Mimpi Kamu

Mata sendu milik Sasa menyorot tubuh Juno yang terbaring di brankar dengan selang infus yang terpasang di vena nya. Wajah laki-laki itu pucat dengan ruam kemerahan yang mulai memudar, sedangkan laki-laki itu tertidur damai setelah mengonsumsi obat alergi yang mengandung obat tidur.

Kata dokter yang menangani Juno, laki-laki ini punya alergi akut terhadap susu. Alergi yang sudah sampai tingkat jika meminum terlalu banyak, nyawa pun bisa terancam. Sasa merasa bodoh, memaksa laki-laki ini meminum susu. Hampir saja, Sasa membunuh Juno tanpa sengaja.

Untung saja, ketika Juno meminum susu itu, mereka berdua sedang berada di rumah sakit. Jadi, dokter bisa dengan cepat menangani Juno. Namun, keberuntungan itu semakin membuat Sasa merasa bersalah dan berandai.

Gimana kalau kejadian ini gak terjadi di rumah sakit, tapi di tempat lain?

Apalagi setelah dokter berkata.

"Untungnya, pasien ditangani dengan cepat. Walaupun, hampir saja terjadi hal yang tidak diinginkan. Tapi, saat ini belum sampai pada kondisi mengkhawatirkan"

Apa alergi bisa berdampak seserius ini?

Sasa menghela napas, berkali-kali meruntuki diri karena bodoh mengambil sikap. Padahal, Juno sudah terlihat menolak, namun Sasa tetap memaksa.

"Maaf, kak. Aku gak tau"

Ucap Sasa menggenggam tangan Juno. Matanya tidak sedikit pun berpaling dari wajah pucat Juno.

Maaf, sekali lagi. Ternyata aku gak tau apa-apa tentang kamu, batin Sasa menatap wajah Juno. Wajah laki-laki yang sudah semakin akrab dengan nya, wajah laki-laki yang bahkan sudah merebut hati nya.

"Kamu, nangis?"

"Haa?" Sasa yang menunduk dalam mendongak, kembali melihat ke arah wajah Juno. Kini laki-laki itu telah sadar, melayangkan senyum tipis nya ke Sasa yang terlihat khawatir padanya.

"Maaf"

"Untuk apa?"

Sasa kembali menunduk dalam, dirinya sangat merasa bersalah.

"Seharusnya aku gak maksa kakak buat minum susu itu. Maaf karena aku udah lancang, maaf juga karena aku, kakak jadi kayak gini"

Dengan mulut yang terus mengucap maaf, setetes air mata tanpa sadar melengos dari pelupuk mata Sasa. Jujur, dia tidak mengharapkan, bahkan membayangkan hal itu bisa terjadi. Apalagi, kenyataan bahwa Juno sering membeli makanan itu di sekolah membuat Sasa tidak berpikir laki-laki itu punya alergi terhadap susu.

"Gak apa-apa. Lagian, aku memang mau nyoba"

"Kak? Jangan bercanda"

Juno tersenyum memamerkan giginya. Untuk pertamakali nya, Sasa melihat pemandangan senyum lebar itu. Lalu, sesuatu terbesit di kepala Sasa. Sebuah kalimat yang membuat rasa kagum Sasa pada senyuman Juno tiba-tiba berubah menjadi kekhawatiran dan kegelisahan.

"Jangan senyum"

Sasa melarang Juno untuk tersenyum membuat senyuman Juno hilang seketika.

"Kenapa? Kamu gak suka?"

"ah, itu. Enggak-" Sasa kembali menunduk dalam.

"Kata orang, kalau orang tiba-tiba berubah tandanya ajalnya udah dekat" gumam Sasa pelan tanpa melihat wajah Juno. Namun, suara nya yang seperti cicitan itu masih terdengar di telinga Juno.

"Aku gak bakalan mati"

Ucap Juno mengelus kepala Sasa membuat Sasa refleks menatap wajah Juno.

"Jangan khawatir, aku tau rasanya ditinggalin. Jadi, aku gak bakalan mati. Aku gak bakalan kemana-mana"

Mata Juno menatap dalam mata Sasa, menyalurkan ketulusan dari kata-kata nya.

"Aku bakalan tetap di sini"

"Janji?"

Juno menganggukkan kepalanya, lalu mengelus pelan puncak rambut Sasa lagi.

"Mau cap jari?"

Sasa mengangguk kuat, lalu mengarahkan jari kelingking nya ke Juno.

"Janji, Kak Juno bakalan tetap di sini?"

"Janji" ucap Juno menautkan jari kelingkingnya nya dan ke jari kelingking Sasa.

"Jangan sampai dilanggar ya?"

"iya"

Tanpa mereka sadar, kata ambigu di sini berarti sama bagi mereka berdua. Kata di sini yang berarti bersamaku, di sampingku. Kata tetap di sini yang berarti, tetap bersamaku, di sampingku.

•~•~•

Hari demi hari berlalu, kemudian hari ini adalah hari di mana Juno dan Sasa kembali ke kehidupan sekolah mereka. Berbeda dari biasanya, Juno yang menunggu di depan gerbang sekolah mulai menjemput Sasa dari rumah, kemudian mereka pergi bersama ke sekolah.

Desas-desus tentang kejadian yang menimpa Sasa beredar ke mana-mana. Mereka yang dulu mencemooh dan memusuhi Sasa mulai bersikap ramah. Opini mereka tentang Sasa mulai berubah, begitupula dengan Juno yang dulunya dikenal sebagai pembunuh pacarnya, kini dikenal sebagai laki-laki yang menyelamatkan pacarnya.

Dan, mereka mulai mempertanyakan kebenaran dibalik gosip masa lalu Juno.

"Hari ini mau makan apa?" Tanya Juno pada Sasa, mereka berdua kini sedang berjalan menuju ke kantin. Sekarang mereka lebih leluasa, orang-orang juga mulai ramah. Bahkan, sesekali seseorang juga menyapa Sasa dan Juno.

"Batagor? Kata Athy enak"

"Athy itu siapa?"

"Teman baru aku, kak. Dari kelas 10-1, ketemu di perpus"

"Cewek apa cowok? Mbak, roti keju sama susu satu ya? Sama, batagor satu" ucap Juno memesan makanan saat mereka tiba di tempat pemesanan.

"Cewek. Namanya Athyara Azizah. Kakak kok pesen roti keju sama susu? Siapa yang makan?"

"kamu" ucap Juno mengambil pesanan mereka yang sudah tiba, lalu memimpin jalan menuju ke kursi kosong di kantin.

Sasa juga mengambil tempat dan duduk di kursi kosong depan Juno.

"Mau coba batagor" ucap Sasa membuat Juno menyuapkan sesendok batagor ke mulutnya, lalu menyuapkannya untuk diri sendiri.

Sekarang, Sasa tidak merasa aneh lagi. Sasa mulai terbiasa dengan Juno yang makan dengan sendok yang sama dengannya. Atau, Juno yang terkadang memakan makanan sisanya.

"Gimana, enak?"

Sasa tersenyum kecil, lalu menusuk sedotan di susu yang sudah Juno beli dan meminumnya. Kemudian, memakan roti keju yang Juno belikan.

"Pedas"

"Enak, kok" ucap Juno menyendokkan kembali batagor itu ke mulutnya.

Sasa tersenyum kecil, lalu menggelengkan kepalanya. Entah mengapa, hatinya sedikit tergelitik dengan perubahan sikap Juno. Juno yang seperti tembok tak tersentuh dan punya sikap kasar itu berubah menjadi laki-laki yang lebih hangat dari sebelumnya. Juno yang sekarang juga lebih berekpresi.

"Btw, kak. Kan, ini udah mau deket pergantian semester, kakak masih belum mutusin lanjut ke mana?"

"Belum"

"kenapa?" Tanya Sasa sembari memiringkan kepalanya. Juno dari sisi ilmu pengetahuan, Sasa rasa tidak kurang. Apalagi, melihat Juno yang mengajari Sasa praktikum, atau Juno yang punya buku tuts piano yang penuh coretan. Untuk akademis dan seni, seperti nya Juno tidak kurang?

Karena, aku kira, aku gak akan pernah bisa melanjutkan hidup. Bahkan, untuk bermimpi.

Juno tersenyum canggung, lalu menggaruk leher belakang nya.

"Gak tau. Kamu mau aku jadi apa?"

"Kok aku, kak? Kakak punya mimpi? Atau hal yang mau kakak lakukan?"

"Gak ada"

"Heeeeyyyy?" Sasa memasang raut tidak percaya. Untuk laki-laki berparas tampan dan pintar, tidak mungkin Juno tidak punya hal yang ingin dia lakukan.

"Hmm, gini aja. Kakak pikirkan dulu dari sekarang, apa yang pengen kakak lakuin kedepannya? Atau, profesi apa yang pengen kakak jalani?"

"Kalau kamu?"

"Aku? Aku pengen jadi penulis? Atau, wartawan, atau bisa juga presenter? Pokoknya yang begitu"

"Kenapa?"

Sasa terdiam, memikirkan alasan. Tidak ada alasan khusus, hanya saja Sasa pikir itu adalah profesi yang bisa dia ambil sesuai dengan kemampuannya.

"Karena aku suka, aku pengen orang-orang kenal aku. Kalau jadi penulis orang-orang bakalan kenal aku melalui buku aku, kalau jadi wartawan juga aku bisa dikenal dan mengenal banyak orang-orang terkenal, begitu juga jadi presenter"

"Aku pengen dikenal karena aku adalah aku, bukan karena aku anak atau adik orang lain. Aku pengen orang-orang mengenal Erisa Katrina, lewat karya nya"

Juno menautkan alisnya, jika memang itu tujuan Sasa. Lalu, mengapa harus dari ketiga profesi itu. Kalau tujuannya dikenal, bukan kah menjadi selebritis atau seniman populer lebih baik?

"Kamu mau jadi artis?"

"Hmm, kalau bisa sih, kak. Tapi, gak mungkin sih. Aku gak pintar, gak berjiwa seni, gak enak dipandang juga" ucap Sasa terkekeh geli mendengar ucapannya sendiri.

Juno menatap wajah Sasa yang tertawa serius, membuat gadis itu menghentikan tawanya, lalu menatap Juno kebingungan.

"Sa, kayaknya aku udah tau mau lanjut kemana?"

"Beneran, kak? Cepat juga kakak milihnya. Jadi, kakak pengen jadi apa?"

"Artis"

•~•~•

Mata Sasa menatap asal ke arah lapangan sekolah di mana orang-orang berlalu lalang, gadis yang duduk di sebelahnya sembari menyeruput es jeruk ikut mengerutkan dahi melihat ke arahnya.

"Kamu ada masalah, Sa?"

"Athy" panggil Sasa ke gadis berambut pendek di sebelahnya.

"Hmm, apa?"

"Kalau kamu kasih tau seseorang mimpi kamu, terus orang itu tiba-tiba pengen punya mimpi yang sama, itu artinya apa?"

"Arti nya dia gila, mana bisa request mimpi. Mang ini siaran drama?"

Sasa menatap malas ke Athy. Memang ini masalah Athy, punya otak yang berpikir dari sudut pandang berbeda. Walaupun, sebenarnya jawaban Athy tidak salah. Tapi, juga salah.

"Mimpi, maksudnya cita-cita, Athy. Bukan mimpi sewaktu tidur"

"Ya, mungkin dia tiba-tiba termotivasi buat punya mimpi yang sama kayak kamu. Atau, mungkin aja dia gak mau ribet mikirinnya "

"Gitu ya?" Sasa menunduk dalam, pemikiran bodoh apa yang terlintas di kepalanya. Tidak mungkin kan, begitu? Tidak mungkin Juno tiba-tiba memilih mimpi Sasa untuk dia wujudkan?

GeEr banget kamu, Sa!

Sasa menepuk pipinya, menyadarkan diri dari pemikiran memalukan itu.

"Kenapa? Kamu ada masalah sama Kak Juno?"

"Gak ada. Masalah apa? Hubungan aja gak ada"

Mendengar itu Athy terbatuk-batuk, kemudian menatap Sasa tidak percaya.

"Bukannya kamu sama Kak Juno pacaran?"

"G-gak!! Mana mungkin?" Sasa membantah perkataan Athy dengan tegas.

"Tapi kan, kejadian waktu di kantin beberapa bulan yang lalu? kamu kan ngaku pacar Kak Juno?"

Kejadian beberapa bulan yang lalu, maksud Athy adalah kejadian di kantin saat Juno dan Fahreza terlibat perkelahian.

"I_itu, cuma nolong aja. Gak ada maksud lain, Kak Juno juga gak pernah minta aku bantu"

"Jadi, kamu rela dibenci satu sekolah cuma karena nolong dia?"

Sasa terdiam lama. Bukan begitu juga, rumor tentang Sasa adalah pacar Juno sudah tersebar walaupun kejadian kantin tidak terjadi. Ah, apa karena kejadian itu seperti konfirmasi dari rumor yang sudah ada?

"Lagian, memang udah seharusnya aku nolongin Kak Juno, apalagi biang masalahnya waktu itu ada sangkut pautnya sama aku. Mau dibenci seisi dunia juga aku gak mau cuma Kak Juno yang dibenci, padahal rumor muncul karena Kak Juno niat nolongin aku"

"Walaupun itu bukan Kak Juno, kamu tetap bakalan bantu?"

Sasa melihat ke arah Athy sekilas, lalu mengangguk kuat. Tentu saja, bahkan jika itu orang lain, Sasa akan melakukan hal yang sama, jika memang orang itu adalah orang yang punya niat baik padanya. Ah, bahkan jika tidak punya niat baik, Sasa akan membantu sebagai sesama teman.

"Walaupun, itu bukan Kak Juno. Kamu bakalan ngaku sebagai pacarnya?"

Tubuh Sasa membeku, lalu dia menunduk. Batinnya mulai ragu, apakah jika orang itu bukan Juno, Sasa akan mengatakan hal yang sama?

"Mungk_"

"Kamu suka sama Kak Juno kan?" potong Athy tiba-tiba membuat Sasa refleks melihat ke arahnya.

"A-apa? e-enggak, tuh. K-kak Juno kan cuma sekedar teman bagi aku? Ah, mungkin kakak bagi aku, sama kayak aku ke Abang? Iya, itu!"

Athy menahan tawanya melihat pipi Sasa memerah. Tentu saja, sebagai ketua fanbase couple Sasa-Juno di sekolah mereka yang menjadi alasan Athy berteman dengan Sasa, tapi walaupun begitu Athy orang yang peka. Sasa yang mudah tertebak, dan perlakuan Juno selama ini ke Sasa yang tidak menggambarkan hubungan antar teman atau antar adik-kakak ini, sudah menjadi bukti. Mereka berdua punya perasaan yang sama.

*Duh, kapalku kenapa begini? ay*o mamah bantu berlayar!, batin Athy menutup matanya.

"Sa, mau aku bantuin berlayar gak?"

"Berlayar? Kemana? maksud nya?"

Ah, tolol, batin Athy menepuk jidatnya sendiri.

"Aku bantu kamu, deketin Kak Juno? Gimana?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!