Kejadian yang menarik perhatian

Bel pergantian mata pelajaran terdengar, mengundang pergerakan dari penghuni kelas 10-3 yang beranjak keluar menuju toilet untuk mengganti seragam biasa menjadi seragam olahraga. Jam mata pelajaran ketiga adalah jam mata pelajaran olahraga.

Sasa beranjak, merogoh tas nya untuk mengambil seragam olahraga. Mata nya terfokus mencari seragam itu, hingga seseorang mendobrak mejanya membuat tubuh Sasa tersentak.

"Sa, tau gak hari ini Pak Joan gak dateng!" Teriak Eri sudah seperti ketua organisasi gosip sekolah.

"Udah tau, gak usah teriak, Ri. Jantung aku hampir copot rasanya"

Sasa mengelus dada, lalu mengambil seragam olahraga nya dan berjalan keluar diikuti oleh Eri menuju ke toilet.

"Jadi kamu udah tau? Kenapa gak kasih tau aku? Berarti, kamu juga udah tau kalau hari ini kita olahraganya bareng kelas 12-2?

Langkah Sasa terhenti, lalu Sasa menoleh ke Eri dengan raut wajah bingung. Olahraga gabungan? Tentu Sasa tidak tahu. Memang olahraga gabungan bukan hal yang mustahil terjadi karena guru olahraga kelas Sasa jarang masuk, tapi kenyataan bahwa kelas Sasa mendapat giliran olahraga gabungan dengan kelas 12-2 membuat Sasa meruntuk. Apalagi, saat ini Sasa dalam misi untuk kembali menjauhi Juno Elvaro.

"Kamu gak tau? Padahal, anak kelas kita heboh kesenangan. Hari ini kita olahraga gabungan bareng kelas 12-2 sama 12-5. Tau kan Kak Heli?"

"Hel-apa?" Tanya Sasa ke Eri. Nama itu seperti nya familiar di telinga Sasa.

"Helijah Keano, ketua paskibra dari kelas 12-5. Orang-orang heboh karena kita olahraga gabungan bareng kelas kakak itu. Aku juga sih. Bayangin aja, Sa. Kak Heli! Heli yang punya body aktor Korea itu!"

Sasa ikut sumringah saat melihat wajah Eri yang kegirangan. Walaupun, ada kepalsuan dalam senyum lebar yang Sasa tunjukkan. Tampaknya, kepalsuan itu tidak tercium oleh kepekaan Eri yang tertutup kebahagiaan nya untuk melihat ukiran karya seni Tuhan dalam bentuk kakak kelas ganteng.

"Ayo, Sa. Kita ganti seragam! Aku udah gak sabar mau ke lapangan!"

Eri menarik tangan Sasa menuju toilet untuk mengganti seragam.

•~•~•

"Semuanya berbaris!"

Seorang laki-laki berseragam hitam merah dengan peluit di lehernya berteriak membuat para siswa dan siswi yang tengah bermain mendekatinya dan membentuk barisan.

Ada sembilan barisan menghadap laki-laki itu, panggil saja Pak Seto. Guru olahraga yang mengajar di kelas 12. Kini mata Pak Seto menyorot malas ke arah barisan tiga kelas yang harus dia ajar. Kalau bukan karena komisi dari Pak Joan, Pak Seto malas mengambil alih kelas ini.

"Pertama-tama, tenang dulu. Saya masih denger bisik-bisik tetangga dari barisan sana"

Pak Seto menunjuk ke arah barisan paling belakang. Barisan di mana Sasa, Eri dan teman-teman perempuan nya berbaris. Semua pandangan kini tertuju ke barisan itu, membuat Sasa menoleh ke belakang melihat ke arah teman perempuan nya yang berdiri dan melambai ke seseorang yang berdiri di barisan seberang mereka. Barisan kelas 12-5.

"Mereka lihat apaan sih?"

"Apa lagi? Lihat sana, itu Kak Heli"

Sasa menoleh, melirik barisan kelas yang teman perempuan nya jadikan perhatian. Sasa menatap laki-laki tinggi yang kini melihat ke arahnya dengan sudut bibir yang tertarik sebelah. Lalu, dengan cepat Sasa membuang muka, tanpa sengaja menoleh ke kiri, tepat di barisan kelas 12-2. Dan, matanya tidak sengaja bertemu dengan mata Juno yang melihat ke arahnya.

"Perhatian, perhatian!" Teriak Pak Seto menarik perhatian mereka semua dan kembali melihat ke arah Pak Seto. Tidak terkecuali Sasa yang dengan cepat menoleh ke depan.

"Karena banyak sekali orangnya, kita latihan basket aja ya? Tiga orang per-team. Latihan melempar bola basket ke ring"

"Pak?!"

"Ssssst! No comment. Helijah, saya serahkan pada kamu ya?" Pak Seto menunjuk ke arah Heli membuat laki-laki itu mengangguk kecil. Setelahnya, Pak Seto berjalan pergi menuju kursi panjang yang berada di pinggir lapangan.

"Semuanya, pilih pasangan masing-masing ya?

Ucap Heli tersenyum merekah di depan mereka, lalu berlari ke arah temannya dan pergi bermain. Sasa melirik tajam ke arah laki-laki itu dengan hati yang meruntuk, karena kenyataannya sama saja. Heli juga lepas tangan akan tugasnya.

"Untung aja jam bebas, Sa! Kita bisa lihat Kak Heli sepuasnya!"

Eri menepuk-nepuk bahu Sasa. Sasa tersenyum palsu pada Eri, lalu mengambil bola basket yang terletak di dekat mereka.

"Iya.Yuk, latihan"

"Sa?"

"Kamu gak tau, Ri? Pak Seto punya mata dan telinga lebih dari satu, loh. Udah, ayo latihan"

Eri merengut, menahan tubuhnya saat tangannya ditarik oleh Sasa. Sasa melirik Eri tajam, lalu menarik tangan Eri kuat hingga gadis itu mengikuti langkahnya dari belakang.

"Perempuan itu, yang katanya punya hubungan sama Juno"

"Adik? Sepupu? Atau pacar? Gak mungkin pacar kan? Juno gak mungkin pacaran setelah kejadian empat tahun lalu"

"Gue gak tau, tapi- yang pasti dia punya hubungan sama Juno. Jadi, gimana? Mau buktiin dia punya hubungan sama Juno apa enggak?"

Percakapan itu terdengar oleh telinga laki-laki yang kini terduduk di pinggiran lapangan sembari meminum sebotol air mineral. Peluh membasahi seluruh tubuhnya, dia tersenyum tipis mendengar orang yang dikenalnya menjadi pembahasan teman dan teman dari temannya itu.

"Gimana sih, Sa! Masa lempar bola ke ring aja gak bisa. Gini nih, satu, dua. jump, and shoot!"

"Iya, tau. Coba jelasin lagi, satu, dua, lompat. Terus lempar! bolanya berat, Ri! Makanya gak masuk!"

Heli tertawa kecil melihat gadis kecil yang dia kenal itu terlihat kesal, tidak bisa memasukkan bola basket yang dia pegang ke dalam ring.

"Lihat apa?" Tanya teman Heli mendekatinya sembari membawa handuk putih kecil titipan Heli untuk mengelap keringatnya.

"Ada, sesuatu"

"Cewek ya? Yang mana? Gue penasaran siapa cewek yang bisa menarik perhatian si berandalan, Heli"

"Bukan perempuan" ucap Heli sembari tertawa lepas, lalu beranjak pergi menuju ke lapangan untuk melanjutkan permainan nya.

"Jadi, cowok gitu?"

•~•~•~

"Bukan, gitu! Berapa kali aku harus bilang sih, Sa. Kaki kiri baru kanan, terus lompat dan lempar!"

"Aku bener, Ri. Kiri, Kanan, lompat, lempar! See? Gak masuk!"

"Lupain!" Ucap Eri yang sudah tidak sanggup mengajari Sasa yang tidak mengerti setelah diajarkan. Sudah lebih tiga puluh menit Eri mengajari Sasa melempar bola ke dalam ring, namun gadis ini tampaknya tidak punya keahlian dalam bidang olahraga. Bola itu terus saja menolak masuk ke dalam ring.

Eri mengambil bola dari tangan Sasa, lalu melemparnya jauh. Menjauhkan bola itu dari Sasa agar Sasa tidak perlu repot berusaha.

"Lupain aja, kamu gak punya skill di basket"

"Gak, pasti bisa"

Eri menyekal tangan Sasa, menahan Sasa untuk menjemput bola nya yang menggelinding jauh.

"Gak, jangan. Kamu mending menyerah aja"

"Guru mana yang nyuruh muridnya menyerah?"

"aku"

Telunjuk Eri menunjuk dirinya sendiri, lalu dia tersenyum manis. Sasa menghela napas, bola matanya berotasi tanda Sasa malas menanggapi Eri.

"Sesat" ucap Sasa melepaskan tangan Eri dari tangannya, lalu berjalan pergi menjemput bolanya.

Bola itu menggelinding menabrak sebotol cola dan tumpah mengenai seorang gadis yang duduk di pinggir lapangan. Melihat itu, Sasa bergegas berlari menghampiri bolanya yang berada di tangan gadis itu.

"Sialan! Ini bola siapa?!"

Langkah Sasa berhenti saat mendengar gadis itu berteriak dengan raut wajah penuh amarah. Semua orang menyorot gadis itu penuh tanya.

"Ah, sialan. Jawab, ini punya siapa?! Punya lo?"

Gadis itu menghampiri teman sekelas Sasa yang berdiri tidak jauh dari tempat gadis itu berdiri. Gadis itu mendorong bahu teman kelas Sasa, lalu menubrukkan bola basket ke dada teman Sasa.

"Anjing, diem aja. Jawab! Punya mulut kan?!"

Teman Sasa menunduk dalam, tampaknya ketakutan membuat Sasa melangkah cepat menghampiri temannya itu.

"Permisi, itu punya saya, kak. Bukan punya dia" Ucap Sasa mendekati temannya, lalu mengambil bola basket itu dari temannya. Sasa melirik temannya dan memintanya untuk menjauh dari sana.

"Jadi, punya lo? Terus dari tadi kenapa diem aja, Anjing. Lo lihat ini? Celana gue semuanya basah karena bola lo bikin cola gue tumpah!"

Celine, nama gadis yang berteriak itu mengeluh pada Sasa penuh amarah. Sasa melihat ke arah celana Celine yang penuh noda coklat, lalu kening Sasa bertaut karena tidak mengerti mengapa Celine harus marah padahal itu kesalahan dirinya sendiri?

"Salah aku, kak?" Tanya Sasa dengan polosnya sembari menunjuk dirinya sendiri.

Celine tertawa kecil, tidak habis pikir dengan gadis kecil yang berdiri di depannya ini. Sudah salah, tidak meminta maaf pula. Benar-benar kurang ajar. Begitulah anggapan Celine pada Sasa yang menyorotnya dengan tatapan polos membuat emosi Celine kembali terpancing.

"******, bener-bener kurang ajar" Celine meruntuk sembari menatap Sasa dengan tatapan tajam.

"Aku gak harus minta maaf kan kak? Ini jam olahraga, tapi kakak minum cola bukannya latihan. Lagipula, ini lapangan basket, kak. Bukan hal mustahil bola nyasar ke sini. Syukur aja cuma celana kakak yang ketumpahan cola kan?"

Sasa tersenyum manis, lalu menunduk kecil.

"Kalau gitu, aku pamit, kak. Mau latihan lagi"

Sasa berbalik, hendak berjalan pergi, namun seseorang menarik bajunya dari belakang membuat tubuhnya tertarik dan jatuh ke belakang.

"Mau pergi ke mana? Gue belum siap ngomong"

Sasa meringis, lalu dengan cepat berdiri dan mendorong tubuh Celine hingga jatuh ke lantai. Sama persis seperti yang Celine lakukan padanya.

"****** sialan, ngajak ribut lo sama gue?"

"Kenapa? Sakit? Aku juga. Jadi, mau lanjut part dua?" Tanya Sasa dengan wajah merah padam. Lalu, melirik sekeliling yang menjadikan nya pusat perhatian. Sasa berdecak, lalu mengambil bola basketnya yang terjatuh tidak jauh dari sana dan hendak pergi, namun lagi-lagi seseorang menarik lengan nya.

Laki-laki yang tubuhnya lebih tinggi dari Sasa menggunakan seragam yang sama dengan Sasa. Laki-laki itu menahan tangan Sasa kuat sembari membantu Celine berdiri.

"Ini apa? Lo apain cewek gue?"

"Apanya yang di apain?" Tanya Sasa pada laki-laki itu lantang. Sembari menghempaskan tangannya yang begitu perih karena laki-laki itu meremas kuat tangan yang sudah ada memar dari kejadian kemarin.

Namun, tangan Sasa tidak bisa terlepas dari tangan laki-laki yang wajahnya mirip seperti wakil ketua OSIS yang Sasa lihat sebulan yang baru. Siapa namanya? Fahreza?

"Lepas, sakit" ucap Sasa dengan nada geram, namun Fahrez tampaknya semakin menikmati hal itu.

"Minta maaf sama Celine"

"Bilang sama cewek lo minta maaf dulu, baru gue minta maaf"

"Kalau gitu, gue gak bakalan lepas"

Emosi Sasa terasa naik ke ubun-ubun, tata bahasa asing pertama kali keluar dari mulutnya karena ketidaksopanan laki-laki ini. Sampah harus dibalas dengan sampah juga kan?

Sasa mencengkram kuat tangan laki-laki itu dengan tangan kirinya, hingga tangan kanan nya terlepas dari laki-laki itu. Fahreza meringis melihat tangan nya yang tergores kuku Sasa yang tajam.

"Cewek gila, Lo udah gila?" Fahrez kembali mencengkram tangan Sasa, kini lebih kuat dari sebelumnya.

"Lepas!"

"Sampai tangan lo putus gak akan gue lepas!"

"SAKIT, SIALAN!" Teriak Sasa, setetes air mata jatuh di pipinya. Matanya menatap Fahreza penuh dendam, namun laki-laki itu tertawa kesenangan.

Sebelum tawanya hilang karena rasa sakit bercampur perih terasa di tangannya, seseorang mencengkram tangan Fahreza kuat, lebih kuat dari cengkraman tangannya pada Sasa. Fahreza meringis, melepaskan tangan Sasa, lalu berteriak kuat.

"Aa-aa, stop! Aaa, sakit!"

"Sakit! Lepas! Aaaaa!"

Juno melepaskan tangan Fahreza dengan menghempaskannya kuat. Juno menghela napas panjang, meredakan amarahnya agar tidak meledak saat ini. Iya, sedari tadi Juno menahan diri untuk tidak ikut campur dalam masalah Sasa, karena Sasa adalah orang lain baginya. Namun, melihat orang-orang hanya menonton saat orang lain disakiti membuat Juno frustasi. Apalagi, gadis yang terlihat kecil di mata Juno ini melawan sendirian seperti orang bodoh saja, padahal masalah ini bisa diselesaikan hanya dengan kata maaf.

"Aaaa, anjing! Ngajak berantem lo?"

"Kamu. Gak apa-apa?" Tanya Juno melirik Sasa, membuat Sasa mengangguk sembari menggenggam tangan kanannya. Sasa meringis saat memar yang hampir sembuh di tangannya kembali membiru.

"Kalau gitu, ya udah. Ayo" Juno meraih tangan kiri Sasa, menggenggamnya. Lalu menarik Sasa untuk pergi dari sana.

"Apa? Mau ke mana? Gue belum selesai sama lo, Juno! Kenapa mau lari lagi?! Semua orang udah tau fakta tentang lo yang bunuh pacar lo sendiri!"

Langkah Juno berhenti, begitupula dengan Sasa yang menatap sebelah wajah Juno. Rahang Juno menegas, genggaman tangannya pada Sasa kuat, namun tidak membuat Sasa sakit. Juno menghela napas, matanya terlihat terpejam sebentar. Lalu, Juno melanjutkan langkahnya, begitupula dengan Sasa.

"Mereka juga udah tau! Ayah lo jaksa korup! Ibu lo mati bunuh diri waktu ayah lo dihukum mati! Kasihan banget mereka punya anak kayak lo yang bawa sial"

"Kakak lo-"

"cukup, cukup" ucap seseorang menepuk bahu Fahreza, lalu tersenyum manis saat Fahreza menoleh ke arahnya.

"Singkirkan tangan lo dari bahu gue. Tangan anggota paskibra bau keringat, gak cocok-"

"ah, bacot" Ucap Heli memegang telinganya. Heli menepuk, lalu meremas kuat bahu Fahreza hingga laki-laki itu menunduk.

Senyuman manis yang terukir di wajah Heli lama-lama memudar, lalu hilang. Digantikan dengan wajah kesal dan amarah yang sedari tadi dia pendam.

"Cukup bacotnya, ikut aku yuk?"

"Lepasin tangan lo, gue gak mau. Gue gak sudi temenan sama paskibraka bau keringat kayak lo, tukang cari validasi, sok populer, penggoda ulung yang buat perempuan di sekolah jadi gila dan bodoh. Gue gak sudi-"

"Aku bilang diam. Denger gak sih?"

Heli menatap Fahrez tajam membuat laki-laki itu terdiam dan bergidik ngeri merasakan aura gelap dari ketua paskibra di sebelahnya.

"Anggota paskibra bau keringat ini juga jago mukul loh? Ayo, kita selesaikan. Kita lihat tangan kamu baik-baik aja atau enggak setelah pegang tangan adik aku"

"Adik lo?"

"Iya, bener. Erisa Katrina. Perempuan yang tadi kamu pegang tangannya? Eh, enggak, deh. kamu cengkram ya?"

"Kita lihat apa tangan lo baik-baik setelah lukain tangan adik gue, bangsat."

Terpopuler

Comments

Helmi Sintya Junaedi

Helmi Sintya Junaedi

lanjuuuut,,,

2023-08-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!