"Apa?!"
Eri tersentak kala Sasa berteriak. Eri menatap sekeliling sembari tersenyum canggung, sedangkan Sasa berdiri di depannya sembari berkacak pinggang.
"Jadi, cowok yang kita tanyain tadi itu Kak Juno? Terus, kamu kenapa diam aja?!"
"Sa, tenang! Duduk dulu, malu" ucap Eri menarik lengan Sasa untuk kembali duduk. Sasa mendengus kesal, lalu duduk dengan wajah setengah marahnya. Napas nya naik-turun, seperti nya tidak terima dengan perlakuan siswa 12-2 dan Eri yang tahu semuanya, namun diam saja.
"Maaf, Sa. Aku baru tau tadi pagi, waktu temen aku gak sengaja nyenggol Kak Juno sampai jatuh. Tapi, Kak Juno bukannya nolongin malah natap tajam gak seneng. Makanya, pas dapat misi tadi aku takut"
Sasa terdiam, tidak habis pikir dengan Eri. Karena Eri yang tidak memberitahu Sasa kalau laki-laki yang mereka tanyai di kelas 12-2 itu adalah Juno Elvaro, mereka harus diusir dan jadi pusat perhatian kelas 12-2, dan harus berjoget di atas podium seperti orang bodoh. Kejadian memalukan yang seharusnya hanya sekali Sasa terima menjadi dua kali lipat.
Akan tetapi, tidak ada yang bisa diubah. Kejadian itu sudah terjadi, dan nasi sudah menjadi bubur. Sasa beranjak pergi, meninggalkan Eri duduk sendirian di bawah pohon beringin.
Maaf, maaf. Sana kamu jadi Kunti, batin Sasa dengan wajah kesal saat meninggalkan Eri. Eri yang melihat Sasa pergi langsung aja beranjak mengikuti langkah Sasa dari belakang.
"Sa, tunggu! Mau ke mana?" Tanya Eri menghampiri Sasa dan menyamakan langkahnya. Tanpa berpaling, Sasa menjawab Eri.
"Mau ke kantin"
"Ikut ya? Aku traktir"
Mendengar tawaran Eri, langkah Sasa terhenti. Lalu, Sasa menoleh ke Eri, menatap Eri sedikit menunduk karena tubuh Eri lebih pendek dari Sasa.
"kamu, licik juga ya?" ucap Sasa menunjuk ke arah Eri, lalu Sasa meletakkan lengannya di leher Eri.
"Susu fullcream sama roti keju dua ya?"
Ucapan Sasa berhasil membuat Eri tertawa pelan.
Kukira suhu, ternyata suap, batin Eri melepas tangan Sasa dari lehernya dan berjalan lebih dulu di depan Sasa.
"Boleh, tapi pesenin ya, Sa!"
"Sip!"
•~•~•~•
Setelah menelusuri sekolah selama hampir tiga puluh menit, Sasa dan Eri akhirnya menemukan kantin yang mereka cari-cari. Kantin paling sudut di lantai dua yang kini mereka masuki. Bukan tanpa alasan, mencari kantin di sekolah swasta yang terkenal dengan fasilitasnya yang luar biasa ini memang agak sulit, karena luasnya area sekolah yang harus mereka telusuri. Apalagi, ini hari pertama mereka masuk sekolah.
Saat Sasa dan Eri menginjakkan kakinya ke dalam kantin, tiba-tiba saja kantin itu berubah sunyi. Sasa dan Eri kembali saling mencuri pandang dengan tubuh yang berdiri mematung. Di dalam hati mereka kembali bertanya-tanya.
Kali ini salah apa lagi?
"Sa, balik yuk?"
Jangan ditebak, karena jawabannya sudah jelas. Itu Eri yang mengajak. Perang belum dimulai, Eri sudah mengibarkan bendera putih.
Berbeda dengan Eri, Sasa tipe orang yang jika belum menunjukkan taringnya, dia tidak akan pulang. Sasa tersenyum manis kepada semua orang, lalu menarik lengan Eri.
"Ri, tau gak? Mereka diam karena kita terlalu cantik. Udah yuk, kamu duduk di situ" Ucap Sasa menunjuk ke salah satu meja di kantin sembari melepas tangan Eri. Baru saja kaki Sasa ingin melangkah untuk memesan makanan, tapi Eri malah menarik tangannya. Tidak ingin sendirian di tengah keramaian yang sunyi ini.
"Sa, ikut"
"Ini bukan film horor, Ri. Mereka gak makan orang"
"Makan mental, Sa" jawab Eri memeluk tangan Sasa kuat, namun kekuatan Sasa dua kali lipat dari kekuatan Eri yang tubuhnya lebih mungil. Sasa melepas tangan Eri, mendorong tubuh Eri ke meja kantin itu, lalu berjalan cepat ke tempat memesan makanan.
"Mbak, pesen pisang coklat satu sama pocari ya? Terus, satu susu fullcream dan roti keju"
"Susu fullcream dan roti keju, satu"
Seseorang di sebelah Sasa berucap menarik fokusnya tiba-tiba. Laki-laki yang dia lihat di kelas 12-2. Juno Elvaro kini menatap Sasa dengan tatapan datarnya, sedangkan Sasa menatapnya dengan keningnya yang bertaut.
"Maaf, tapi roti kejunya tinggal satu?" Perempuan muda pemilik kedai di kantin itu berucap membuat Sasa memalingkan wajahnya cepat menatap perempuan itu.
"Untuk saya aja, mbak"
"Kata siapa?" suara lembut tapi berat milik Juno membuat Sasa menoleh ke arahnya. Sasa menatap bagian samping wajah Juno karena kini Juno sedangkan melihat ke arah perempuan pemilik kantin, sembari merogoh saku jaket yang tengah dia kenakan.
"Permisi, kak. Kan, saya yang duluan pesan?"
"25 ribu" Juno meletakan lembaran uang hijau dan kuning di atas meja pesanan, lalu mengambil susu fullcream dan roti keju yang tersisa dan pergi dari sana tanpa berucap apapun pada Sasa. Tidak ada kata maaf atau ucapan terima kasih.
"Kak? Kak? Loh?" Sasa mengikuti langkah Juno, lalu menepuk bahunya, namun laki-laki itu tidak berbalik atau setidaknya menghentikan langkah. Sampai Sasa mempercepat langkah dan berdiri di hadapan Juno. Menghadang Juno untuk melewatinya, walaupun Juno berusaha untuk pergi dengan mengambil langkah ke kanan dan ke kiri. Sasa tetap saja menghalangi Juno.
"Minggir"
"Balikin roti kejunya dulu" pinta Sasa mengadahkan tangannya kanan nya, meminta pada Juno untuk mengembalikan roti keju yang seharusnya menjadi miliknya.
"Gak ada"
"Saya gak buta, kak" ucap Sasa menunjuk ke arah plastik kresek yang Juno tingting. Juno melirik plastik kresek nya, lalu kembali menatap Sasa.
"Minta"
Juno menatap lama tangan Sasa yang terulur, lalu merogoh saku jaketnya dan mengambil selembar uang lima puluh ribu dari dalam sana dan diletakkan di telapak tangan Sasa. Sasa yang melihat itu tentu saja terperanjat kaget, dia hanya ingin roti kejunya kembali. Bukan meminta uang kepada Juno yang membuatnya seperti tukang malak.
"G-gak, b-bukan" Sasa tergagap, apa yang Juno lakukan saat ini di luar ekspektasi Sasa yang hanya minta roti keju.
Uang itu jatuh dari tangan Sasa saat gadis itu tersentak. Sasa mengedarkan pandangannya, orang-orang tampaknya sedang menonton. Sasa tersenyum palsu, lalu menunduk hendak mengambil uang itu untuk dikembalikan pada Juno. Saat Sasa kembali berdiri, Juno tiba-tiba menghilang.
Sasa berputar mencari-cari, namun laki-laki itu sudah pergi entah kemana. Dengan wajah yang ditebalkan dan hati yang menangis, Sasa kembali ke tempat pemesanan dan mengambil pisang coklat serta pocari dan susu fullcream pesanan mereka.
Sasa membawa pesanan itu ke meja di mana Eri sedang duduk sembari menutup wajahnya dengan rambut. Ternyata, bukan hanya Sasa yang malu, Eri juga sama malunya.
"Ri. Ayo cabut"
"Uang beli jajannya?" Tanya Eri merogoh saku roknya dengan wajah yang sudah seperti kuntilanak. Ditutupi rambutnya yang panjang.
Sasa menggeleng dengan raut wajah seperti akan menangis. Sasa menarik kerah kemeja Eri, lalu membawanya pergi dari kantin itu.
Saat kaki Sasa hendak melangkah keluar, mata Sasa tidak sengaja melirik tulisan besar di atas pintu kantin. Tertulis kalimat Kantin kelas dua belas di atas pintu itu.
Air mata kekesalan itu membuat mata Sasa berair, rasanya dia ingin berteriak. Malu dengan kehidupan sekolah menengah atasnya. Baru hari pertama, namun adegan memalukan bagi kehidupan sekolahnya sudah sebanyak ini.
Sembari menarik kerah belakang Eri, Sasa berjalan cepat dengan batin yang berisik. Mulai saat itu, Sasa berjanji tidak akan menginjakkan kaki di lantai dua yang dikhususkan bagi kelas dua belas dan Juno lagi. Karena, Sasa percaya, jika Sasa berurusan dengan dua hal itu. Hal memalukan akan terjadi di hidupnya.
Semuanya, gara-gara kak juno.
•~•~•~•
...****Sebulan kemudian****...
Sudah sebulan Sasa menempuh pendidikan SMA nya dan semuanya berjalan lancar selama sebulan ini. Tidak ada adegan memalukan atau kebodohan dan kecerobohan yang Sasa lakukan membuat Sasa kembali bersemangat untuk pergi ke sekolah.
Seperti nya, mitos yang Sasa percaya pada dirinya sendiri benar adanya.
"Jangan ke lantai dua, jangan berurusan sama kakak itu, dan beli roti keju di minimarket aja" ucap Sasa pada dirinya sendiri di depan gerbang sekolah. Setiap hari Sasa berucap demikian untuk mengingatkan dirinya untuk tidak melanggar sesuatu yang Sasa jadikan aturan kehidupan sekolahnya.
"Hari ini, pasti lancar" Sasa melangkah, menarik tali tas ranselnya sembari berjalan dengan senyum merekah di bibirnya. Kehidupan sekolah bagi Sasa sekarang seperti kehidupan masa muda tempat dirinya bermain-main, tentu saja bersama Eri yang siluetnya tampak di mata Sasa saat ini.
Eri tengah berjalan masuk melewati gerbang menuju ke bangunan sekolah.
"Eeeeeerrrriiii, eh?"
Baru saja kaki Sasa ingin menghampiri Eri, seseorang menepuk bahu Sasa membuat Sasa berbalik. Perempuan cantik, sangat cantik, tidak. Oh, astaga cantiknya.
"Permisi" sapa perempuan berambut panjang sepinggang. Rambutnya hitam legam dan lurus. Kulit wanita itu putih dan menggunakan make up natural di wajahnya. Perempuan itu menggunakan blouse hitam dan rok putih selutut. Persis seperti setelan kantoran yang biasa mamanya Sasa kenakan.
"I-iya, kak?"
Seperti nya bukan hanya laki-laki yang terpesona dengan kecantikan perempuan muda ini. Sasa juga. Terbukti dengan dirinya yang gugup saat perempuan itu menyapanya.
"Maaf sebelumnya, nama kamu?"
"Erisa Katrina. Panggil Sasa aja, kak" Jawab Sasa cepat, menunjukkan nametag yang dia kenakan. Sebenarnya nametag itu bukan dari sekolah, Sasa membelinya sendiri di pasar malam minggu lalu.
"Hai, Sasa. Nama kakak Kinan. Maaf sebelumnya udah ganggu kamu. Jadi, gini-"
Kinan terdiam sejenak, lalu melirik totebag yang tengah dia pegang. Totebag berwarna biru tua berisi kotak bekal makan siang. Sasa mengikuti arah pandang Kinan, lalu kembali menatap wajah Kinan.
"Iya, kak? Ada apa?"
Ucap Sasa dengan wajah bertanya-tanya saat Kinan tidak kunjung melanjutkan kalimatnya. Kinan tersenyum canggung, lalu mengulurkannya tangannya yang meninting totebag itu ke arah Sasa.
"Kakak boleh minta tolong anterin bekal ke adiknya kakak gak, Sa?"
Sasa menatap totebag itu lama, lalu tanpa berpikir panjang mengambil totebag itu dari tangan Kinan. Siapa pun jika dimintai pertolongan oleh perempuan secantik ini pasti tidak akan menolak. Begitulah pemikiran Sasa kala menerima totebag itu.
"Boleh banget, kak. Nama adik kakak siapa? Kelas berapa?"
Kinan tersenyum merekah saat Sasa menerima totebag itu. Untunglah, setidaknya ada orang yang bisa dimintai pertolongan saat Kinan sedang bergegas untuk pergi bekerja.
"Juno Elvaro, kelas 12-2. Minta tolong ya, Sa. Nanti kalau ketemu lagi, kakak traktir makan"
"Oh, Kak Jun-eeeeh?" Mata Sasa membulat saat sadar nama yang Kinan sebut. Juno, orang yang Sasa ingin hindari setidaknya sampai kehidupan SMA nya berakhir.
Totebag itu hendak Sasa kembalikan, namun Kinan terlanjur pergi sembari menggenggam handphone yang menempel pada telinganya. Mau mengejar pun sudah terlambat, Sasa yang menerima totebag itu tanpa bertanya lebih dulu.
"K-kak"
Suara Sasa tertahan, lalu Sasa menunduk dengan wajah merengut. Kesal. Namun, Sasa tidak bisa melakukan apa pun. Kebodohan yang setelah sekian lama tidak Sasa lakukan, kini terjadi lagi.
Bye, bye. Kedamaianku
•~•~•~
"Gak mau!"
Eri melangkah mundur, menjauh dari Sasa yang berdiri di depannya sembari membawa totebag biru tua yang sudah seperti benda keramat itu. Ke kelas 12-2, katanya? Eri tidak mau lagi. Bahkan, jika Sasa memberi Eri uang satu koper, Eri tidak mau.
Sudah sebulan mereka menghindar untuk menginjak lantai dua, dan sekarang Sasa meminta ditemani ke sana? Ke kelas 12-2 pula? Kelas di mana mereka diusir dan kelas dari seseorang yang membuat Sasa malu sebulan yang lalu?
"Jangan mimpi, Sa. Sampai mati aku gak akan ke sana"
"Nanti aku traktir ice cream, terus aku kasih tau id Insta Ezra, atau aku kasih kamu contek pr sepuasnya. Tapi, temenin ya?"
Sasa mencoba untuk meraih lengan Eri, membujuk teman SMP nya yang kini menjadi teman sekelasnya di SMA. Saat tangan Sasa belum sempat menggapai lengan Eri. Eri melangkah mundur dan menghindar dari tangan Sasa.
"Riii" Panggil Sasa dengan nada merengek. Eri bergidik ngeri, lalu berbalik badan melarikan diri. Sasa mengikuti langkah Eri, namun Eri benar-benar lari membuat Sasa terdiam dengan mata yang berkaca-kaca karena meredam rasa kesal.
************Aku doain jatuh kamu, Ri************
Sasa membatin dengan raut wajah kesal, lalu berbalik melangkah ke arah tangga untuk naik ke lantai dua. Mengantarkan bekal makan titipan dari kakak Juno kepada Juno.
Di sisi lain, di dalam kelas yang berisik, seseorang tengah terduduk sembari melihat ke arah luar jendela. Tepatnya, ke arah langit yang tetap biru, walaupun batin seseorang itu tengah bergemuruh.
Bukan hanya batin, mungkin perut seseorang itu juga sama bergemuruh nya. Perut yang tidak diisi apapun sejak tadi pagi itu membunyikan alarm meminta untuk diisi.
"P-permisi"
Kata permisi itu mengalihkan atensi semua orang. Kebisingan itu tiba-tiba lenyap, semua orang melirik ke arah pintu masuk. Lalu, kembali berisik.
Sasa mengedarkan pandangan, lalu pandangan nya jatuh ke arah Juno yang kini memandang ke arahnya. Sekilas, setelah nya laki-laki itu kembali menatap ke arah luar jendela.
Sasa menghela nafas gusar. Di dalam hati Sasa berdoa agar tidak ada adegan memalukan yang terjadi hari ini. Dengan langkah mantap, Sasa meninting totebag itu dengan kedua tangan menuju ke arah meja yang Juno duduki.
"Permisi, Kak" Sasa mengetuk meja Juno pelan. Lagi-lagi Juno mengenakan earphone yang menyumbat telinganya. Sasa menghela nafas kesal, raut wajah sinis Sasa tampaknya tidak bisa bersembunyi saat Juno tidak menggubris sapaannya. Sasa melirik Juno dengan tatapan miring, lalu meletakkan totebag biru itu di atas meja Juno. Namun, sebuah buku yang terbuka di atas meja menarik perhatian Sasa.
"Buku musik?" ucap Sasa saat melihat kunci nada piano yang tertulis di buku itu. Kunci nada River Flows in You oleh Yiruma. Musik yang familiar bagi Sasa, karena Sasa pernah mencoba belajar memainkan piano saat SMP dulu. Sasa mencoba memainkan River Flows in You selama enam bulan penuh, namun seperti nya Sasa tidak berbakat di bidang musik.
Apaan?, Juno membatin saat musik yang terputar di ponselnya tiba-tiba mati. Juno merogoh saku jaketnya dan mengambil ponselnya dari dalam sana.
"Piano ya?"
Apa?
"Ini pertama kali, aku lihat ada orang yang bisa main piano"
Ucapan dari Sasa berhasil tangan Juno berhenti bergerak dan kepala Juno sontak menoleh ke arah Sasa.
Sasa menatap Juno dengan raut penuh tanya. Untuk pertama kali, laki-laki itu seperti nya merespons perkataan Sasa.
Alis Sasa bertaut, lalu Sasa mengangkat dagunya dengan wajah kebingungan.
"Apa? Kenapa?" Sasa menatap Juno canggung "Memangnya kakak mau ajarin aku main piano?"
Tubuh Sasa mematung saat Juno menatapnya dalam. Tatapan itu aneh, dan raut wajah Juno lebih aneh. Seperti orang yang akan menangis?
Sasa tidak tau saja, laki-laki yang tengah menatapnya sekarang benar-benar menahan tangis. Rambut hitam panjang dan kulit putih dengan mata bulat bersih itu membuat Juno teringat pada cinta pertamanya.
Juno membayangkan orang lain pada diri Sasa.
Dia, benar-benar mirip Sazza
Batin Juno saat menatap Sasa lekat untuk pertama kalinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
【Full】Fairy Tail
Terima kasih penulis hebat
2023-08-05
0
La Otaku Llorona <33
Ditunggu cerita baru selanjutnya ya, thor ❤️
2023-08-05
0