Jangan menolak

Matahari menunjukkan atensi nya, cahaya nya melewati celah jendela kamar Sasa yang tidak tertutup sempurna, membuat gadis itu perlahan bergerak, terbangun dari tidurnya. Sasa melihat ke arah jam weker yang terletak di atas nakas. Pukul enam empat puluh lima pagi, melihat jam itu sontak membuat Sasa bangkit untuk bersiap pergi ke sekolah.

Dalam waktu singkat, Sasa kini sudah rapih menggunakan seragam sekolahnya. Tas yang isinya sudah Sasa lengkapi sedari tadi malam dia ambil dari atas meja belajarnya. Lalu, Sasa melangkah keluar menuju dapur untuk sarapan.

Belum sampai ke dapur, wangi masakan ibu nya membuat Sasa mempercepat langkah. Senyum wajah Sasa terukir sempurna saat melihat sosok yang lima hari ini tidak dia temukan di rumah.

"Bunda? Kapan pulangnya?" Tanya Sasa mendekati Bunda nya yang berdiri di dekat meja makan dengan tangan yang mengangkat sebuah piring, lalu diletakkan di atas meja.

Bunda Sasa menoleh, lalu tersenyum dan mendekati putrinya. Memeluk Sasa dan mencium puncak kepala putrinya yang dia rindukan. Sudah hampir seminggu Alzea, Bundanya Sasa tidak bertemu dengan putra dan putrinya karena masalah bisnis yang membuatnya mau tidak mau menginap di rumah Eva, adik Alzea sekaligus partner kerjanya.

"Tadi malam. Anak Bunda kenapa jadi kurus gini? Tanya Alzea melepas pelukannya, memperhatikan wajah putrinya yang semakin tirus, lalu saat matanya menangkap sosok Heli, Alzea mendekatinya lalu memeluk putranya. Sama seperti saat Alzea memeluk Sasa.

"Abang gak masak ya buat adek?"

Sasa memasang raut sedih, lalu memeluk lengan Bunda. Dia mengangguk kuat sembari menatap Heli dan Bundanya bergantian. Sasa berniat menjahili Heli yang selama ini hanya memasak nasi goreng untuknya.

"Selama ini Abang gak pernah kasih Sasa makan, Bun"

"Lah? Abang selalu masak kok?" Protes Heli yang memang kenyataan nya selama ini masak, walaupun hanya satu menu saja yaitu nasi goreng. Satu-satunya menu andalan yang bisa Heli masak.

"Nasi goreng terus, Sasa gumoh"

"Gumoh, tapi setiap Abang masak kamu makan sampai licin"

"Ya, karena-"

"Udah, udah" Alzea menginterupsi, menghentikan perdebatan di antara putra-putri nya. Zea mengelus pipi Sasa yang merengut sembari tersenyum, lalu menepuk bahu putranya yang memasang wajah malas.

"Udah, jangan bertengkar. Kita sarapan yuk? Kalian duduk dulu, Bunda ambilkan nasi"

"Bunda, masak apa?" Sasa bertanya sembari mendorong kursi. Lalu, matanya membentuk bulan sabit saat melihat piring menu yang Bunda nya masak pagi ini. Sup sayur dan ayam teriyaki?

"Ayam teriyaki!" Teriak Sasa kegirangan. Heli yang melihat itu menggeleng tidak heran. Ayam teriyaki adalah salah satu dari dua makanan berat yang Sasa suka. Makanan nomor satu setelah nasi goreng buatan Heli yang berada di urutan nomor dua. Jika bukan salah satu dari dua makanan itu, jangan harap Sasa makan bahkan sebutir nasi. Sasa akan terus memakan roti keju dan susu fullcream yang bisa saja membuatnya sakit perut.

"Heli duduk, nak. Sarapan dulu. Bunda panggil ayah dulu ya"

Heli mengangguk, lalu mengambil tempat di sebelah Sasa. Suara denting piring yang beradu dengan sendok membuat Heli melihat ke arah Sasa, si pembuat sumber suara yang sekarang ini melahap nasi dan sepotong ayam teriyaki hingga memenuhi mulutnya.

"Enak?"

Sasa tersenyum sumringah, lalu mengangguk kecil. Heli yang melihat itu tertawa kecil, lalu mencubit pipi Sasa yang seketika membuat gadis itu menatap kesal ke arah nya.

"Cepetan makan, berangkat ke sekolah bareng Abang"

"Gak mau" ucap Sasa melirik malas ke Heli dan kembali menyendokkan makanan itu ke dalam mulutnya. Lalu, Sasa beranjak menuju ke wastafel untuk mengantar piring kotornya saat piring itu sudah kosong.

"Bunda, Sasa berangkat ke sekolah ya!" Teriak Sasa dari dapur. Heli yang baru saja menghabiskan seperempat dari sarapannya berusaha mengunyah lebih cepat, agar dia bisa berangkat bersama adiknya. Namun, kunyahannya tidak lebih cepat dari pergerakan Sasa yang bersiap pergi ke sekolah.

"Iya, jangan lupa bawa bekalnya! Bunda taruh di atas kulkas"

Bunda Sasa berteriak dari ruang tamu membalas ucapan pamit dari Sasa. Mendengar ucapan dari Bundanya, Sasa melihat ke arah kulkas. Mengambil totebag berisi bekal yang sudah Bunda nya siapkan di atas kulkas.

"Sasa tunggu Abang" ucap Heli meminta Sasa untuk menunggunya. Namun, Sasa berhenti di sebelah Heli, menahan bahu Heli untuk bangkit dari kursinya.

"Tidak, Helijah Keano. Santai saja, saya bisa berangkat sendiri. Makan lah perlahan" Ucap Sasa yang berdiri di sebelah Heli dengan tangan yang dia letakkan di atas bahu Heli. Sasa sengaja berbicara dengan bahasa baku untuk menjahili Heli. Sasa menepuk bahu Heli, lalu tersenyum manis dengan mulut yang menggembung karena makanan yang Sasa makan belum benar-benar dikunyah.

"T-tapi, Sa. Tunggu"

"Adek berangkat dulu Abang!" ucap Sasa berjalan melengos pergi meninggalkan Heli yang setengah beranjak dari kursinya dengan pipi yang menggembung karena berusaha memasukkan sisa sarapan nya dengan cepat ke dalam mulutnya.

Saat Sasa benar-benar pergi, Heli kembali duduk, lalu tertawa kecil sembari menyendokkan kembali sarapan nya. Walau, sarapan yang ada di dalam mulutnya belum dikunyah sempurna. Heli tertawa karena untuk hari ini pun, Heli tidak bisa mengalahkan Sasa.

Kalah lagi. Tapi, Sasa hari ini mirip marmut, batin Heli membayangkan wajah Sasa yang menggembung sembari menyelesaikan sarapan paginya.

•~•~•~

Bel istirahat berbunyi, semua orang beranjak menuju ke kantin untuk makan siang. Tidak terkecuali Sasa yang mengeluarkan bekal nya yang ditaruh di atas meja. Sasa memandang bekal itu lama, berpikir apakah dia harus memakan bekal yang sudah Bunda nya siapkan saat dirinya tidak lapar.

Sasa melirik Eri yang duduk di kursi yang berjarak dua meja di depannya. Setelah kejadian kemarin, Eri menjauhi Sasa dan memilih berpindah tempat duduk. Sasa menghela napas, mencoba mengerti alasan Eri menjauhinya. Tentu saja, siapa yang ingin berteman dengan orang yang sekarang sedang dimusuhi satu sekolah.

Sasa beranjak, melirik sekilas Eri yang bersenda gurau bersama teman-temannya dengan tatapan malas. Mata mereka bertemu, namun Sasa memutuskan kontak mata itu lebih dulu dan berjalan pergi. Bagaimana pun Sasa manusia yang bisa merasa kesal melihat temannya tertawa terbahak-bahak saat dirinya diterpa masalah.

Sasa menyusuri koridor hendak menuju ke kantin, namun orang-orang melihat ke arahnya membuat Sasa tidak nyaman. Walaupun, wajah Sasa tampak tidak peduli dengan tatapan dan bisikan mereka. Tetap saja dirinya terganggu. Sekali lagi, Sasa juga manusia.

Dalam perjalanan menuju ke kantin untuk membeli sebungkus roti keju dan susu fullcream, mata Sasa melihat Juno yang berbelok ke kanan. Menaiki tangga menuju ke kelas 12.

Entah apa yang terbesit di kepala Sasa hingga membuat langkahnya yang lesu berubah semangat. Sasa mempercepat langkah mengikuti Juno, laki-laki yang punya nasib yang sama dengan Sasa. Satu-satunya orang yang bisa menemani Sasa di jam istirahat yang membosankan ini.

"Kak Juno"

Pergerakan Juno terhenti saat dia mendengar seseorang memanggil namanya. Juno menoleh ke arah pintu masuk kelasnya. Gadis itu, Sasa tengah berdiri di ambang pintu kelas 12-2 sembari melambai ke arah Juno.

Kening Juno berkerut kala Sasa berjalan mendekatinya dengan meninting sebuah totebag berwarna kuning bercampur pink, lalu Sasa duduk di kursi kosong sebelah kursi Juno.

"Kamu ngapain?"

"Ngapain lagi?" Tanya Sasa menunjukkan bekalnya ke arah Juno sembari tersenyum manis. Semakin memikirkannya, semakin Juno tidak mengerti mengapa gadis ini datang kemari dan berperilaku demikian.

"Duduk, kak" ucap Sasa menarik tangan Juno hingga Juno terduduk di kursinya, lalu Sasa bersuara saat melihat isi plastik putih yang Juno pegang.

"iiii, roti keju, ada susu juga"

Sasa memandang plastik itu lama. Sasa menyesal tidak singgah lebih dulu ke kantin, karena Sasa benar-benar menginginkan roti keju dan susu fullcream sekarang. Namun, di sisi lain Juno menatapnya lama membuat fokus Sasa teralihkan dari roti keju dan susu fullcream yang dia inginkan.

"Kamu ngapain ke sini?" Juno mengulangi pertanyaan nya, namun Sasa tampaknya sibuk sendiri mengeluarkan kotak bekal makan siangnya dari dalam totebagnya.

"Makan. Di kelas aku gak ada teman" Jawab Sasa jujur sembari membuka kotak bekal makan siang nya, lalu menoleh ke arah Juno.

"Kenapa kakak lihat aku kayak gitu? Merasa bersalah atas kejadian kemarin ya?" Ucap Sasa melihat ke arah Juno yang menatapnya iba, lalu sedetik kemudian Juno mengalihkan pandangannya.

"E-enggak" Jawab Juno dengan wajah yang berucap sebaliknya.

"Kalau kakak beneran merasa bersalah. Ini, makan ini" ucap Sasa menggeser kotak bekalnya ke hadapan Juno, lalu mengambil plastik putih berisikan roti keju dan susu fullcream milik Juno. Sasa membuka bungkus roti keju itu dan memakannya, tidak peduli dengan Juno yang kembali menatapnya kebingungan.

"Kamu sebenarnya kenapa?"

Sasa memejamkan matanya, sebenarnya dia malu melakukan ini. Namun, dia benar-benar tidak bisa melawan godaan memakan roti keju dan susu fullcream yang menduduki tahta tertinggi di dunia makanan Sasa.

"Maaf, kak. Nanti aku ganti. Kak Juno makan ini aja" Sasa kembali mendekatkan kotak bekal berisikan ayam teriyaki buatan Bundanya.

Juno melihat kotak bekal itu lama, lalu kembali menutup kotak bekal itu dan mengembalikannya ke Sasa.

"Gak usah, makan aja"

"Kenyang, Kak. Makan, bantuin aku biar gak dimarahin Bunda. Ini enak banget, soalnya buatan Bunda aku. Kakak cobain dulu" ucap Sasa membuka kotak bekal itu, lalu menyuapkan sesendok nasi bersama ayam teriyaki ke mulut Juno tanpa aba-aba. Makanan yang secara tiba-tiba mendarat di mulut Juno membuat laki-laki itu membeku dengan mata yang melihat ke arah Sasa.

"Hmm, makan" ucap Sasa mengangguk, meminta Juno memakan makanan yang sudah berada di mulutnya.

Juno melirik Sasa canggung, lalu menguyah makanan itu paksa. Benar, makanan yang Sasa sendokkan itu enak. Tidak hanya enak, enak sekali hingga membuat bola mata Juno membulat.

Sasa yang melihat reaksi itu tersenyum lebar, lalu meraih tangan Juno dan memberikan sendok itu padanya.

"Buat kakak. Makan sampai habis" ucap Sasa tertawa kecil, lalu menyuapkan potongan roti keju ke mulutnya, lalu menyeruput susu fullcream nya.

Awalnya Juno ragu menyendokkan nasi dan melahap ayam teriyaki itu, namun tanpa sadar makanan itu ludes dia makan. Juno menutup kotak bekal makan siang itu dan memasukkannya ke dalam totebag milik Sasa, sedangkan Sasa menopang dagu menatap ke arah luar jendela sembari mengunyah roti keju yang tidak kunjung habis.

"M-makasih"

Ucapan Juno membuat Sasa menoleh. Sasa terdiam sejenak, namun saat menyadari bahwa Juno berterima kasih padanya, Sasa tersenyum manis sembari mengangguk.

"Sama-sama, Kak Juno"

Entah mengapa, rasanya aneh bagi Juno menerima keramahan itu. Juno memalingkan wajah, mengambil earphone dari dalam saku celana nya, lalu memasangkannya di telinganya.

Juno memutar musik dengan volume full, mencoba untuk mengabaikan Sasa yang bersiap untuk pergi dari sana. Juno mencoba untuk bersikap dingin agar Sasa menjauhi nya dan tidak kembali di jam istirahat besok. Laki-laki itu memejam matanya, fokus mendengarkan melodi lagu yang dia dengar dari earphone nya.

Namun, Sasa menepuk bahu Juno tiba-tiba membuat laki-laki itu membuka matanya. Juno mematung kala wajah Sasa berada begitu dekat di depan wajahnya.

Kaki Juno mendingin, jantung nya berdetak. Ah tidak, berdebar-debar seperti dia melakukan kesalahan. Kerongkongan Juno terasa geli hingga rasanya dia ingin tersenyum. Perasaan aneh yang begitu aneh nya hingga membuat Juno tidak mengerti.

"Kak Juno?" Tanya Sasa melambaikan tangannya di depan wajah Juno membuat Juno tersadar. Lalu, menarik earphone nya hingga terlepas dari telinganya.

"A-apa?"

"Besok aku balik ke sini lagi, Kak Juno mau dibawain bekal?" Tanya Sasa membuat Juno refleks mengangguk. Tidak, seharusnya dia menggeleng.

"Oke" ucap Sasa hendak melangkah pergi setelah mendengar jawaban itu. Namun, Juno yang sadar telah salah menggerakkan kepalanya menahan tangan Sasa.

"Enggak. Maksud aku, besok g-gak usah bawa bekal. Bukan, besok kamu gak usah ke sini"

Juno terbata-bata membuat Sasa mengerutkan kening. Lalu, melepas tangan Juno yang memegang pergelangan tangannya.

"Mana boleh gitu? Aku kan gak ada temen karena kakak, jadi kakak harus tanggungjawab jadi teman makan siang aku? Besok aku bawain bekal lagi. Sampai ketemu besok, Kak Juno"

"Aku permisi" ucap Sasa tersenyum manis, lalu melangkah pergi dari sana. Sedangkan, Juno mematung memikirkan perasaan apa yang tiba-tiba dia rasakan tadi.

Apa itu? Serangan jantung?

Say hai to Juno Elvaro!

NB : Gambar hanya sebatas ilustrasi karakter dan tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan asli artis!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!