Aku Takut...

"J-jangan"

Aku takut

Tidak ada yang bisa, lakukan. Bahkan, saat tangan mereka mencoba membuka seragamku. Tanganku tidak berdaya karena cairan yang Celine suntikkan kepadaku, walaupun aku mencoba berkali-kali menghalau tangan mereka yang mencoba melucuti bajuku.

Aku takut.

Walaupun aku mencoba melawan mereka seakan-akan aku manusia kuat yang tidak punya rasa takut. Saat aku menatap nanar mata Farah, dengan tubuh gemetar ini. Tidak mungkin dia tertipu, karena dia manusia yang lebih gila dari orang-orang yang selama ini menggangguku.

Perlahan-lahan pandanganku menggelap, meronta-ronta tidak ada lagi gunanya. Yang bisa kulakukan hanya berdoa dan meminta pertolongan di dalam hati.

Karena menjerit pun, tidak akan ada gunanya. Apa benar aku akan berakhir menjadi gadis yang tubuhnya menjadi tontonan semua orang? Apa benar, aku akan berakhir seperti ini?

Ayah, Bunda, Abang Heli...

Tolong, siapa saja. Siapapun itu, orang gila sekalipun. Biarkan seseorang menolongku sekali ini saja. Karena, aku sudah mencoba untuk membela diriku sendiri.

Kak Juno...

Aku mohon, sekali ini aja. Tolong aku... Siapapun!

"SASA!"

Panggilan itu adalah suara terakhir yang samar-samar aku dengar bersamaan dengan bunyi pintu yang dibanting. Sedetik setelahnya, aku tidak tahu apa yang terjadi.

•~•~•

"Singkirkan tangan kalian dari Sasa"

Semua orang mengalihkan pandangan ke arah laki-laki yang berdiri di depan pintu. Juno berdiri di sana dengan wajah menahan amarah, rahangnya menjadi tegas, matanya menatap sinis gadis-gadis yang telah membuka setengah kancing seragam Sasa.

Juno melangkah masuk membuat mereka semua beranjak menjauh dari Sasa. Mereka ketakutan, aura Juno seakan ingin menghajar mereka semua membuat mereka bergidik ngeri. Bahkan, rasanya mereka ingin melarikan diri dari sana.

Tubuh Sasa tergeletak di lantai tidak sadarkan diri. Juno menghampiri gadis itu, lalu membuka jaketnya dan dengan cepat dia meletakkan jaket itu di tubuh bagian atas Sasa sembari mengalihkan pandangan.

Dengan napas yang memburu, Juno membuka penutup mulut Sasa dan ikatan tangan Sasa.

"Kak, kak Juno. Itu-"

"Diam"

"S-semua ini, aku bisa jelasin. J-jadi, anak ini gangguin kakak, t-terus aku cuma kasih dia sedikit pelajaran. A-aku, Kak Juno harus percaya sama aku. Aku ngelakuin ini biar dia gak gangguin kakak lagi. Aku-" Farah terbata-bata, mencoba untuk kembali membujuk laki-laki yang bahkan tidak ingin menatapnya. Tatapan laki-laki itu terus tertuju ke Sasa, yang bahkan tidak sadarkan diri.

"Handphonenya, di mana?" tanya Juno memotong kalimat Farah. Gadis itu terdiam sembari menggelengkan kepalanya.

"G-gak ada"

"Berikan, selagi aku minta baik-baik"

"Aku udah bilang. Gak ada"

Mendengar itu, Juno terdiam. Tubuh Sasa yang sudah Juno buka semua ikatan yang mereka ikatkan pada Sasa perlahan-lahan Juno meletakkannya kembali ke lantai. Lalu, Juno melangkah mendekati Farah yang berdiri tidak jauh darinya.

"Berikan"

"G-gak mau"

Kalau Kak Juno hapus semua fotonya, semuanya jadi sia-sia.

"Berikan!" ucap Juno, namun Farah memberontak, menjauhkan ponsel yang dia pegang dari Juno.

"Gak mau! Kak Juno apaan sih!" teriak Farah memberontak, mencoba untuk mempertahankan ponsel nya di tangannya. Namun, kekuatan mereka berbeda. Alhasil, ponsel itu jatuh ke tangan Juno.

Saat ponsel itu sudah berada di genggaman, Juno membanting ponsel itu ke lantai. Lalu, mengambil batu yang tidak jauh dari sana, kemudian menghantamkan batu itu ke ponsel Farah membuat gadis itu memundurkan langkahnya.

Sosok Juno yang dia lihat, bukan Juno yang selama ini dia kagumi.

Kak Juno, mengerikan.

"Kita akhiri semuanya di sini. Tolong, jangan ganggu Sasa lagi"

Juno berbalik, hendak melangkah menuju ke Sasa untuk membawanya pergi dari sana. Namun, Farah menahan tangannya.

"Gak, jangan pilih dia"

"Lepas" Juno menghempas tangan Farah kasar, hingga tubuh gadis itu terjatuh ke lantai. Lagi, kejadian ini membuat Farah bernostalgia dengan kejadian saat pertamakali Farah bertemu Juno di SMA.

"Sebenarnya kenapa kakak kayak gini?! Aku di sini, kak! Aku suka kakak! Gak, aku cinta mati sama kakak! Jadi, tolong. Mohon, aku mohon jangan pergi sama anak itu. Aku rela mati untuk kakak, jadi jangan pilih anak itu. Kalau kakak pilih dia, aku mati aja"

Farah mendekati Celine, lalu mengambil suntik yang sudah terpakai dari tangannya dan mengarahkannya ke lehernya.

"Kalau kakak pergi, aku mati!"

"Rah?! Gue udah muak, jadi jangan banyak tingkah!" ucap Celine yang sudah muak karena gadis ini berkali-kali mengancam untuk membunuhnya sendiri. Sebenarnya, bagi Celine tidak ada ruginya Farah mati, namun dia juga manusia yang masih punya hati nurani. Walaupun, dia punya tabiat jahat selama ini.

"Sekarang, udah cukup. Lo lihat kan? Biarin, masih banyak cowok yang lai-"

"ENGGAK BUAT AKU COWOK ITU CUMA KAK JUNO!" teriak Farah membuat semua orang di dalam ruangan itu tersentak. Mereka menatap ngerti ke arah Farah. Semuanya punya pemikiran yang sama, gadis ini benar-benar sudah gila.

"Cuma Kak Juno yang kasih aku perhatian, cuma Kak Juno yang peduli sama aku. Selama ini, Kak Juno satu-satunya. Cuma satu-satunya" Farah mulai terisak, dia menangis sejadi-jadinya. Hatinya begitu sakit sampai dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Juno tidak akan pernah memilihnya. Karena Juno, sama sekali tidak mengenalnya.

"Jangan bergerrakkkk! Selangkah lagi kakak ke arah anak itu. Aku beneran mati"

"Iya. Mati" Juno berbalik menatap jijik ke Farah.

"Mati aja"

"K-kak?" Farah terisak, mendengar itu seluruh dunianya seakan runtuh. Satu-satunya orang yang pernah berharap dia untuk bertahan, orang yang pernah membuat nya kembali berharap untuk hidup. Berkata, dia sebaiknya mati saja?

"Oke.Kalau itu yang kakak mau" Farah memejamkan matanya, lalu tangannya memberi jarak dan saat ujung suntik itu hendak mengenai titik vital di lehernya, Juno menahan tangan Farah. Mencengkram nya kuat hingga suntik itu jatuh dari tangan Farah.

Farah meringis, matanya menatap mata Juno yang menatapnya tajam. Tangannya dicengkeram sangat kuat hingga Farah berteriak meronta untuk laki-laki itu melepaskan, namun Juno tidak menggubris.

"Beneran, perempuan gila"

"K-kak Juno, lepas"

"Kenapa? Akhirnya pengen hidup?"

"SAKIT! KAK LEPAS!"

Juno menghempaskan tangan itu membuat Farah memegang tangannya yang terasa begitu sakit. Bekas cengkraman Juno membiru membuat Farah menatapnya sinis.

"Mengerikan"

"Baru tau? Aku pembunuh. Kamu lupa?" Juno tersenyum sinis, lalu sekejap wajahnya kembali datar. Kemudian kakinya melangkah mendekati tubuh Sasa dan menggendong gadis itu.

"Orang-orang di sini, jangan harap hidup kalian tenang setelah kejadian ini" ucap Juno kemudian melangkah pergi dari sana menuju ke rumah sakit. Untuk mengobati gadis yang kini berada di gendongannya.

•~•~•

Perlahan-lahan mata Sasa terbuka, berkali-kali Sasa mengerjap begitu cahaya menyilaukan masuk ke dalam matanya.

"Sasa!"

"Adek!"

"Sa"

Tiga orang yang duduk di sebelah kanan dan kiri Sasa berucap memanggil namanya. Sasa membuka mata sepenuhnya, lalu memandangi satu-satunya wajah Heli yang duduk di kursi sebelah kanan brankarnya, dan Ayah serta Bunda nya yang duduk di sisi brankar sebelah kiri.

"Hikkkk" Sasa mengeluarkan suara, lalu tiba-tiba air matanya melengos keluar dari dua pelupuk matanya. Setelahnya, Sasa menangis tersedu-sedu memeluk Bunda nya. Tubuhnya kembali bergetar, rasa takut yang dia rasakan di tempat tadi masih tersisa di dirinya.

Sasa memeluk erat Alzea, mengadu atas kejadian tadi. Takut dan rasa lega bercampur menjadi satu membuat Sasa kembali menangis begitu pilu.

"T-tadi, ada yang ganggu Sasa, Bund! M-mereka mau" Sasa menatap piyama rumah sakit yang dia kenakan.

"Bunda, mereka mau buka baju Sasa. Sasa takut! Mereka mau sebar foto Sasa. S-sekarang semuanya bisa lihat t-tubuh Sasa" Sasa terisak-isak, sembari menjelaskan ketakutan nya pada Bunda nya.

"Gak mau. Gak mau. Bunda" Sasa terisak-isak sembali menggelengkan kepalanya. Alzea mengelus lembut kepala Sasa, menenangkan anak gadisnya yang menangis pilu hingga kesulitan untuk bernafas. Napas gadis itu tersengal membuat Alzea menepuk pelan punggung putrinya sembari memanggil-manggil nama Sasa.

"Sa, Sasa? Sekarang gak apa-apa, sayang. Udah gak ada, fotonya udah gak ada. Di sini udah ada Bunda, Ayah, Abang Heli, gak ada yang berani ganggu adek lagi"

"Sa, lihat Bunda" ucap Alzea memegang pipi Sasa, lalu menatap dalam mata gadis itu.

"Masalah Sasa udah selesai. Mereka semua bakal dihukum, jadi Sasa jangan takut untuk hal yang gak akan pernah terjadi. Foto Sasa udah dihapus, jadi gak akan ada yang lihat tubuh Sasa? Sekarang, Sasa tenang, ya? Sasa mau minum dulu?"

Sasa menggeleng sembari terisak, lalu kembali memeluk Bunda nya erat-erat. Kejadian hari ini benar-benar membuat mental nya terpukul, bahkan kejadian beberapa tahun lalu saat teman-teman. Ah, bukan. Bisa dibilang, fans Heli yang mengeroyok Sasa hingga tubuh gadis itu luka-luka tidak memukul mental nya sedalam ini.

Sasa yang pemberani dan selalu melawan. Sekarang, mengadu pada Bundanya.

Beberapa saat kemudian, akhirnya Sasa kembali tenang. Walaupun, dengan mata sembab dan suara sungau, Sasa kembali menjadi Sasa yang mereka kenal.

"Sa?"

"Apa?" Tanya Sasa saat Heli yang sedang mengupas apel memanggilnya.

"Maafin Abang ya? Bukannya bantuin kamu, Abang malah main futsal. Abang seharusnya jaga-"

"Gak. Abang gak harus" ucap Sasa memotong kalimat Heli membuat laki-laki itu melihat ke arahnya dengan wajah sendu.

"Abang kenapa?"

"Sasa. Segitu gak mau ya kamu ngakuin Abang?"

"Heeeeh?" Sasa berbunyi sembari menelengkan kepalanya. Topik tiba-tiba terganti lagi, padahal maksud Sasa bukan begitu. Walaupun agak begitu, sih. Tidak, Sasa sebenarnya ingin berteriak di sekolah nya kalau dia adalah adik dari Helijah Keano. Tapi, gadis-gadis yang suka pada Heli akan lebih merepotkan.

"Bukan gitu, Abang gitu terus setiap kali kejadian kayak gini terjadi. Kan, Abang tau sebenarnya kenapa aku gak mau orang lain tau kita kakak-adik?"

"Iya, Abang tau. Tapi, Abang gak suka. Abang jadi gak bisa nolongin kamu, padahal kalau mereka tahu Abang bisa terus nemenin kamu di sekolah. Abang juga bisa balas perbuatan mereka"

Alis Sasa bertaut. Ucapan Heli membuat sebuah pertanyaan terbesit di kepalanya. Kalau bukan Heli, siapa yang membantu Sasa di sana tadi?

"Bukannya Abang ya yang bantu Sasa?"

Heli membeku, tangannya yang tengah mengupas kulit apel itu refleks berhenti bergerak. Lalu, bola matanya terarah ke netra Sasa yang melayangkan tatapan tanya.

"Bukan" ucap Heli melanjutkan kegiatannya.

"Kalau bukan Abang siapa yang bantu Sasa?"

"Ada, orang lain. Kamu gak perlu tau"

"Perlu, Abang. Kan, aku mau berterima kasih"

Heli meletakkan wadah berisi buah dan kulit apel itu ke atas brankar, lalu meletakkan tangannya di kedua bahu Sasa.

"Daripada mikirin yang gak penting, kamu lebih baik tidur. Orang sakit harus banyak tidur" ucap Heli mendorong tubuh Sasa hingga tubuh gadis itu terbaring, lalu memperbaiki selimut Sasa.

"Abang-"

"shhhttt, istirahat"

Heli memotong kalimat Sasa, lalu mengambil wadah apel itu dan beranjak menuju pintu keluar. Sasa tidak lagi bertanya karena Heli tampak tidak ingin menjawabnya, lagipula siapa pun orang itu. Tanpa bertemu pun, Sasa tahu orang itu adalah orang yang sangat baik.

•~•~•~•~

Pintu ruang rawat inap itu terbuka dan Heli keluar dari sana membawa wadah berisi apel. Saat baru saja keluar dari ruang rawat inap adiknya, mata Heli melihat seseorang yang dia kenal sedang duduk di kursi panjang depan ruang rawat inap Sasa.

Wajah ramah tamah Heli tiba-tiba berubah sinis. Matanya menatap tidak suka ke arah laki-laki yang berjasa menolong adiknya. Walaupun begitu, Heli tetap saja tidak suka padanya, karena Heli beranggapan laki-laki itu adalah biang masalah dari semua ini.

"Masih di sini? Pulang sana. Gak penting juga kamu di sini" ucap Heli dengan nada ketus. Saat dia hendak berlalu laki-laki itu tiba-tiba bersuara.

"Sasa baik-baik aja, kan?"

Laki-laki yang bertanya itu Juno. Bibirnya yang pucat mengucap kalimat itu dengan kedua telapak tangan yang saling bertaut meredam tremor yang dia rasakan semenjak menginjak rumah sakit ini.

"Lupain. Kamu gak usah peduli. Mulai sekarang tolong jauhi Sasa. Tolong, jangan lagi ada di dekat Sasa. Aku gak mau dia terlibat kejadian kayak gini lagi"

Juno menunduk dalam, dia menghela napas berat. Seandainya dia bisa jauh dari gadis itu dia akan melakukannya. Namun Sasa, gadis itu adalah seseorang yang menarik Juno dari kehidupan kelam nya yang paling pekat.

Walaupun dia tahu ini tidak benar, namun Juno tidak ingin lagi terjerumus dalam kehidupan kelam itu.

"Gak bisa. Kalau kamu minta aku buat jauhin Sasa. Aku gak bisa"

"Sialan" Heli menarik kerah kemeja Juno hingga laki-laki yang terduduk itu spontan berdiri. Wadah apel itu juga jatuh ke lantai menimbulkan suara berisik yang membuat mereka menjadi pusat perhatian.

"Dengar ya, semua ini terjadi karena lo. Mulai dari kejadian di lapangan sekolah, Celine sengaja gangguin Sasa setelah dengar kalau dia punya hubungan sama lo dari teman sekelas gue. Kejadian kedua, Kalau lo bisa nahan emosi sialan lo dari Fahreza, adek gue gak bakalan ikut campur sejauh ini. Walaupun dia yang rugi, dia selalu di dekat lo. Bahkan, dia bawain bekal makan siang sialan yang buat dia selalu bangun lebih pagi, padahal Sasa bukan anak yang biasa bangun pagi. Semua ini karena lo, jadi tolong jauhi adik gue bangsat!"

Napas Heli tergesa-gesa, namun laki-laki di depannya tetap menatapnya datar. Ucapan panjang lebar tadi seakan Heli tujukan pada tembok saja.

"Gak bisa. Tetap aja, aku gak bisa"

"aaauuuuhhhh sialan!" Heli mendorong tubuh Juno hingga laki-laki itu terdorong ke tembok dan terduduk di kursi panjang. Sedangkan, Heli menghela napas meredam emosi sebelum benar-benar memukuli orang bebal di depannya. kebetulan mereka sedang ada di rumah sakit, akan lebih mudah bagi Heli menyelesaikan semuanya.

"Maaf. Tapi, aku gak bisa. Beneran, gak bisa. Gue gak bisa jauhin Sasa, sialan!"

Juno menatap kesal ke Heli, lalu menghela napasnya.

"Lupain. Gue bakalan berusaha biar semua ini gak terjadi lagi. Gue bakal nyelesain ini semua. Gue bakal melindungi Sasa dari semua orang yang jahat ke dia. Gue bakalan selalu ada buat Sasa"

"Kenapa? Kenapa lo ngelakuin itu, memangnya lo siapa nya adek gue? Kalau cuma pacar palsu karena rumor, mending lo menjauh sebelum lo habis di tangan gue"

"Gak apa-apa. Coba aja, walaupun gue habis di tangan lo. Enggak, walaupun gue lo pukulin sampai mati gue bakalan tetap ada di kehidupan Sasa "

Karena, aku menyukainya.

•~•~•~•NEXT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!