusat perbelanjaan terbesar. Setelah parkir gadis dengan kemeja merah itu tak langsung ke tempat tujuannya, tetapi mampir di salah satu restoran untuk mengisi energi agar ia bisa puas bermain tanpa terhalang rasa lapar.

❄️❄️❄️❄️

"Yang Mulia, ini bangunan apa? Kenapa banyak sekali orang?"

Rio menutup matanya kesal. "Berapa kali gue bilang, cukup panggil gue Rio."

Cakka menunduk hormat dan mengangguk. Saat ini ia sudah berpakaian normal seperti manusia pada umumnya. Rambut juga sudah dipotong di salon dan sekarang Rio ingin mengajak Cakka berbelanja baju dan berbagai keperluan pemuda itu. Karena tak mungkin jika ia harus meminjamkan bajunya terus menerus.

"Ini namanya mall, tempat dimana semua orang berbelanja." jelas Rio sambil berjalan masuk diikuti oleh Cakka.

"Kita makan dulu!" putus Rio sambil berbelok ke salah satu restoran. Sebenarnya Rio merasa sangat aneh, jalan berdua dengan Cakka, ia merasa seperti pasangan gay. Padahal Rio juga sering jalan berdua bersama Alvin.

Bicara tentang Alvin, Rio belum melihat batang hidungnya sejak kemarin.

Setelah menemukan tempat duduk yang kosong, Rio memanggil pelayan dan Cakka sibuk melihat ke sekeliling.

"My-maksut saya Rio, kenapa di sini berisik sekali. Dan siapa yang bernyanyi? Kenapa tidak ada orangnya?" Cakka celingukan mencari sumber suara.

"Sekuno apa sih hidup lo sampai kaya gini aja nggak tahu? Ini tuh suara dari Youtube, disambungin ke speaker." jelas Rio.

"Youtube? Speaker?" Cakka memandang Rio polos dengan tatapan yang benar-benar menyiratkan ketidaktahuannya.

Rio mengusap wajahnya kasar. "Udah ya, nggak usah banyak tanya. Diam!"

Cakka langsung terdiam meski banyak hal yang ingin ia tanyakan.

Tak berapa lama, makanan pun datang membuat Cakka dan Rio sibuk menghabiskan sarapan sekaligus makan siang mereka.

Rio yang melihat Cakka diam dan sibuk menyantap makanan pun menghela napas lega. Ia sebenarnya sangat benci orang yang cerewet.

Saat mengambil tisu, ekor mata Rio tak sengaja melihat seorang gadis yang tengah makan sendirian. Bukan, bukan maksut Rio ingin modus dan menemani gadis itu, tetapi wajah gadis itu sedikit familiar.

"Siapa ya?" gumam Rio tapi mampu didengar oleh Cakka. Pemuda yang mulutnya tengah penuh dengan makanan itu pun ikut melihat ke arah yang dilihat Rio.

"Namanya Dafyka Umari, agen BIN umur dua puluh tiga tahun. Rio ... BIN itu apa?"

Rio menatap Cakka terkejut. "Lo kok bisa tahu semuanya tentang dia?"

"Saya bisa membaca identitas seseorang, bahkan Rio pun bisa," jawab Cakka setelah menghabiskan makanannya.

"Aku?" Rio menunjuk dirinya sendiri.

"Em!" angguk Cakka.

Rio mengangguk tengkuknya yang tidak gatal. Apa semua informasi yang Cakka berikan itu benar? Apakah gadis itu memang agen BIN?

Tak ingin terus dilanda penasaran, Rio memutuskan untuk menghampiri gadis yang tengah sibuk dengan makanannya itu. Gadis itu tampak sangat cuek dengan sekitar meskipun kanan dan kirinya kebanyakan adalah pasangan yang tengah kencan.

"Halo!"

Gadis itu menoleh dan mengerutkan keningnya sebelum kemudian menunjuk Rio.

"Lo ... yang waktu itu kecelakaan 'kan?"

Rio mengangguk. Dari Alvin ia sudah tahu jika gadis inilah yang sudah menolongnya dan membawa keluar dari mobil. Andaikan tak ada, mungkin ia akan terpanggang hidup-hidup di mobil yang meledak.

"Boleh kami duduk di sini?"

Gadis itu mengangguk. Rio lantas mendaratkan bokongnya di salah satu kursi diikuti dengan Cakka yang hanya diam tetapi memandang sekitar dengan waspada.

"By the way, thanks udah nolongin gue waktu itu," ucap Rio membuka percakapan.

"Seharusnya gue minta maaf, karena gue yang udah nabrak lo. Malam itu gue lagi buru-buru banget," ucap Ify dengan senyuman khas miliknya.

"Lo ...."

"Ify, panggil aja Ify!"

"Ah, gue Rio dan ini sepupu gue, Cakka!"

Cakka mengikuti tingkah Rio bersalaman dengan kaku. Ia mengangguk sedikit dan kembali sibuk memandang sekitar.

Beberapa saat setelahnya, Rio dan Ify disibukkan dengan percakapan sambil menanti Ify menyelesaikan sarapan.

"Sorry, nggak bisa nemenin lama-lama, ada sesuatu hal yang perlu diurus," pamit Rio setelah ingat jika mereka ke sini ingin membeli peralatan untuk Cakka.

"Iya, kalian duluan aja nggak apa-apa."

Rio mengangguk lalu pergi diikuti dengan Cakka yang menatap di satu titik dengan intens.

"Lo lihat apa?" bisik Rio.

"Rio, sepertinya ada yang mengikuti gadis itu," Cakka ikut berbisik.

"Beneran? Lo lihat orang yang ngikutin dia?"

"Arah jarum jam tiga, delapan, dua belas, satu, sembilan semuanya berjumlah lima orang."

Rio mengikuti instruksi Cakka dan melihat ke sekeliling. Ia bisa melihat beberapa orang berpakaian hitam yang pura-pura sibuk dengan minuman. Tetapi Rio melihat ada earphone kecil di telinga mereka dan sedang berkomunikasi satu sama lain.

"Apa benar gadis itu agen BIN?" batin Rio setelah melihat bagaimana lengkapnya perlengkapan orang-orang yang tengah membuntuti Ify.

Rio berbalik dan kembali menghampiri Ify. "Bisa bertukar nomor ponsel?"

Ify memandang Rio aneh. "Buat apa?"

"Kalau lo membutuhkan bantuan gue, maybe?"

"Gue nggak butuh bantuan lo," sahut Ify cuek.

Rio mendekat dan merengkuh Ify ke dalam pelukannya. Ify ingin berontak tetapi bisikan dari Rio membuatnya terdiam.

"Lo diikuti. Kemungkinan besar mereka akan menyerang saat lo keluar dari tempat ini."

Mata jeli Ify melirik ke beberapa tempat. "Gue tahu, dan gue bisa mengatasinya."

Rio melepas rengkuhannya. Mengambil ponsel Ify dan mengetikkan beberapa angka sebelum ponselnya sendiri berbunyi.

"Itu nomor gue. Kalau butuh bantuan,  lo tinggal telpon aja."

Ify mendengus. Rio terkekeh kecil dan berlalu meninggalkan gadis itu. Setelah agak jauh dari tempat Ify, Rio menghubungi seseorang.

"Gue kirim nomor ponsel seseorang, lacak lokasi dan hubungkan ke ponsel gue."

"Baik, Pak!"

Rio menutup ponselnya puas. Tunggu! Apa yang ia lakukan?

Rio menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sejak kapan ia begitu baik hati memberikan nomor ponsel hanya karena melihat gadis itu sedang terancam bahaya?

"Gadis itu sudah nolong lo!" bisikan malaikat terdengar.

"Tapi kan dia juga yang nabrak lo!" bisikan setan terdengar setelahnya.

Rio mengacak rambutnya untuk mengusir bisikan-bisikan tidak jelas itu.

"Oke, kecelakaan itu tidak disengaja, dan gadis itu sudah menolongnya. Ini hanya bentuk balas budi, yaah ... balas budi." Rio mengangguk mantap dengan pikirannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!